Jamin Hotel Tak Siapkan ‘Kupu-Kupu
Malam’
MASIFNYA temuan pelanggaran di Kota Taman, terkait beroperasinya usaha perhotelan
dan Tempat Hiburan Malam (THM) di Bontang disebut-sebut menjadi tanggung jawab Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Termasuk, 21 THM yang tercatat di
Disbudpar.
“PHRI itu mitra kami (Disbudpar, Red.). Idealnya, untuk menegakan aturan
dan kedisiplinan dalam berusaha, sudah disepakati bersama agar menjunjung
tinggi nilai-nilai keagamaan serta motto Kota
Taman; agamais, dan berbudi luhur,” tandas Kabid Pariwisata Disbudpar
Bontang Jayadi Pulung.
Dengan demikian, menurut Jayadi,
ketika terjadi pelanggaran di lapangan atas kesepakatan bersama, maka pihaknya
bisa langsung menegur atau memanggil ketua PHRI Bontang. Selanjutnya, ketua
PHRI bisa meneruskan teguran itu pada para anggotanya.
Namun karena Jayadi menilai,
komunikasi antara ketua PHRI dengan anggotanya kurang lancar, maka dia pun
harus merelakan turun langsung ke lapangan. Selanjutnya mengecek kondisi usaha
dalam binaan Disbudpar Bontang. Termasuk informasi temuan pelanggaran warga
pada sejumlah hotel atau THM.
“Seperti Ramadan lalu, ketika ada
warga tertangkap mesum di salah satu hotel, pengelolanya langsung kami panggil
dan bina. Karena kami tahu itu sudah pelanggaran. Apalagi kami lihat, ketika
kejadian serupa terjadi, selalu pada tempat sama. Makanya, kami beri teguran
keras kemarin, mereka sanggup membenahi sistem,” tuturnya.
Demi memastikan tak terjadi
pelanggaran oleh pengusaha hotel dan THM di Bontang, Jayadi bersama pihak Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Bontang belum lama
ini, sempat turun langsung ke sejumlah perhotelan. Di antaranya hotel SR di
Kelurahan Tanjung Laut Indah. Saat bertemu pengelolanya, dia lantas menanyakan
potensi tersedianya jasa ‘kupu-kupu malam’ atau wanita panggilan di hotel
tersebut.
“Waktu saya bersama pihak BPPTPM
turun ke sana, saya langsung temui pengelolanya. Saya tegaskan, apakah mereka menyediakan
jasa kupu-kupu malam? Ternyata mereka menjamin tidak ada. Jadi laporan diterima
selama ini, kemungkinan besar, didatangkan oleh tamu hotel,” akunya.
Demikian halnya dengan THM atau
perhotelan memiliki izin menjual minuman keras (miras), Jayadi Pulung tak
menjelaskan rinci tentang hotel atau THM mana saja menjual. Karena dia
memastikan, hal itu bukan dalam ranah Disbudpar Bontang, melainkan dalam
kewenangan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop dan
UMKM) Bontang.
“Kalau mengenai THM atau hotel boleh
jual miras, itu bukan ranah saya menjelaskan. Tapi pada prinsipnya, ketika
benar ada hotel jual miras, artinya itu legal atau berizin. Buktinya, tidak
ditertibkan. Dan itu dalam ranah Disperindagkop,” tandasnya.
Sementara mengenai kewajiban tamu
hotel memiliki identitas diri, kata dia, merupakan hal mutlak dan telah
disepakati bersama. Bahkan dalam setiap kesempatan, pihaknya selalu menegaskan
agar setiap pengusaha menerapkan aturan; setiap tamu hotel wajib meninggalkan KTP
kepada recepsionis hotel.
“Tujuannya, agar tidak ada potensi
bahaya dengan menampung warga ilegal. Atau pun pertimbangan lain telah dipahami
pengusaha,” katanya.
Namun ketika ada pelanggaran di
lapangan, kata dia hal itu tidak bisa sekadar menyalahkan pemerintah. Melainkan
murni kesalahan para pengusaha terkait. Tugas PHRI memberi pengertian agar
pelanggaran serupa tak berulang.
“Kami bukannya tidak mau atau tidak berani
bertindak tegas. Tapi karena belum ada landasan kuat, yakni Perda mengatur
penempatan mereka, kami tidak bisa memberi sanksi apa-apa. Bagi setiap
pengusaha melanggar sebuah norma. Makanya, saat ini, kami menunggu kebijakan
DPRD terpilih untuk menyempurnakan Raperda,” tandasnya (in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar