Kamis, 12 Juni 2014

Air Keruh, Warga Ngeluh


Takut Gatal-Gatal, Warga Lhoktuan Pilih Mandi Pakai Air Galon

DIPERMAK: Perbaikan WTP oleh petugas PDAM ini mesti dilakukan agar pelayanan air bersih bisa maksimal

BONTANG – Pelayanan air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Taman Bontang kembali dikeluhkan. Khususnya warga RT 18 Kelurahan Lhoktuan, Bontang Utara. Jika sebelumnya lantaran air kerap mati, kini bertambah dengan warna air berubah keruh berwarna Cokelat susu. Akibatnya, banyak warga enggan mengkonsumsi air tersebut. Melainkan membeli air galon untuk kepentingan memasak maupun mandi. Namun, bagi yang tak mampu membeli, terpaksa menggunakan air itu. Sekalipun, menyebabkan tubuh penggunanya gatal-gatal.
Muslimah, warga RT 18 Lhoktuan menuturkan, pelayanan air bersih PDAM Tirta Taman Bontang kian memburuk sejak beberapa bulan terakhir. Sebab, selain krisis air yang hingga kini tak kunjung teratasi, lantaran belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga secara maksimal, tiba-tiba, warna air yang sudah parah itu, berubah keruh berwarna cokelat.
“Jadi lengkap sudah. Airnya sudah tidak lancar ngalirnya, ditambah lagi airnya keruh. Seperti susu cokelat. Bedanya, ‘susu’ yang ini ada campuran tanahnya,” ujarnya pada Bontang Post, Rabu (5/2) kemarin.
Karena keruh, sambung dia, maka dia dan keluarga pun mesti mengatur strategi. Yakni, dengan mengendapkan air yang didistribusikan PDAM selama beberapa jam. Tujuannya, agar tanah terkandung dalam air tersebut terendapkan di dasar wadah. Sehingga, layak digunakan.
Hanya saja, sekalipun upaya itu telah dilakukan, kata Muslimah, tetap saja, air keruh tersebut tak bisa berubah jernih. Karena lelah, dia memutuskan, hanya menggunakan air itu untuk kebutuhan mandi cuci kakus (mck). Berbeda dengan kebutuhan memasak dan minum, maka dia memutuskan membeli air bersih ke depot air terdekat. Dengan harga Rp 5 ribu per galon.  
“Kalau mau diminum atau memasak, saya kira tidak bisa. Masa iya mau minum air keruh?. Makanya, untuk masak dan minum, kami beli air galon di pengusaha terdekat,” ujarnya.
Diakuinya, selama menggunakan air keruh itu untuk mandi, dia merasakan tubuhnya sedikit gatal. Hanya saja, dia mengaku belum berani mengklaim, apakah karena air itu atau ada sebab lain.
“Memang gatal-gatal sih. Tapi, enggak tahu apakah karena air ‘susu’ ini. Karena, kami kan tidak ada bukti berupa hasil survey dan belum diteliti. Yang pasti, kondisi ini (gatal) saya rasakan sejak mandi air cokelat ini,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan ibu rumah tangga lain yang akrab disapa Ibu Wiwi. Menurutnya, kondisi air selama beberapa hari terakhir memang sangat memperihatinkan. Sebab, dia yang hanya sebagai tamu di rumah sang adik itu, mengaku tak pernah melihat air bersih dikelola pemerintah, tapi tidak bermutu. Bahkan dia menlai itu bisa mengancam kesehatan konsumennya.
“Saya baru saja tinggal di rumah adik saya di RT 18 ini. Kebetulan dari Jawa. Tapi, air bersih milik pemerintah yang keruhnya seperti ini, baru nemu di Bontang. Kecuali, kalau di kali (sungai), di sana mungkin saja ada,” kata wanita paruh baya ini.
Bahkan, akibat buruknya kondisi air di Bontang, dia mengaku harus kejar-kejaran waktu. Salah satunya, untuk mencuci piring. Di Bontang, dia tidak bisa mencuci piring langsung dari keran air. Sebab, air di rumah tersebut tidak menyala tiap hari. Kalaupun menyala, kata dia tidak sampai sejam. Akibatnya, dia harus begadang agar bisa bertemu air mengalir itu.
“Jadi cuci piring itu, tunggu airnya ngalir. Itupun kalau wadah yang kami punya sudah penuh. Makanya, gara-gara itu, pertama kali saya di sini, belum sempat kelar cucinya, air sudah mati. Makanya, harus disetop. Karena, kalau mau pakai air yang sudah ditampung, itu mubazir. Kan, untuk masak setelah diendapkan,” tuturnya.
Halimah warga lain menyebutkan, kondisi air bersih PDAM, tidak imbang dengan pembayaran. Sebab, kebutuhan air tidak mengalir lancar dan berkualitas buruk, namun ketika lambat membayar, diharuskan bayar denda Rp 5 ribu dari harga normal.
Belum lagi, dengan kondisi air keruh seperti ini, jelas menyurutkan niat menggunakannya. Sebab, dinilai tak layak konsumsi, bahkan mandi untuk ketiga anaknya pun dia tak tega. Sebab, berpotensi mengancam kesehatan.
“Kalau anak saya mandi pakai air keruh ini, bisa-bisa badannya gatal. Makanya, kebutuhan air di rumah, selama pelayanan PDAM seperti seperti sekarang, kami andalkan air sumur. Karena, air sumur punya saya jauh lebih jernih dari PDAM,” aku wanita bredarah Bugis itu.
Di sisi lain, kodisi itu menjadi beban khusus pelanggannya. Sebab, sekalipun tidak menggunakan air PDAM, dia tetap harus membayar penuh sesuai standar penggunaan yakni 10 liter kubik per bulan. Sekalipun penggunannya tidak mencukupi.
“Per 10 liter kubik per bulan, itu standar pemakaian. Jadi sekalipun kami tidak ada pakai air selama sebulan, kami tetap harus bayar full. Yakni Rp 50 ribu per bulan. Makanya, kami minta agar ada penjelasan dari PDAM. Kenapa kondisi seperti ini bisa terjadi. Supaya kami tidak berburuk sangka,” tandas wanita berbaju merah itu. (*/in)




WTP Lhoktuan Proses Perawatan 


Dadi Gunawan
KERUHNYA air di kawasan Lhoktuan disebabkan kotornya perangkat  Water Treatment Plant (WTP) Lhoktuan. Sehingga, butuh dilakukan proses perawatan (shutdown) rutin per 3 bulan sekali. Hal ini diungkapkan Hubungan Langganan (Hublang) PDAM Tirta Taman Dadi Gunawan, kemarin.
Tak hanya Lhoktuan, akibat perawatan itu, pelanggan di Kelurahan Belimbing pun mengalami hal sama. Namun, lanjut dia, kondisi air tetap batasan wajar dan layak dikonsumsi. Sebab, telah melalui tahap penyaringan.
“Tetap layak konsumsi. Karena tetap disaring lewat WTP Lhoktuan. Jadi, saya kira, ini hanya masalah kebiasaan saja,” kata dia.
Kebiasaan yang dia maksudkan, yakni warga tersebut telah terbiasa menikmati air bersih dan jernih dari PDAM. Praktis, ketika dia bertemu air yang sedikit berbeda warna agak kecokelatan, jelas mereka mengeluh dan melontarkan protes. Padahal, menurutnya, jika sejak semula mereka (warga) menikmati air dengan warna serupa kini, maka tidak akan merasa heran dan protes, jika posisinya seperti saat ini.
“Coba saja mereka tinggal di satu wilayah. Dan di sana mereka memperoleh air kurang jernih. Maka, ketika datang ke Bontang dengan kualitas air lebih baik, maka mereka pasti merasa salut. Jadi, intinya, ini cuma masalah kebiasaan,” kata Dadi lebih jauh. 
Dibeberkannya, penyebab keruhnya air di Kelurahan Lhoktuan, lantaran kondisi WTP-nya butuh pembersihan dan perawatan menyeluruh atau lebih tepat disebut proses shutdown. Dalam proses itu, seluruh perangkat inti WTP akan dibersihkan. Mulai dari sumur, air rator hingga penyaring akhir WTP. Sebab, proses pembersihan tersebut memang telah tiba. Yakni per tiba bulan sekali.
Lalu, masalah ketika ada warga mengalami gatal-gatal, kemungkinan besar terjadi kebocoran pipa. Praktis, ada unsur asing masuk ke jaringan pipa pelanggan tersebut dan menyebabkan penggunanya gatal-gatal. Sebab, dia menjamin, setiap air yang terdistribusi ke pelanggan, adalah steril. Lantaran telah diolah lewat WTP.
“Kalau masalah gatal-gatal, saya kira, kemungkinan paling masuk akal, ada kebocoran di satu titik pipa pelanggan. Karena sekalipun keruh, air kami itu steril,” tuturnya.
Karena, kata dia, pipa paralon milik PDAM saat ini, memang lebih rapuh dan mudah pecah. Bahkan, akibat pergeseran tanah saja bisa rusak.
“Makanya, saat ini, kami sedang mempersiapkan penggunaan pipa jenis    HDPE. Warnanya hitam. Bahannya elastis dan kuat tidak mudah bocor. Dan kalau ada dana, semua pipa pelanggan PDAM akan diganti. Supaya potensi pecah, yang ujungnya bermasalah itu tidak ada lagi,” bebernya.
Nah, lanjut dia, konsekuensi harus diterima, dalam proses tersebut, yakni pemadaman ditribusi air selama kurang lebih 12 jam sejak dikerjakan. Praktis sebanyak 2.850 pelanggan di Lhoktuan dan Belimbing, tak menerima distribusi air bersih. Tapi, setelah itu dilakukan, maka kondisi air akan kembali jernih. Bahkan tak menutup kemungkinan akan lebih jernih dari kondisi normal akhir sebelum kondisi saat ini.
Oleh sebab itu, kata dia, Kamis (6/2) nanti, akan dilakukan proses shutdown  di WTP Lhoktuan. Sementara, pada Sabtu (8/2) selanjutnya, akan berlanjut ke WTP Guntung. Keduanya bermula sejak pukul 07.00 hingga 19.00 Wita. Tujuannya, demi meningkatkan kualitas air bersih PDAM. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan air bersih warga yang menggunakan jasa kedua WTP di tempat berbeda itu.
“Kalau tidak ada kendala, untuk ke-dua WTP itu, hanya mati total selama 19 jam. Setelah itu, air keruh tidak ada lagi. Karena, masalahnya memang pada WTP,” tandasnya. (*/in)









                         


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar