Senin, 15 September 2014

PHRI Disebut Bertanggung Jawab


Jamin Hotel Tak Siapkan ‘Kupu-Kupu Malam’

MASIFNYA temuan pelanggaran di Kota Taman, terkait beroperasinya usaha perhotelan dan Tempat Hiburan Malam (THM) di Bontang disebut-sebut menjadi tanggung jawab Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Termasuk, 21 THM yang tercatat di Disbudpar.
“PHRI itu mitra kami (Disbudpar, Red.). Idealnya, untuk menegakan aturan dan kedisiplinan dalam berusaha, sudah disepakati bersama agar menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan serta motto Kota Taman; agamais, dan berbudi luhur,” tandas Kabid Pariwisata Disbudpar Bontang Jayadi Pulung.
Dengan demikian, menurut Jayadi, ketika terjadi pelanggaran di lapangan atas kesepakatan bersama, maka pihaknya bisa langsung menegur atau memanggil ketua PHRI Bontang. Selanjutnya, ketua PHRI bisa meneruskan teguran itu pada para anggotanya.
Namun karena Jayadi menilai, komunikasi antara ketua PHRI dengan anggotanya kurang lancar, maka dia pun harus merelakan turun langsung ke lapangan. Selanjutnya mengecek kondisi usaha dalam binaan Disbudpar Bontang. Termasuk informasi temuan pelanggaran warga pada sejumlah hotel atau THM.
“Seperti Ramadan lalu, ketika ada warga tertangkap mesum di salah satu hotel, pengelolanya langsung kami panggil dan bina. Karena kami tahu itu sudah pelanggaran. Apalagi kami lihat, ketika kejadian serupa terjadi, selalu pada tempat sama. Makanya, kami beri teguran keras kemarin, mereka sanggup membenahi sistem,” tuturnya.
Demi memastikan tak terjadi pelanggaran oleh pengusaha hotel dan THM di Bontang, Jayadi bersama pihak Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Bontang belum lama ini, sempat turun langsung ke sejumlah perhotelan. Di antaranya hotel SR di Kelurahan Tanjung Laut Indah. Saat bertemu pengelolanya, dia lantas menanyakan potensi tersedianya jasa ‘kupu-kupu malam’ atau wanita panggilan di hotel tersebut.
“Waktu saya bersama pihak BPPTPM turun ke sana, saya langsung temui pengelolanya. Saya tegaskan, apakah mereka menyediakan jasa kupu-kupu malam? Ternyata mereka menjamin tidak ada. Jadi laporan diterima selama ini, kemungkinan besar, didatangkan oleh tamu hotel,” akunya.
Demikian halnya dengan THM atau perhotelan memiliki izin menjual minuman keras (miras), Jayadi Pulung tak menjelaskan rinci tentang hotel atau THM mana saja menjual. Karena dia memastikan, hal itu bukan dalam ranah Disbudpar Bontang, melainkan dalam kewenangan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop dan UMKM) Bontang.
“Kalau mengenai THM atau hotel boleh jual miras, itu bukan ranah saya menjelaskan. Tapi pada prinsipnya, ketika benar ada hotel jual miras, artinya itu legal atau berizin. Buktinya, tidak ditertibkan. Dan itu dalam ranah Disperindagkop,” tandasnya.
Sementara mengenai kewajiban tamu hotel memiliki identitas diri, kata dia, merupakan hal mutlak dan telah disepakati bersama. Bahkan dalam setiap kesempatan, pihaknya selalu menegaskan agar setiap pengusaha menerapkan aturan; setiap tamu hotel wajib meninggalkan KTP kepada recepsionis hotel.
“Tujuannya, agar tidak ada potensi bahaya dengan menampung warga ilegal. Atau pun pertimbangan lain telah dipahami pengusaha,” katanya.
Namun ketika ada pelanggaran di lapangan, kata dia hal itu tidak bisa sekadar menyalahkan pemerintah. Melainkan murni kesalahan para pengusaha terkait. Tugas PHRI memberi pengertian agar pelanggaran serupa tak berulang. 
 “Kami bukannya tidak mau atau tidak berani bertindak tegas. Tapi karena belum ada landasan kuat, yakni Perda mengatur penempatan mereka, kami tidak bisa memberi sanksi apa-apa. Bagi setiap pengusaha melanggar sebuah norma. Makanya, saat ini, kami menunggu kebijakan DPRD terpilih untuk menyempurnakan Raperda,” tandasnya (in)

   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar