Rabu, 11 Juni 2014

Miras Oplosan Jadi Bekal Tawuran



FAKTA menarik lain dari pengakuan Dani (bukan nama sebenarnya, Red.) perihal aktivitasnya di tempat itu. Kepada Bontang Post, pelajar yang mengaku masih duduk di bangku SD kelas IV ini mengungkapkan alasannya menenggak minuman keras (miras) oplosan. Kata dia, miras oplosan yang sering ditenggaknya akrab disebut Koteng dan Aldo, singkatan dari ‘Komik dan Krantingdaeng’ dan ‘Alkohol Doang’.
Menurut remaja berkulit cokelat ini, itu dilakukannya sebagai bekal tawuran. Terutama ketika berhadapan dengan salah satu kelompok remaja dari kawasan lain.
Baginya, adu jotos di jalanan harus punya mental baja. Sebab, taruhannya adalah nyawa dan harga diri.
Selama ini, Dani mengaku bergabung dengan salah satu kelompok pemuda di sekitar tempat tinggalnya. Di kelompok ini, semacam ada aturan tak tertulis. Bila salah seorang rekan mereka terlibat perkelahian, maka yang lain wajib membantu.
Hal seperti ini diakui Dani pernah terjadi.
Beberapa tahun lalu misalnya, seorang kawan Dani sedang melintas di depan Masjid Agung Al Hijrah, Tanjung Laut dengan sebuah motor. Tiba-tiba saja, sebongkah batu dilempar seseorang dan mengenai salah satu bagian tubuh kawannya tersebut. Kawan Dani tersebut langsung merespon dengan menghentikan laju kendaraannya. Tanpa diduga, sekelompok remaja langsung muncul dan menghujamnya dengan pukulan hingga babak belur. Akibat insiden ini, timbul rasa dendam antara kelompok Dani dengan kelompok remaja lain tersebut.
“Namanya teman, pasti akan dibela. Kalau ada yang pukuli, pasti dibantu. Makanya sampai sekarang ini kami masih tawuran. Apalagi waktu puasa. Biasanya pasti turun (berkelahir, Red.),” bebernya.
Kata dia, ketika hendak tawuran, Dani dan rekan sebayanya akan dipimpin seseorang yang dianggap sebagai pemimpin dalam kelompoknya tersebut. Dalam kondisi akan bertarung itu, Dani mengaku harus menenggak miras oplosan agar tidak ada rasa takut saat berkelahi. Dani juga mengungkapkan, saat perseteruan itu berlangsung di jalanan, tidak jarang salah satu di antara mereka ada yang membawa senjata tajam.
Yang mengejutkan, Dani juga mengungkapkan kepada Bontang Post bagaimana strategi yang dijalankannya ketika tawuran sedang berlangsung. Menurutnya, ketika orang-orang yang disebut Dani sebagai ‘senior’ turun tangan dalam tawuran itu, ia dan teman sebayanya berada di belakang barisan kelompok remaja yang sedang bertarung. Tugasnya, melempar kelompok lain dengan batu.
“Biasanya kalau turun, kami naik mobil. Nah kalau sudah di lokasi, kami langsung lempari batu ke kelompok musuh. Karena yang pasang badan sudah besar-besar,” jelasnya.
Dani sadar, bahwa apa yang dilakukan ini adalah sebab salah. Sebab, hal itu bisa membuat nyawanya melayang.
“Saya sebenarnya tahu kalau ini bahaya. Apalagi, kalau turun kami pasti kena luka-luka. Tapi rasanya susah juga karena di rumah bosan. Ya, sama teman-teman ini baru ramai,” akunya. (*/in)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar