KONTRAKTOR pemenang tender proyek anggaran 2014 ini
bakal mengalami kendala serius. Di antaranya, akibat kebijakan Pemerintah Pusat
soal pembatasan distribusi solar bersubsidi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU). Selain itu ada pula potensi kelangkaan batu gunung yang ‘diimpor’
dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Kepala Seksi (Kasi) Pembangunan Jalan dan Jembatan
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bontang, Moh
Sahid mengatakan, kebijakan pembatasan pembelian solar tersebut jelas
mempengaruhi pelaksanaan proyek fisik di Kota
Taman. Sebab, aktivitas proyek selalu bergantung dengan energi listrik
bersumber dari diesel tiap kontraktor.
Sementara
yang membuatnya hidup adalah solar subsidi berasal dari SPBU tiap daerah.
Kata
Sahid, untuk operasional siang hari, kemungkinan hanya bisa bertahan hingga
pukul 18.00 wita. Sementara untuk bekerja saat
malam hari, akan sulit. Lantaran keterbatasan BBM dimiliki.
“Pembatasan pembelian solar subsidi ini, sangat
mempengaruhi para kontraktor. Karena mereka pasti bergantung dengan BBM itu.
baik untuk mengaduk semen, hingga diesel sebagai sumber energi listrik,”
akunya, kemarin.
Permasalahan dialami para kontraktor, menurut Sahid,
akan terus berlanjut, ketika harga Solar dinaikan pemerintah pusat. Dampaknya,
kemungkinan besar, para kontraktor akan meminta penambahan dana sebagai dampak
kebijakan itu. Namun demikian, dia menegaskan, hal itu tidak bisa dikabulkan.
“Kemungkinan besar ketika BBM solar naik, pasti bakal
ada yang minta tambah dana. Tapi saya kira tak bisa dikabulkan. Karena kita
mengacu pada harga BBM, lama. Yakni sesuai nilai kontrak telah disepakati dan
ditandatangani kontraktor terkait,” tandasnya.
Selain faktor BBM, kata Saih, faktor kelangkaan
material dapat mempengaruhi kelancaran pembangunan sejumlah proyek fisik di Kota Taman. Salah satunya, material
berupa batu alam. Kabarnya, material ini didatangkan dari Kota Palu, Sulawesi
Tengah.
Alasannya, material serupa di Bontang, mau pun daerah
lain, tak sesuai dengan kriteria ditetapkan demi menghasilkan proyek berstandar
mutu terbaik.
“Proyek di Bontang itu, tidak ada yang pakai batu
lokal. Atau pun daerah seperti Samarinda atau Sangatta.
Karena, kualitasnya tidak sesuai dengan standar. Batu yang dipakai, semua dari
Kota Palu,” bebernya.
Apalagi menurut Sahid, di era keterbukaan informasi
publik ini, ketika pekerjaan menggunakan uang rakyat tak sesuai standar atau
melenceng dari harapan, pasti akan menuai sorotan public.
“Makanya,
urusan kualitas itu, kami tidak berani main-main. Karena ‘musuhnya’ banyak.
Bisa dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Inspektorat Daerah, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) hingga lembaga indepen lain,” tutupnya. (in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar