KETUA Asosiasi Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bontang Rustam membantah buruknya komunikasi dengan anggotanya.
Bahkan
ia menjamin, puluhan pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam asosiasi
itu, berjalan harmonis. Dia mengaku selalu menekankan, agar anggotanya patuh
atas setiap kebijakan yang diterapkan.
“Kata
siapa komunikasi saya dengan anggota kurang baik? Itu keliru. Buktinya, selama
ini, anggota saya selalu patuh dengan instruksi saya. Soalnya, kalau ada yang
tidak nurut, saya bisa jamin, kami tak akan bela ketika mereka terkena
masalah,” tegas Rustam saat dihubungi
kemarin.
Rustam
mengakui, beberapa waktu lalu, telah dikabarkan temuan-temuan pelanggaran
terjadi di hotel atau penginapan berada dalam binaan PHRI Bontang. Di
antaranya, tindakan mesum, hingga pengunjung tanpa kartu identitas diri.
Namun menurut
dia, kesalahan seperti itu, selalu menjadi perhatian PHRI. Bahkan dia tak bosan mengingatkan agar selalu taat
akan instruksi diamanatkan. Di antaranya, mewajibkan setiap penghuni hotel meninggalkan
KTP pada receptionis.
“Tapi hal
seperti itu bisa terjadi karena banyak hal.
Tentu bisa lebih jelas jika ditanyakan kepada pemilik hotelnya. Tapi
prinsipnya, saya juga tidak menutup mata akan hal itu. Sebagai Ketua PHRI, saya
selalu berusaha memberi pengertian kepada anggota tentang aturan main sejalan
dengan kebijakan pemerintah,” bebernya.
Sebab
disadari, bahwa sebagai Kota Jasa, Industri dan Kota Taman dengan motto agamais
itu, tetap menjadi acuan dan pertimbangan mereka dalam berbisnis.
Namun
Rustam menegaskan, ketika terjadi pelanggaran di Tempat Hiburan Malam (THM)
Bontang, dia menolak dipersalahkan. Sebab hal itu bukan lagi menjadi
tanggungjawab PHRI, melainkan, asosiasi khusus mewadahi pengusaha THM.
“Kalau
ada kedapatan pesta pora saat razia THM, itu tidak bisa menyalahkan kami. Itu
perlu dicatat. Karena mereka punya asosiasi tersendiri. Saya tidak tahu pasti,
ketuanya. Yang jelas, kami hanya menaungi hotel dan restoran. Sementara sejenis
biliar dan lainnya, itu hanya anggota biasa,” ulasnya.
Rustam
justru mempertanyakan peran Disbudpar dalam membina hotel dan restoran di
Bontang. Termasuk di dalamnya, pengusaha THM. Sebab dia belum pernah mendengar
ada upaya pembinaan berlaku secara rutin kepada pengusaha di bawah bidang pariwisata.
“Kalau
Disbudpar menuduh kami tidak efektif koordinasi dengan anggota, itu mungkin
sebuah risiko ketua, saya tidak keberatan soal itu. Tapi Disbudpar sendiri,
peran apa yang sudah diberikan kepada pengusaha di bawah naungan PHRI ? Saya
belum ada dengar ada pembinaan ke anggota kami. Paling yang ada baru-baru ini
hanya sebatas sosialisasi TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata, Red.). Itu pun
dari Pemprov,” tegasnya.
Namun
demikian, Rustam kembali menegaskan, miring soal komunikasi dirinya dengan
anggota, tidak ada masalah. Bahkan dia berani menjamin, para pengusaha yang
hadir saat sosialisasi penutupan THM serta pengaturan operasi hotel selama
Ramadan lalu, tak satu pun tertangkap melakukan pelanggaran.
“Saya
jamin, teman-teman yang hadir saat sosialisasi sebelum Ramadan lalu, itu tidak
ada melanggar dan tertangkap petugas. Jadi saya kira, tudingan itu, tidak punya
dasar. Justru peran Disbudparlah yang mesti diperjelas,” tutupnya. (in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar