Kamis, 04 September 2014

Dokumen Ahli Waris Rombe Tak Terdata



Sulit Dibebaskan, Camat Minta Tak Ganggu Pembangunan Pasar Rawa Indah

BONTANG - Sengketa lahan pasar Rawa Indah Bontang, dianggap tak beralasan oleh Camat Bontang Selatan, Basir. Sebab hingga kini, bukti berupa file menegaskan lahan tersebut milik per orangan, tak ditemukan. Dengan kata lain, dokumen ditunjukan pihak penggugat, patut dipertanyakan keabsahannya.
“Sampai saat ini, kami tidak menemukan file menegaskan lahan itu milik perorangan. Padahal harusnya ada. Karena untuk terbitnya surat tanah atau sejenisnya, tentu atas rekomendasi Kecamatan. Tapi setelah kami cari, filenya tidak ada,” jelasnya saat ditemui, kemarin (3/9).
Dengan kondisi tersebut, dia menilai pemilik lahan tidak semestinya menuntut apapun pada pemerintah. Apalagi, meminta dibebaskan dengan nilai tinggi.
“Namanya institusi pemerintahan, semua harus ada bukti. Sama dengan ketika membeli Hp (Handphone, Red.). Mesti ada bukti transaksi berupa nota, baru bisa dibayar. Kalau tidak ada, kami tidak bisa mengeluarkan uang sepeser pun. Soalnya, itu akan dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Selain itu, Basir mengakui, lahan berukuran sekira 10x20 meter per segi itu, telah diganti rugi oleh PT Badak. Saat dipercaya pemerintah saat itu merelokasi warga berjualan di Pasar Berbas Pantai ke Pasar Rawa Indah. Dipertegas dengan keluarnya surat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti kepemilikan atas lahan itu.
 “Sebelum 2011 lalu, kedua petak lahan itu sudah digantirugi pemerintah. Yang saat itu masih berupa Kabupaten. Jadi saya kira, apa yang dituntutkan pihak mengaku ahli waris, tidak punya dasar kuat,” bebernya.
Terkait polemik tersebut, Basir mengaku sudah melakukan berbagai upaya mediasi dengan pihak penuntut. Bahkan beberapa waktu lalu, bersama sejumlah pihak seperti Kecamatan Bontang Selatan, kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), hingga unsur pemerintahan lain, telah bertemu dengan pihak bersangkutan. Namun tak membuahkan hasil. Bahkan melalui pengacaranya, mereka meminta lahan diklaim itu, tak diganggu hingga pemerintah membayarnya.
“Belum ada penyelesaian. Saat kami mediasi beberapa waktu lalu, mereka tetap keukeuh meminta tak menganggu lahan yang diklaim. Sampai sudah dibayarkan ganti ruginya,” ungkapnya.
Namun demikian, Basir menilai hal itu tidak bisa dipenuhi. Bahkan dia meminta agar pihak penuntut tidak menghalangi proses pembangunan pasar tersebut. Sebab keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat Bontang. Apalagi, dalam hal ini, sudah melibatkan pihak ketiga.
“Ini kan sudah ada pihak ketiga atau kontraktor. Jadi kalau pembangunan dihentikan, tentu mereka yang rugi. Apalagi, menurut aturannya, ketika pengerjaan tak sesuai tenggat waktu, sesuai kontrak, maka bisa kena penalti. Baik dengan cara blacklist, maupun denda,” ujarnya.
“Kalau saya pribadi meminta, kalau pun merasa punya hak atas lahan itu, mari kita tempuh jalur hukum. Sama-sama memperjuangkan hak. Tapi proyek itu biarlah tetap jalan. Karena keberadaannya ditunggu warga Bontang,” tutupnya. (in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar