Takut Gatal-Gatal, Warga Lhoktuan
Pilih Mandi Pakai Air Galon
DIPERMAK: Perbaikan WTP oleh petugas PDAM ini mesti dilakukan agar pelayanan air bersih bisa maksimal |
BONTANG – Pelayanan air bersih
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Taman Bontang kembali dikeluhkan.
Khususnya warga RT 18 Kelurahan Lhoktuan, Bontang Utara. Jika sebelumnya
lantaran air kerap mati, kini bertambah dengan warna air berubah keruh berwarna
Cokelat susu. Akibatnya, banyak warga enggan mengkonsumsi air tersebut.
Melainkan membeli air galon untuk kepentingan memasak maupun mandi. Namun, bagi
yang tak mampu membeli, terpaksa menggunakan air itu. Sekalipun, menyebabkan
tubuh penggunanya gatal-gatal.
Muslimah, warga RT 18 Lhoktuan
menuturkan, pelayanan air bersih PDAM Tirta Taman Bontang kian memburuk sejak
beberapa bulan terakhir. Sebab, selain krisis air yang hingga kini tak kunjung
teratasi, lantaran belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga secara
maksimal, tiba-tiba, warna air yang sudah parah itu, berubah keruh berwarna
cokelat.
“Jadi lengkap sudah. Airnya sudah
tidak lancar ngalirnya, ditambah lagi airnya keruh. Seperti susu cokelat.
Bedanya, ‘susu’ yang ini ada campuran tanahnya,” ujarnya pada Bontang Post,
Rabu (5/2) kemarin.
Karena keruh, sambung dia, maka dia dan
keluarga pun mesti mengatur strategi. Yakni, dengan mengendapkan air yang didistribusikan
PDAM selama beberapa jam. Tujuannya, agar tanah terkandung dalam air tersebut
terendapkan di dasar wadah. Sehingga, layak digunakan.
Hanya saja, sekalipun upaya itu telah
dilakukan, kata Muslimah, tetap saja, air keruh tersebut tak bisa berubah
jernih. Karena lelah, dia memutuskan, hanya menggunakan air itu untuk kebutuhan
mandi cuci kakus (mck). Berbeda dengan kebutuhan memasak dan minum, maka dia
memutuskan membeli air bersih ke depot air terdekat. Dengan harga Rp 5 ribu per
galon.
“Kalau mau diminum atau memasak, saya kira
tidak bisa. Masa iya mau minum air keruh?. Makanya, untuk masak dan minum, kami
beli air galon di pengusaha terdekat,” ujarnya.
Diakuinya, selama menggunakan air keruh itu
untuk mandi, dia merasakan tubuhnya sedikit gatal. Hanya saja, dia mengaku
belum berani mengklaim, apakah karena air itu atau ada sebab lain.
“Memang gatal-gatal sih. Tapi, enggak tahu apakah karena air ‘susu’ ini. Karena, kami
kan tidak ada bukti berupa hasil survey dan belum diteliti. Yang pasti, kondisi
ini (gatal) saya rasakan sejak mandi air cokelat ini,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan ibu rumah tangga lain
yang akrab disapa Ibu Wiwi. Menurutnya, kondisi air selama beberapa hari
terakhir memang sangat memperihatinkan. Sebab, dia yang hanya sebagai tamu di
rumah sang adik itu, mengaku tak pernah melihat air bersih dikelola pemerintah,
tapi tidak bermutu. Bahkan dia menlai itu bisa mengancam kesehatan konsumennya.
“Saya baru saja tinggal di rumah adik saya di
RT 18 ini. Kebetulan dari Jawa. Tapi, air bersih milik pemerintah yang keruhnya
seperti ini, baru nemu di Bontang. Kecuali, kalau di kali (sungai), di sana
mungkin saja ada,” kata wanita paruh baya ini.
Bahkan, akibat buruknya kondisi air di Bontang,
dia mengaku harus kejar-kejaran waktu. Salah satunya, untuk mencuci piring. Di
Bontang, dia tidak bisa mencuci piring langsung dari keran air. Sebab, air di
rumah tersebut tidak menyala tiap hari. Kalaupun menyala, kata dia tidak sampai
sejam. Akibatnya, dia harus begadang agar bisa bertemu air mengalir itu.
“Jadi cuci piring itu, tunggu airnya ngalir.
Itupun kalau wadah yang kami punya sudah penuh. Makanya, gara-gara itu, pertama
kali saya di sini, belum sempat kelar cucinya, air sudah mati. Makanya, harus
disetop. Karena, kalau mau pakai air yang sudah ditampung, itu mubazir. Kan, untuk masak setelah diendapkan,”
tuturnya.
Halimah warga lain menyebutkan, kondisi air
bersih PDAM, tidak imbang dengan pembayaran. Sebab, kebutuhan air tidak
mengalir lancar dan berkualitas buruk, namun ketika lambat membayar, diharuskan
bayar denda Rp 5 ribu dari harga normal.
Belum lagi, dengan kondisi air keruh seperti
ini, jelas menyurutkan niat menggunakannya. Sebab, dinilai tak layak konsumsi,
bahkan mandi untuk ketiga anaknya pun dia tak tega. Sebab, berpotensi mengancam
kesehatan.
“Kalau anak saya mandi pakai air keruh ini,
bisa-bisa badannya gatal. Makanya, kebutuhan air di rumah, selama pelayanan
PDAM seperti seperti sekarang, kami andalkan air sumur. Karena, air sumur punya
saya jauh lebih jernih dari PDAM,” aku wanita bredarah Bugis itu.
Di sisi lain, kodisi itu menjadi beban khusus
pelanggannya. Sebab, sekalipun tidak menggunakan air PDAM, dia tetap harus
membayar penuh sesuai standar penggunaan yakni 10 liter kubik per bulan.
Sekalipun penggunannya tidak mencukupi.
“Per 10 liter kubik per bulan, itu standar
pemakaian. Jadi sekalipun kami tidak ada pakai air selama sebulan, kami tetap
harus bayar full. Yakni Rp 50 ribu per bulan. Makanya, kami minta agar ada
penjelasan dari PDAM. Kenapa kondisi seperti ini bisa terjadi. Supaya kami
tidak berburuk sangka,” tandas wanita berbaju merah itu. (*/in)
WTP Lhoktuan Proses Perawatan
Dadi Gunawan |
KERUHNYA air di kawasan Lhoktuan disebabkan kotornya perangkat Water
Treatment Plant (WTP) Lhoktuan. Sehingga, butuh dilakukan proses perawatan
(shutdown) rutin per 3 bulan sekali. Hal
ini diungkapkan Hubungan Langganan (Hublang) PDAM Tirta Taman Dadi Gunawan,
kemarin.
Tak hanya Lhoktuan, akibat
perawatan itu, pelanggan di Kelurahan Belimbing pun mengalami hal sama. Namun,
lanjut dia, kondisi air tetap batasan wajar dan layak dikonsumsi. Sebab, telah melalui
tahap penyaringan.
“Tetap layak konsumsi. Karena
tetap disaring lewat WTP Lhoktuan. Jadi, saya kira, ini hanya masalah kebiasaan
saja,” kata dia.
Kebiasaan yang dia maksudkan,
yakni warga tersebut telah terbiasa menikmati air bersih dan jernih dari PDAM.
Praktis, ketika dia bertemu air yang sedikit berbeda warna agak kecokelatan,
jelas mereka mengeluh dan melontarkan protes. Padahal, menurutnya, jika sejak
semula mereka (warga) menikmati air dengan warna serupa kini, maka tidak akan
merasa heran dan protes, jika posisinya seperti saat ini.
“Coba saja mereka tinggal di satu
wilayah. Dan di sana mereka memperoleh air kurang jernih. Maka, ketika datang
ke Bontang dengan kualitas air lebih baik, maka mereka pasti merasa salut.
Jadi, intinya, ini cuma masalah kebiasaan,” kata Dadi lebih jauh.
Dibeberkannya, penyebab keruhnya
air di Kelurahan Lhoktuan, lantaran kondisi WTP-nya butuh pembersihan dan
perawatan menyeluruh atau lebih tepat disebut proses shutdown. Dalam proses itu, seluruh perangkat inti WTP akan
dibersihkan. Mulai dari sumur, air rator hingga penyaring akhir WTP. Sebab,
proses pembersihan tersebut memang telah tiba. Yakni per tiba bulan sekali.
Lalu, masalah ketika ada warga
mengalami gatal-gatal, kemungkinan besar terjadi kebocoran pipa. Praktis, ada
unsur asing masuk ke jaringan pipa pelanggan tersebut dan menyebabkan
penggunanya gatal-gatal. Sebab, dia menjamin, setiap air yang terdistribusi ke
pelanggan, adalah steril. Lantaran telah diolah lewat WTP.
“Kalau masalah gatal-gatal, saya
kira, kemungkinan paling masuk akal, ada kebocoran di satu titik pipa
pelanggan. Karena sekalipun keruh, air kami itu steril,” tuturnya.
Karena, kata dia, pipa paralon
milik PDAM saat ini, memang lebih rapuh dan mudah pecah. Bahkan, akibat
pergeseran tanah saja bisa rusak.
“Makanya, saat ini, kami sedang
mempersiapkan penggunaan pipa jenis
HDPE. Warnanya hitam. Bahannya elastis dan kuat tidak mudah bocor. Dan
kalau ada dana, semua pipa pelanggan PDAM akan diganti. Supaya potensi pecah,
yang ujungnya bermasalah itu tidak ada lagi,” bebernya.
Nah, lanjut dia, konsekuensi
harus diterima, dalam proses tersebut, yakni pemadaman ditribusi air selama
kurang lebih 12 jam sejak dikerjakan. Praktis sebanyak 2.850 pelanggan di
Lhoktuan dan Belimbing, tak menerima distribusi air bersih. Tapi, setelah itu
dilakukan, maka kondisi air akan kembali jernih. Bahkan tak menutup kemungkinan
akan lebih jernih dari kondisi normal akhir sebelum kondisi saat ini.
Oleh sebab itu, kata dia, Kamis
(6/2) nanti, akan dilakukan proses shutdown
di WTP Lhoktuan. Sementara, pada
Sabtu (8/2) selanjutnya, akan berlanjut ke WTP Guntung. Keduanya bermula sejak
pukul 07.00 hingga 19.00 Wita. Tujuannya, demi meningkatkan kualitas air bersih
PDAM. Sehingga, dapat memenuhi kebutuhan air bersih warga yang menggunakan jasa
kedua WTP di tempat berbeda itu.
“Kalau tidak ada kendala, untuk
ke-dua WTP itu, hanya mati total selama 19 jam. Setelah itu, air keruh tidak
ada lagi. Karena, masalahnya memang pada WTP,” tandasnya. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar