Jumat, 26 September 2014

Pejabat Mulia




Hukum di negara kita memang adil. Adil untuk para orang bergelimang harta. Hukum di negara kita memang tajam. Tajam ke bawah pada rakyat kecil seperti saya. Tapi begitu tumpul ke atas kepada rakyat berkoper uang.

“Apalagi alasan untuk aku tinggal lebih lama lagi di negara ini? korupsi dimana-mana? oh bukan. Jeritan rakyat gara-gara dimakan haknya oleh para oknum wakil rakyat? ah. aku sudah tidak menemukan orang berjas yang bermoral lagi di negara ini. Aku sudah dipencudangi kelakuan bejad para koruptor”. ucap Gema. Tangannya membawa koper dan pasport. Sambil memasukan barang bawaan ke taksi biru itu. Dia akan keluar negeri menimba ilmu. Bukan itu saja. Gema malah akan mengabdikan hasil ilmunya itu di negara orang.

“Ibu mengerti nak kekecewaanmu pada orang-orang itu. Tapi nak, kamu jangan melihat dengan mata kiri saja. Coba mata kanan kamu buka. Dan lihat betapa banyak orang mulia di luar sana” ibuku mencoba menahan niatku.

Aku terdiam. Berita pagi malah menayangkan liputan seputar korupsi. Kali ini pejabat yang lain lagi dari berita kemarin. Ah berapa puluh orang lagi oknum pejabat yang akan bergentayang di televisi terkena kasus korupsi. Tekadku BULAT sudah. “Aku pergi dulu bu. Doakan aku bu” aku mencium tangan ibu.


Di taksi, perhatianku teralih pada pria berjas itu. Aku tau dia pejabat tinggi negeri. “Aku akan membuktikan pada ibu. Tak ada lagi sisa pejabat tinggi yang benar-benar bersih” bisiku. “Ikuti mobil itu pak” ucapku kepada supir itu. Pesawatku akan terbang pukul 5 nanti. sekarang masih pukul 6. Ada waktu untuk membuktikan pradugaku ini pada pejabat tadi.

Pejabat itu terlihat mendekati polisi di pos itu. Aku merekamnya melalui camera digitalku. Pejabat itu lalu memberikan uang pada polisi. “Kena kau!” ucapku penuh kemenangan. Ku ikuti lagi pejabat itu. Kali ini dia malah menemui seseorang di cafe itu. “Hay Pak Budi” ucap laki-laki yang ditemuinya itu. Oh ternyata pak Budi namanya.

“Bagaimana? Bisa anda lakukan apa yang saya sudah bicarakan?” ucap pejabat itu.
“Tapi. Aku takut ketahuan pak.” “Tenang saja. Polisi tadi sudah saya urus”
“Oh begitu. Jadi saya tinggal melakukan apa yang bapak mau?”
“Iya lalu jangan lupa tutup mulutmu yah”

“Apa ini? sepertinya dia begitu profesional” gumamku emosi. Kuikuti lagi mobil itu. Jam menunjukan angka 12 tapi pejabat itu masih saja berada di jalan. “Ah bukannya kerja. Dasar mereka cuma bisa bilang setuju pas rapat”. Mobil itu terparkir di suatu tempat. Pejabat itu memberi uang pada supir truk yang membawa barang ditutupi kain di belakangnya. “Ah sudah tidak beres” ucapku kesal. Aku akan turun dari taksi dan menanyakan pejabat macam apa dia ini. Tapi dia sudah menaiki mobilnya lagi dan melajukan mobilnya lagi.

Aku sudah tau, Dia melakukan transaksi ilegal. Lalu menyogok beberapa polisi terus menyogok seseorang di cafe tadi. Aku memencet-mencet handphone. Menelpon polisi, memberikan bukti melalui video yang kurekam dari tadi lalu menendang pejabat itu ke televisi. Dan dicap sebagai pejabat yang tidak jujur.

Aku sudah mengirimkan video itu. Sebentar lagi dia pasti akan mendekam di penjara. Aku menyuruh supir untuk langsung ke bandara saja. Misiku sudah selesai. Di jalan aku lagi-lagi melihat mobil pejabat itu terparkir disana, di depan panti asuhan. “Pejabat memang pandai bersandiwara” ucapku murka. Tapi truk itu juga datang kesana dan di truk itu ada laki-laki yang ditemui pejabat itu di cafe tadi. Lalu polisi yang diberi uang terlihat mengawal truk itu. Apa ini? aku berhentikan taksi ini.

“Ini bu sedikit sumbangan dari saya untuk panti asuhan ini. Semoga bermanfaat” ucap pejabat itu. Ibu itu pun tersenyum.
Barang yang ada di truk tadi. ternyata adalah sembako yang akan disumbangkan.
“Nah sekarang selesai. Jangan lupa jangan kasih tau orang-orang tentang apa yang saya lakukan sekarang yah (menyumbang). Biar jadi rahasia kita saja” ucap pejabat itu. Polisi dan pria cafe itu pun tertawa bersama.

Air mataku menetes. ternyata benar kata ibu. Saya hanya melihat dengan mata kiri saja. Melihat dengan amarah. Tidak dengan mata kanan. Mata untuk melihat orang mulia seperti pejabat tadi. “Rekamannya?” untung saja ada masalah jaringan dan rekamannya tidak terkirim. Tapi aku tetap akan menimba ilmu di luar negeri. Hanya saja sekarang aku lebih ingin mengabdi di negara ini. Negaranya para orang mulia. Seperti pejabat itu… “Pejabat Mulia”

Cerpen Karangan: Dae Husaini
Blog: Daehusaini.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar