FAKTA menarik
lain dari pengakuan Dani (bukan nama sebenarnya, Red.) perihal aktivitasnya di
tempat itu. Kepada Bontang Post, pelajar yang mengaku masih duduk di bangku SD
kelas IV ini mengungkapkan alasannya menenggak minuman keras (miras) oplosan.
Kata dia, miras oplosan yang sering ditenggaknya akrab disebut Koteng dan Aldo,
singkatan dari ‘Komik dan Krantingdaeng’ dan ‘Alkohol Doang’.
Menurut remaja
berkulit cokelat ini, itu dilakukannya sebagai bekal tawuran. Terutama ketika
berhadapan dengan salah satu kelompok remaja dari kawasan lain.
Baginya, adu jotos di jalanan harus punya mental baja.
Sebab, taruhannya adalah nyawa dan harga diri.
Selama ini, Dani mengaku bergabung dengan salah satu
kelompok pemuda di sekitar tempat tinggalnya. Di kelompok ini, semacam ada
aturan tak tertulis. Bila salah seorang rekan mereka terlibat perkelahian, maka
yang lain wajib membantu.
Hal seperti ini diakui Dani pernah terjadi.
Beberapa tahun lalu misalnya, seorang kawan Dani
sedang melintas di depan Masjid Agung Al Hijrah, Tanjung Laut dengan sebuah
motor. Tiba-tiba saja, sebongkah batu dilempar seseorang dan mengenai salah
satu bagian tubuh kawannya tersebut. Kawan Dani tersebut langsung merespon
dengan menghentikan laju kendaraannya. Tanpa diduga, sekelompok remaja langsung
muncul dan menghujamnya dengan pukulan hingga babak belur. Akibat insiden ini,
timbul rasa dendam antara kelompok Dani dengan kelompok remaja lain tersebut.
“Namanya teman, pasti akan dibela. Kalau ada yang
pukuli, pasti dibantu. Makanya sampai sekarang ini kami masih tawuran. Apalagi
waktu puasa. Biasanya pasti turun (berkelahir, Red.),” bebernya.
Kata dia, ketika hendak tawuran, Dani dan rekan
sebayanya akan dipimpin seseorang yang dianggap sebagai pemimpin dalam
kelompoknya tersebut. Dalam kondisi akan bertarung itu, Dani mengaku harus
menenggak miras oplosan agar tidak ada rasa takut saat berkelahi. Dani juga
mengungkapkan, saat perseteruan itu berlangsung di jalanan, tidak jarang salah
satu di antara mereka ada yang membawa senjata tajam.
Yang mengejutkan, Dani juga mengungkapkan kepada
Bontang Post bagaimana strategi yang dijalankannya ketika tawuran sedang
berlangsung. Menurutnya, ketika orang-orang yang disebut Dani sebagai ‘senior’
turun tangan dalam tawuran itu, ia dan teman sebayanya berada di belakang
barisan kelompok remaja yang sedang bertarung. Tugasnya, melempar kelompok lain
dengan batu.
“Biasanya kalau turun, kami naik mobil. Nah kalau
sudah di lokasi, kami langsung lempari batu ke kelompok musuh. Karena yang
pasang badan sudah besar-besar,” jelasnya.
Dani sadar, bahwa apa yang dilakukan ini adalah sebab
salah. Sebab, hal itu bisa membuat nyawanya melayang.
“Saya sebenarnya tahu kalau ini bahaya. Apalagi, kalau
turun kami pasti kena luka-luka. Tapi rasanya susah juga karena di rumah bosan.
Ya, sama teman-teman ini baru ramai,” akunya. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar