Kamis, 25 September 2014

Satpol: Tumbuhkan Rasa Memiliki




MINIMNYA cahaya dari lampu jalan diakui menjadi salah satu pemicu sejumlah lokasi di Bontang menjadi tempat melakukan aksi negatif. Namun demikian, pemerintah tidak bisa serta-merta mengusulkan pengadaan lampu. Jika rasa memiliki atas wilayahnya belum tumbuh di hati warga Bontang. Salah satu wujudnya, dengan menjaga wilayah bukan atas dasar bayaran atau kewajiban. Tapi dilakukan atas dasar rasa memiliki.
“Tumbuhkan rasa memiliki wilayah tempat tinggalnya, adalah cara agar fasilitas umum yang jadi tempat mesum itu, bisa bersih. Karena mereka bekerja bukan karena kewajiban dan uang, Tapi karena rasa memiliki itu,” tegas Ahmad Yani, Kepala Satpol PP Bontang.
Menurutnya, salah satu wilayah patut menjadi contoh dalam hal mewujudkan rasa memiliki wilayah itu adalah Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara.
Dijelaskan Yani, awalnya, kelurahan Bontang Kuala, tercatat sebagai lokasi paling rawan menjadi tempat aksi negatif oknum pemuda Bontang. Biasanya paling banyak adalah aktivitas memadu kasih oleh pasangan lawan jenis tanpa ikatan pernikahan. Bahkan, saat razia, pihaknya kerap memergoki oknum pasangan tengah memadu kasih di sepanjang trotoar Bontang Kuala, saat itu masih dengan cahaya remang-remang.
“Kami sering dapati mereka itu lagi menghitung daun mangrove yang jatuh (berduaan di tempat gelap, Red.). Itu kan tidak ada habisnya. Saat itu kondisi di sana didukung minimnya penerangan, karena lampu rusak,” terangnya.
Menyadari kondisi itu, dia pun mengusulkan agar sepanjang trotoar itu diubah menjadi tempat berjualan, seperti sekarang. Dengan begitu, lampu jalan yang semula sering padam lantaran dirusak oknum tak dikenal, secara otomatis ada penjaganya.
“Saya sempat usulkan supaya tempat itu bisa dijadikan tempat jualan saja. Ternyata Pak Lurah setuju, dan Disperindagkop (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Red.) juga sepakat. Jadi kami tidak menertibkan mereka ketika jualan di trotoar. Lampu yang sudah diganti, akhirnya aman tidak rusak lagi,” akunya.
Namun salah satu budaya patut dicontoh wilayah lain di Bontang pada wilayah itu, khususnya sejumlah lokasi diduga sebagai tempat rawan mesum, adalah semangat gotong-royong, dan rasa memiliki warga di sana. Bahkan, mulai dari Ketua RT, Ormas setempat, Karangtaruna, tokoh masyarakat kompak mengawasi wilayahnya agar terbebas dari aktivitas negative.
“Jadi mereka kerja bukan lagi karena kewajiban atau uang semata. Tapi mereka bekerja karena perduli dengan wilayanya. Hasilnya, memang efektif. Di trotoar sudah jarang ada temuan orang pacaran. Sementara di dalam, juga selalu dikontrol petugas keamanan,” tandasnya.
Lanjutnya, ketika rasa memiliki sudah ada dalam diri warga, maka barulah pemerintah bisa mengusulkan pengadaan lampu jalan. Entah melalui program Rp 50 Juta Per RT (Prolita), atau sumber lain. Karena sudah tidak sia-sia lagi. Lantaran bisa kembali dirusak oknum merasa terganggu.
“Setelah rasa memiliki itu ada, baru pemerintah bisa mengusulkan pengadaan lampu jalan. Supaya tidak sia-sia,” tutupnya. (in)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar