KASUS LAMA: Meskipun berada di wilayah Kutim, warga Sidrap ini mencari mata pencaharian di Bontang |
Akui
Miliki E-KTP dan Terima Prolita
BONTANG – Tujuh Rukun
Tetangga (RT) di Sidrap, yakni RT 19 sampai RT 25 Kelurahan Guntung, Bontang
Utara telah memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). Meskipun, sisi Undang-Undang
Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pemekaran wilayah Bontang, Kutim, dan Berau, Desa
Marthadinata salah satunya Sidrap masuk wilayah Kutim.
Kepemilikan
E-KTP ini bukan tanpa alasan, karena mayoritas warga di 7 RT ini ingin diakui
sebagai warga Bontang. Ketua RT 23 Kelurahan Guntung Kampung Sidrap Sugianto
misalnya. Dia mengungkap, sekira 99 persen dari 7 RT meliputi RT 19 hingga RT
25 tak pernah merasa sebagai warga Kutim. Misalnya saja warganya yang berjumlah
sekira 130 Kepala Keluarga (KK) itu merekam E-KTP di Bontang. Karena, pemenuhan
kebutuhan hidup mulai dari pedidikan, kesehatan hingga pekerjaan semua ada di
Bontang.
“Hampir
99 persen, warga Sidrap itu pro Bontang. Makanya, kalau pun ada aturan
ditetapkan Kemendagri soal penetapan status Sidrap sebagai wilayah Kutim, kami
tetap rekam E-KTP di Bontang,” jelasnya pada Bontang Post, Selasa (28/1) kemarin.
Karena, kata
dia, selama ini, Pemkab Kutim sebatas mengklaim. Namun tak pernah melakukan
sesuatu apapun. Misalnya saja, menyalurkan bantuan baik pembangunan
infrastruktur maupun sosial. Berbeda dengan Bontang, sejauh ini masih terus
memberikan bantuan terhadap ke-7 RT di wilayah tersebut.
Misalnya saja,
seluruh RT di tempat itu tetap bisa mendapat bantuan sosial lewat dana Program
Rp 50 Juta Per RT (Prolita). Namun, tidak demikian dengan usulan pembangunan.
“Karena,
lahannya masuk Kutim, makanya mungkin Pemkot tidak berani. Kalau usulan sosial
kami masih dapat,” bebernya.
Bukan tanpa
upaya, warga Sidrap telah melakukan berbagai upaya. Misalnya saja, melalui
forum 7 RT di daerah itu, telah beberapa kali mengajukan penegasan wilayah agar
UU tentang penetapan Kampung Sidrap sebagai wilayah Kutim dapat berubah.
Bahkan, lanjut dia, pada 2013 lalu, pihaknya telah mengupayakan hal itu ke
Pemkab Kutim hingga Pemprov. Berita yang dia peroleh, antara Pemkot Bontang dan
Pemkab Kutim telah sepakat melepas Sidrap masuk Bontang. Hanya saja, ditolak
Pemprov Kaltim.
“Kabarnya sih,
Pemkot sama Pemkab sudah sepakat membebaskan Sidrap masuk Bontang, tapi belum
disetujui Pemprov. Tapi, belum tahu itu benar atau hanya isu. Yang pasti,
apapun yang terjadi. Kami ini warga Bontang bukan Kutim,” tegasnya.
Senada, Sutidusung
Ketua RT 22 Kampung Sidrap lain
membenarkan hal itu dan menambahkan. Bahwa warga Sidrap itu warga Bontang. Di
wilayahnya saja, jumlah suara yang bisa disumbangkan saat Pemilukada bisa capai
300 suara dari total 200 KK. “ Kalaupun ada yang pro Kutim, itu pasti ketua RT
atau Dusunya. Makanya mereka ikut Kutim,” terangnya.
Terkait
pembagian wilayah itu, dia hanya menyesalkan, kenapa dulu Pemkot Bontang
menetapkan Jalan Pipa sebagai batas wilayah. Padahal itu kan buatan manusia.
Idealnya, yang jadi batasan itu, yang dibuat alam. Seperti gunung atai sungai.
Itu kan tidak akan berubah. Kalau buatan manusia itu bisa saja berubah.
“Biasanya kan,
pakai batasan alam. Misanya dari satu gunung ke Gunung lainnya. Lebih mudah
dikenali. Dan tidak akan berubah,” ujarnya.
Meski begitu,
dia bersama warga Sidrap lain, tetap sebagai warga Bontang, apapun yang
terjadi.
“Kami lahir dan
besar di Sidrap. Cari makan untuk keluarga di Bontang. Jadi kalau ada yang nyuruh kami pindah atau minta masuk
Kutim, yang sampai saat ini tidak pernah memberi manfaat apa-apa ke kami, itu
sudah salah besar,” tegasnya.
Sebelumnya,
Kadisdukcapil Kutim Murdiansyah menyebut bahwa sebanyak 2 ribu warga Kampung
Sidrap merekam e-KTP di Bontang. Padahal secara administrasi mereka masuk
wilayah Kutim. Disdukcapil Kutim pun telah menyurat sebanyak 2 kali ke Pemkot. Agar data hasil
rekaman itu diserahkan. Namun, tak kunjung direspon. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar