Kamis, 12 Juni 2014

Warga Sidrap Pilih Bontang



KASUS LAMA: Meskipun berada di wilayah Kutim, warga Sidrap ini mencari mata pencaharian di Bontang

Akui Miliki E-KTP dan Terima Prolita

BONTANG – Tujuh Rukun Tetangga (RT) di Sidrap, yakni RT 19 sampai RT 25 Kelurahan Guntung, Bontang Utara telah memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). Meskipun, sisi Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pemekaran wilayah Bontang, Kutim, dan Berau, Desa Marthadinata salah satunya Sidrap masuk wilayah Kutim.
Kepemilikan E-KTP ini bukan tanpa alasan, karena mayoritas warga di 7 RT ini ingin diakui sebagai warga Bontang. Ketua RT 23 Kelurahan Guntung Kampung Sidrap Sugianto misalnya. Dia mengungkap, sekira 99 persen dari 7 RT meliputi RT 19 hingga RT 25 tak pernah merasa sebagai warga Kutim. Misalnya saja warganya yang berjumlah sekira 130 Kepala Keluarga (KK) itu merekam E-KTP di Bontang. Karena, pemenuhan kebutuhan hidup mulai dari pedidikan, kesehatan hingga pekerjaan semua ada di Bontang.
“Hampir 99 persen, warga Sidrap itu pro Bontang. Makanya, kalau pun ada aturan ditetapkan Kemendagri soal penetapan status Sidrap sebagai wilayah Kutim, kami tetap rekam E-KTP di Bontang,” jelasnya pada Bontang Post, Selasa (28/1) kemarin.
Karena, kata dia, selama ini, Pemkab Kutim sebatas mengklaim. Namun tak pernah melakukan sesuatu apapun. Misalnya saja, menyalurkan bantuan baik pembangunan infrastruktur maupun sosial. Berbeda dengan Bontang, sejauh ini masih terus memberikan bantuan terhadap ke-7 RT di wilayah tersebut.
Misalnya saja, seluruh RT di tempat itu tetap bisa mendapat bantuan sosial lewat dana Program Rp 50 Juta Per RT (Prolita). Namun, tidak demikian dengan usulan pembangunan.
“Karena, lahannya masuk Kutim, makanya mungkin Pemkot tidak berani. Kalau usulan sosial kami masih dapat,” bebernya.
Bukan tanpa upaya, warga Sidrap telah melakukan berbagai upaya. Misalnya saja, melalui forum 7 RT di daerah itu, telah beberapa kali mengajukan penegasan wilayah agar UU tentang penetapan Kampung Sidrap sebagai wilayah Kutim dapat berubah. Bahkan, lanjut dia, pada 2013 lalu, pihaknya telah mengupayakan hal itu ke Pemkab Kutim hingga Pemprov. Berita yang dia peroleh, antara Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim telah sepakat melepas Sidrap masuk Bontang. Hanya saja, ditolak Pemprov Kaltim.
“Kabarnya sih, Pemkot sama Pemkab sudah sepakat membebaskan Sidrap masuk Bontang, tapi belum disetujui Pemprov. Tapi, belum tahu itu benar atau hanya isu. Yang pasti, apapun yang terjadi. Kami ini warga Bontang bukan Kutim,” tegasnya.
Senada, Sutidusung Ketua RT  22 Kampung Sidrap lain membenarkan hal itu dan menambahkan. Bahwa warga Sidrap itu warga Bontang. Di wilayahnya saja, jumlah suara yang bisa disumbangkan saat Pemilukada bisa capai 300 suara dari total 200 KK. “ Kalaupun ada yang pro Kutim, itu pasti ketua RT atau Dusunya. Makanya mereka ikut Kutim,” terangnya.
Terkait pembagian wilayah itu, dia hanya menyesalkan, kenapa dulu Pemkot Bontang menetapkan Jalan Pipa sebagai batas wilayah. Padahal itu kan buatan manusia. Idealnya, yang jadi batasan itu, yang dibuat alam. Seperti gunung atai sungai. Itu kan tidak akan berubah. Kalau buatan manusia itu bisa saja berubah.
“Biasanya kan, pakai batasan alam. Misanya dari satu gunung ke Gunung lainnya. Lebih mudah dikenali. Dan tidak akan berubah,” ujarnya.
Meski begitu, dia bersama warga Sidrap lain, tetap sebagai warga Bontang, apapun yang terjadi.
“Kami lahir dan besar di Sidrap. Cari makan untuk keluarga di Bontang. Jadi kalau ada yang nyuruh kami pindah atau minta masuk Kutim, yang sampai saat ini tidak pernah memberi manfaat apa-apa ke kami, itu sudah salah besar,” tegasnya.
Sebelumnya, Kadisdukcapil Kutim Murdiansyah menyebut bahwa sebanyak 2 ribu warga Kampung Sidrap merekam e-KTP di Bontang. Padahal secara administrasi mereka masuk wilayah Kutim. Disdukcapil Kutim pun telah menyurat sebanyak 2 kali ke Pemkot. Agar data hasil rekaman itu diserahkan. Namun, tak kunjung direspon. (*/in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar