Selasa, 02 September 2014

Solar dan Batu jadi Kendala


KONTRAKTOR pemenang tender proyek anggaran 2014 ini bakal mengalami kendala serius. Di antaranya, akibat kebijakan Pemerintah Pusat soal pembatasan distribusi solar bersubsidi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Selain itu ada pula potensi kelangkaan batu gunung yang ‘diimpor’ dari Kota Palu,  Sulawesi Tengah.
Kepala Seksi (Kasi) Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bontang, Moh  Sahid mengatakan, kebijakan pembatasan pembelian solar tersebut jelas mempengaruhi pelaksanaan proyek fisik di Kota Taman. Sebab, aktivitas proyek selalu bergantung dengan energi listrik bersumber dari diesel tiap kontraktor.
Sementara yang membuatnya hidup adalah solar subsidi berasal dari SPBU tiap daerah.
Kata Sahid, untuk operasional siang hari, kemungkinan hanya bisa bertahan hingga pukul 18.00 wita. Sementara untuk bekerja saat malam hari, akan sulit. Lantaran keterbatasan BBM dimiliki.
“Pembatasan pembelian solar subsidi ini, sangat mempengaruhi para kontraktor. Karena mereka pasti bergantung dengan BBM itu. baik untuk mengaduk semen, hingga diesel sebagai sumber energi listrik,” akunya, kemarin.
Permasalahan dialami para kontraktor, menurut Sahid, akan terus berlanjut, ketika harga Solar dinaikan pemerintah pusat. Dampaknya, kemungkinan besar, para kontraktor akan meminta penambahan dana sebagai dampak kebijakan itu. Namun demikian, dia menegaskan, hal itu tidak bisa dikabulkan.
“Kemungkinan besar ketika BBM solar naik, pasti bakal ada yang minta tambah dana. Tapi saya kira tak bisa dikabulkan. Karena kita mengacu pada harga BBM, lama. Yakni sesuai nilai kontrak telah disepakati dan ditandatangani kontraktor terkait,” tandasnya.
Selain faktor BBM, kata Saih, faktor kelangkaan material dapat mempengaruhi kelancaran pembangunan sejumlah proyek fisik di Kota Taman. Salah satunya, material berupa batu alam. Kabarnya, material ini didatangkan dari Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Alasannya, material serupa di Bontang, mau pun daerah lain, tak sesuai dengan kriteria ditetapkan demi menghasilkan proyek berstandar mutu terbaik.
“Proyek di Bontang itu, tidak ada yang pakai batu lokal. Atau pun daerah seperti Samarinda atau Sangatta. Karena, kualitasnya tidak sesuai dengan standar. Batu yang dipakai, semua dari Kota Palu,” bebernya.
Apalagi menurut Sahid, di era keterbukaan informasi publik ini, ketika pekerjaan menggunakan uang rakyat tak sesuai standar atau melenceng dari harapan, pasti akan menuai sorotan public.
“Makanya, urusan kualitas itu, kami tidak berani main-main. Karena ‘musuhnya’ banyak. Bisa dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Inspektorat Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga lembaga indepen lain,” tutupnya. (in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar