Minggu, 15 Juni 2014

Pengusaha Pasrah, Ladies Pilih Pulang Kampung


BERHENTI TOTAL: Aktivitas bisnis para pelaku usah THM di bulan Ramadan harus terhenti total. Jika melanggar, akan langsung dihentikan secara paksa. 

SEJUMLAH pengusaha Tempat Hiburan Malam (THM) di Bontang mengaku pasrah atas kebijakan penutupan usaha THM selama Ramadan. Sebab, mereka mengaku tak bisa melawan kebijakan itu. Apalagi selama 11 bulan sudah diberikan kebebasan berusaha dan meraup laba. Namun dampaknya, para ladies yang bekerja pun harus menerima nasib menganggur selama Ramadan. Bahkan, sebagian besar memutuskan pulang kampung.
Rm (35) pemilik Dugem 21 Karaoke di THM Prakla, Kelurahan Berbas Pantai misalnya. Pria berdarah Sulawesi ini mengaku pasrah atas kebijakan pemerintah untuk menutup total usahanya selama sebulan. Sebab baginya, kebijakan tersebut memiliki tujuan dan telah berlangsung lama.
“Penutupan seperti ini dilakukan setiap Ramadan. Alasan pemerintah, jangan sampai operasi THM menganggu puasa atau salat malam warga setempat,” ungkapnya, kemarin (14/6).
Dia mengaku belum menerima surat edaran tentang penutupan tersebut. Namun cepat atau lambat pasti diserahkan. Menyikapi kondisi tersebut, dia tak begitu bermasalah, sebab selama 11 bulan sudah bekerja. Sehingga menurutnya, tidak salah jika ada kebijakan sebulan tidak beroperasi. “Sekalian anak-anak saya pulang kampung dulu. Biar ketemu keluarga di sana,” tambahnya.
Dijelaskan Rm, meski telah bekerja selama 11 bulan, pendapatan diperoleh tidak seberapa. Bahkan tak jarang harus pulang kosong dalam semalam. Sebab diakui peminat THM jenis karaoke seperti yang dirintis sejak 3 tahun lalu itu, sudah tersaingi oleh usaha prostitusi atau pijat plus. Yang cenderung diminati warga Bontang maupun dari daerah lain berkunjung ke Bontang.
“Jauh beda Mas. Kalau dulu waktu kami masih bisa ‘jualan’ (prostitusi), sehari bisa sampai puluhan tamu. Bukan cuma dari Bontang, warga luar daerah pasti ramai datang ke tempat saya. Tapi sekarang, sudah jarang. Bahkan dalam semalam, bisa tidak ada tamu sama sekali,” keluhnya.
Untungnya, ke-6 ladies yang mayoritas asal Pulau Jawa bekerja untuknya, tidak digaji per bulan. Melainkan dengan sistem bagi hasil dari penjualan minuman dan produk lain di karaoke miliknya. Namun saat ditanyakan pendapatan hasil ‘jualan’ para ladies-nya, dia membantah. Bahkan dia menegaskan, usaha itu sudah dihentikan sejak penutupan lokalisasi beberapa tahun lalu oleh Pemkot Bontang.
“Kami udah lama enggak jualan. Makanya sekarang kami hanya menggantungkan hidup dari karaoke, sama jualan minum,” tegasnya.
Hal berbeda diakui  Ld (45) Owner Karaoke Melati di tempat sama. Diakui, jika penutupan itu dilakukan, tentu akan berdampak pada pemasukan ke usahanya. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Sebab semua sudah ditetapkan pemerintah.
Dalam berbisnis, Ld mengaku tak hanya mengandalkan pendapatan jualan Minuman Keras (Miras), Coca Cola, hingga kacang-kacangan. Namun dia juga mengaku diuntungkan dari aktivitas ‘jualan’ ladies-nya. Hal itu terjadi ketika, ada tamu akan mem-boking ladies-nya ke luar THM tersebut. Dengan tujuan berhubungan seks hingga kepentingan lain. Tentu saja, para tamu tersebut harus membayar nilai tertentu telah disepakati antara penyedia jasa (ladies) dengan sang tamu. Sementara, pemilik THM hanya menerima komisi, Rp 50 ribu.
“Saya tidak ikut-ikut menentukan harga untuk ‘make’ anak-anak saya. Tapi berapapun harganya, tetap ada komisi buat saya Rp 50 ribu. Terserah mau main di dalam (THM) atau di luar,” bebernya.
Untuk menjaga keamanan para ladies yang kini hanya berjumlah 5 orang, dia menerapkan aturan baku. Yakni para pengunjung hendak membawa ke luar THM, harus meninggalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ketika kembali, baru bisa dikembalikan.
“Itu untuk menjaga, ketika anak saya tidak kembali, jadi kami tahu siapa yang bisa dicari,” ujarnya.
Dengan penutupan tersebut, semua usahanya harus terhenti. Sebagai ganti, para ladies-nya akan pulang kampung.
“Sekarang sudah banyak pulang. Tapi ada juga yang tetap tinggal. Tapi anak-anak saya punya rumah sendiri di luar. Jadi enggak tinggal di sini (THM),” tandasnya.
Seperti diketahui, menginjak Ramadan, pengusaha hiburan Bontang terancam kehilangan banyak laba. Sebab Wali Kota Bontang melalui surat edaran bernomor: 331.1/306.Pol.PP, telah menurunkan aturan tentang para pengusaha tersebut. Tepatnya dalam surat keputusan Wali Kota Bontang nomor 367 tahun 2014 tanggal 19 Mei 2014. Tentang penutupan sementara penyelenggaraan kegiatan usaha hiburan malam hingga  pengawasan hotel. Bila melanggar, maka tanpa surat teguran, maka langsung ditutup petugas melalui instansi teknis. (*/in)    
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar