Rabu, 11 Juni 2014

Kapok Isap Lem, Ganti Miras Oplosan

Menelusuri Jejak Kenakalan Oknum Pelajar--SUB



Aktivitas menghisap lem alias ngelem rupa-rupanya menjadi ‘trend’ di kalangan oknum remaja Bontang. Penelusuran media ini menyimpulkan, tidak sulit mencari keberadaan para penghisap uap solven tersebut di sejumlah tempat.

IMRAN IBNU, Bontang

Kabar teranyar dari pesan singkat yang diterima Redaksi Bontang Post pada Kamis (9/1) lalu dari warga, aksi negatif ini disinyalir kerap berlangsung di sekitar sebuah warnet yang berada di Jalan Juanda.
Belum bertemu apa yang dicari, media ini sudah menemukan hal yang mencurigakan. Tumpukan sampah yang diduga kuat menjadi bahan minuman keras (miras) oplosan berserakan. Letaknya, di salah satu sisi jalan, tak jauh dari lokasi warnet yang dimaksud. Disana, tampak puluhan bungkus obat batuk sachet bersama botol minuman penambah stamina merek Krantingdaeng. Dari semua benda-benda yang berserakan itu, salah satu yang mencurigakan adalah sampah dari botol air mineral. Kondisinya, bagian atas botol ini telah terpotong. Belakangan diketahui, hal ini dilakukan oknum remaja sebagai wadah meracik minuman. Di tempat itu pula, ditemukan kaleng lem kayu merek Rajawali yang tertutup plastik transparan. Kondisinya, seperti telah digunakan alias sudah dihirup.
Media ini yang mencoba mencari tahu tentang asal muasal benda-benda tersebut, bertemu salah seorang remaja bernama Dani (nama samara, Red.) di sekitar lokasi warnet. Disini, Bontang Post mendapat petunjuk. Salah satunya, pengakuan Dani yang menunjukkan lokasi pesta miras yang dilakukannya bersama rekan sejawatnya.
“Kami kan enggak berani bawa cerek atau termos dari rumah untuk minum-minum ini. Makanya kami pakai botol Aqua besar yang dipotong atasnya,” ujar remaja yang mengaku duduk di kelas 6 SD ini.
Dani sempat menjelaskan ihwal perkenalannya dengan bahan-bahan campuran miras oplosan ini. Itu terjadi ketika ia duduk dibangku kelas 2 SD.
Namun begitu, aktivitas yang digemarinya adalah ketika menghisap lem. Sebab kata dia, ngelem tidak begitu berbahaya. Terutama untuk kantong remaja yang belum memiliki penghasilan sendiri.
Menurutnya, tidak ada efek ketagihan yang ditimbulkan dari menghisap lem kayu merek Rajawali yang kerap ia konsumsi bersama kawannya. “Kalau lem itu enggak bikin candu. Beda dengan Lele (dobel L, Red.) atau kecubung. Itu memang bikin bangkrut. Karena bikin ketagihan,” beber dia.
Meski demikian, aktivitas itu diakui telah ia tinggalkan. Gara-garanya, Dani pernah ketangkap basah sedang pesta lem di belakang gedung sekolah. Lantara itu pula, dia mengaku diancam akan dikeluarkan jika ketahuan mengulangi perbuatannya. “Setelah itu saya kapok. Makanya saya pelan-pelan berhenti. Dan akhirnya bisa,” kata dia.
Meski begitu, rasa kapok ini tidak berlaku untuk miras. Hingga kini, Doni masih akrab dengan miras oplosan. Salah satunya adalah miras oplosan yang akrab disebut Aldo, singkatan dari ‘Alkohol Doang’. Komposisi campurannya, aku Dani, terdiri dari alkohol 70 hingga 75 persen yang dicampur dengan Krantingdaeng.
Kata dia, efek yang ditimbulkan dari minuman oplosan itu tidak jauh berbeda dengan miras bermerek sejenis anggur, bir atau lainnya yang pernah ia rasakan. Keuntungannya, kata dia, reaksi dari minuman Aldo ini tidak bertahan lama. Sebab, ketika diminum malam hari, pada esok paginya tidak meninggalkan bekas. Seperti mata memerah.
“Untuk Aldo, bahannya pakai Kratindaeng ditambah alkohol 70. Bisa juga 75 persen untuk ukuran setengah botol Aqua besar. Beda kalau Koteng (Komik campur Kratindaeng, Red.), takarannya 1 kotak Komix isi 12 bungkus ditambah Kratindaeng 1 botol,” bebernya.
Dari ketiga benda haram itu, Dani mengaku awalnya sebatas coba-coba. “Biasanya, malam Sabtu atau Minggu kami pesta di teras warnet itu. Itu enggak masalah. Asal enggak di dalam. Bahkan, sampai pagi. Sama mama, kami bilang saja tidur di rumah teman, jadi enggak dimarahi. Tapi kami takut juga kalau ada polisi, biasanya kami langsung lari,” tukasnya. (***)


    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar