Jumat, 26 September 2014

Mimpi Anak Jalanan




Mimpi ku, seorang Bintang, hanya sederhana. Aku tak minta sesuatu yang macam-macam. Aku tak minta rumah mewah, bergelimang harta, dan bukan juga mobil sport macam Lamborghini. Aku hanya ingin, aku dapat merasakan yang namanya mengenyam pendidikan, yang namanya merajut mimpi, yang namanya menggapai cita-cita. Sederhana bukan? Setiap malam, aku selalu mengirim doa pada Yang Maha Kuasa, bersimbah air mata di hadapanNya. Tapi selama sebelas tahun aku terus berdoa, yang isinya itu-itu saja, selama itu pula Allah belum menjawab dan mengabulkan doaku. Mungkin ini bukan takdirku, takdirku hanyalah menjadi seorang pengamen yang bodoh. Tapi itu semua tak membuatku putus asa. Justru membuatku semakin giat berdoa pada Allah.

“Hamba tak ingin menjadi pandai, tapi saat hamba pandai, hamba lupa dengan Mu. Hamba tak ingin menjadi seorang kaya, namun saat hamba kaya iman hamba rusak. Hamba tak ingin sehat, kalau dikala sehat, hamba melupakan nikmat Mu. Hamba tak ingin hidup, tapi saat hamba diberi kesempatan menghirup oksigen, hamba lalai dengan perintah Mu. Kalau memang Engkau belum mengizinkan hamba duduk memperhatikan penjelasan guru, di dalam kelas, tak mengapa, mungkin inilah yang terbaik untuk hamba,” hanya lima kalimat itu yang dapat aku ucapkan usai shalat.

Umurku sudah sebelas tahun, tapi aku belum pernah merasakan yang namanya kasih sayang kedua orangtua. Belaian lembut seorang Bapak, dan pelukan sayang seorang Ibu. Tak pernah aku mencicipi yang namanya kasih sayang dari orangtua. Aku saja, tak tahu dimana kedua orangtuaku.

Sejak kecil, aku hidup di antara debu jalanan, di antara gedung-gedung pencakar langit yang tinggi, di antara ketamakan manusia-manusia zaman sekarang. Untuk menghidupi kebutuhanku, aku mencoba mengamen. Kebutuhan hidupku hanya dua, makanan dan minuman. Tak ada gitar, atau kendang, hanya ada tepukan tangan dan jentikan jari yang mengiringi nyanyianku. Sejak pemerintah melarang masyarakat untuk memberikan uang pada pengemis dan pengamen sepertiku, nasibku makin tak karuan. Hidupku semakin kelam. Apakah pemerintah itu tak punya hati. Boleh saja mereka melarang masyarakat untuk memberikan uang untuk aku dan teman-temanku, yang sama-sama mengamen. Dan mereka yang hanya bisa menengadahkan tangan untuk mengemis. Tapi, pemerintah memberikan kami uang yang pantas untuk kehidupan sehari-hari, setidaknya pekerjaan untuk kami. Kalian semua hanya bisa memakan uang rakyat, hanya bisa menyengsarakan nasib kaum lemah. Kalian semakin kaya, hidup mewah serba kecukupan, sementara kami, hidup dalam penderitaan, hidup dalam kekejaman ekonomi, dan hidup jauh dari kalimat sederhana.

Kalau kami tak dapat merasakan nikmatnya hidup dengan uang, setidaknya berikan kami pendidikan yang layak. Kalau kami pintar, toh nantinya bangsa ini yang semakin maju. Mana hati nurani kalian? Apakah tak ada satu sajakah hati yang masih bersih, yang tak ternodai dengan korupsi, yang tak ternodai dengan kemaksiasiatan, yang tak ternodai dengan keserakahan.

Aku cuma rakyat kecil yang tak bisa berbuat apa-apa. Ingin melawan, kalian mengancam, ingin memberontak, kalian mengelak, ingin marah kalian malah mencemooh.

Akankah keadilan akan datang. Kalian hanya diperkuda jabatan. Kami muak dengan ketidak adilan dan keserakahan. Tolong dengarkan suara rakyatmu wahai pemerintah bi*dab! Dengarkan jeritan marah kami setiap detiknya, jerit marah karena ketidak becusanmu mengurus negeri tanpa kemudi ini. Negeri kelam yang suram. Haruskah yang Diatas mengirimkan bala bencana untuk kalian, barulah kalian sadar akan perbuatan iblis kalian sendiri? Tahukah kalian Indonesia masuk dalam daftar 100 negara termiskin di dunia. Urutan ke 68. Seharusnya kalian malu, menjadi seorang pejabat pemerintah, maupun pejabat negara, namun bangsanya masuk ke dalam daftar negara termiskin.

Hanya satu yang kuminta! Sejahterakanlah rakyatmu. Entah dengan uang, dengan pendidikan yang layak, atau pelayanan sosial yang memuaskan, atau setidaknya engkau berikan kami bahan makanan, sehingga kami tak kekurangan gizi, tidak mengidap malnutrisi. Banyak keluarga kami yang terkena marasmus dan kwasiokor. Penuhi janji-janjimu dulu saat kau akan dipilih oleh kami. Mensejahterakan rakyat, tiada kemiskinan, semua perut rakyat akan kenyang, dijamin semua dapat pekerjaan dan penghasilan yang tetap, pendidikan akan dinomorsatukan, pelayanan umum akan dimaksimalkan, tiada kata korupsi. Itu semua janji manismu. Tapi sekarang, apa yang terjadi? Lebih banyak rakyat yang melarat dari pada yang berkecukupan, rakyat-rakyatmu kelaparan disini, perut kami kosong selama tiga hari, sementara kalian disana kekenyangan dengan makanan mewah berbintang lima yang dibeli dengan uang hasil korup, katamu dulu semua rakyat akan mendapat pekerjaan dan gaji yang tetap, namun hasilnya nihil. Saudaraku sibuk mengais sampah di setiap sudut kota, penghasilannya hanya cukup membeli tiga potong roti, sedangkan tetanggaku sibuk meminta belas kasihan pada para pejalan kaki dengan mengemis. Kalau katamu pendidikan dinomorsatukan, kenapa aku masih mengamen dan bukannya belajar di dalam gedung sekolah. Bukti lain kegagalanmu memimpin Indonesia pelayanan umum yang minus. Tak ada kata Rumah Sakit untuk kami, karena kami tentu tak punya uang untuk membayar biaya Rumah Sakit yang mahalnya selangit. Tiada kata korupsi? Bohong besar. Tiada hari tanpa kata korupsi. Hak-hak milik rakyat kau rampas juga. Dasar PHP! Pemberi Harapan Palsu.


“Hmmm… ceritamu bagus banget Bintang!” pujiku usai membaca karangan bocah 11 tahun yang sedang duduk di sampingku ini.
“Makasih Kak. Sekarang, aku bisa membuktikan kan, walaupun aku cuma anak jalanan yang masih ingusan, yang gak berpendidikan, tapi aku bisa merangkai kata-kata untuk mengkritik para Iblis Indonesia, yang merampas kesejahteraan dan kebahagiaan kami Kak!” Bintang berkata dengan semangat yang membara.

Aku salut padanya. Rencananya, karangan buah karya Bintang Rizky Diwangga itu akan kukirimkan untuk mengikuti lomba tulis cerpen yang bertema kritik untuk pemerintah. Dan tulisannya itu menyentuh hati. Setelah membaca karangan Bintang, hatiku jadi tergerak. Suatu saat nanti, aku akan mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu. Agar mereka nanti bisa meneruskan kepemimpinan bangsa ini. Agar mereka bisa melambungkan nama Indonesia di kancah dunia, dalam bidang apapun. Agar mereka dapat menghapus fakta, bahwa Indonesia masuk ke dalam daftar 100 negara termiskin di dunia. Bintang, kamulah harapanku!

Cerpen Karangan: Maharani Rachmawati Purnomo
Facebook: Rachma Maharani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar