BERHENTI TOTAL: Aktivitas bisnis para pelaku usah THM di bulan Ramadan harus terhenti total. Jika melanggar, akan langsung dihentikan secara paksa. |
SEJUMLAH pengusaha Tempat Hiburan Malam (THM) di Bontang mengaku pasrah atas
kebijakan penutupan usaha THM selama Ramadan. Sebab, mereka mengaku tak bisa
melawan kebijakan itu. Apalagi selama 11 bulan sudah diberikan kebebasan
berusaha dan meraup laba. Namun dampaknya, para ladies yang bekerja pun harus menerima nasib menganggur selama
Ramadan. Bahkan, sebagian besar memutuskan pulang kampung.
Rm (35)
pemilik Dugem 21 Karaoke di THM Prakla, Kelurahan Berbas Pantai misalnya. Pria
berdarah Sulawesi ini mengaku pasrah atas kebijakan pemerintah untuk menutup
total usahanya selama sebulan. Sebab baginya, kebijakan tersebut memiliki
tujuan dan telah berlangsung lama.
“Penutupan
seperti ini dilakukan setiap Ramadan. Alasan pemerintah, jangan sampai operasi
THM menganggu puasa atau salat malam warga setempat,” ungkapnya, kemarin
(14/6).
Dia mengaku belum
menerima surat edaran tentang penutupan tersebut. Namun cepat atau lambat pasti
diserahkan. Menyikapi kondisi tersebut, dia tak begitu bermasalah, sebab selama
11 bulan sudah bekerja. Sehingga menurutnya, tidak salah jika ada kebijakan
sebulan tidak beroperasi. “Sekalian anak-anak saya pulang kampung dulu. Biar
ketemu keluarga di sana,” tambahnya.
Dijelaskan
Rm, meski telah bekerja selama 11 bulan, pendapatan diperoleh tidak seberapa.
Bahkan tak jarang harus pulang kosong dalam semalam. Sebab diakui peminat THM
jenis karaoke seperti yang dirintis sejak 3 tahun lalu itu, sudah tersaingi
oleh usaha prostitusi atau pijat plus. Yang cenderung diminati warga Bontang
maupun dari daerah lain berkunjung ke Bontang.
“Jauh beda
Mas. Kalau dulu waktu kami masih bisa ‘jualan’ (prostitusi), sehari bisa sampai
puluhan tamu. Bukan cuma dari Bontang, warga luar daerah pasti ramai datang ke
tempat saya. Tapi sekarang, sudah jarang. Bahkan dalam semalam, bisa tidak ada
tamu sama sekali,” keluhnya.
Untungnya, ke-6
ladies yang mayoritas asal Pulau Jawa
bekerja untuknya, tidak digaji per bulan. Melainkan dengan sistem bagi hasil
dari penjualan minuman dan produk lain di karaoke miliknya. Namun saat
ditanyakan pendapatan hasil ‘jualan’ para ladies-nya,
dia membantah. Bahkan dia menegaskan, usaha itu sudah dihentikan sejak
penutupan lokalisasi beberapa tahun lalu oleh Pemkot Bontang.
“Kami udah
lama enggak jualan. Makanya sekarang kami hanya menggantungkan hidup dari
karaoke, sama jualan minum,” tegasnya.
Hal berbeda
diakui Ld (45) Owner Karaoke Melati di tempat sama. Diakui, jika penutupan itu
dilakukan, tentu akan berdampak pada pemasukan ke usahanya. Namun dia tak bisa
berbuat apa-apa. Sebab semua sudah ditetapkan pemerintah.
Dalam
berbisnis, Ld mengaku tak hanya mengandalkan pendapatan jualan Minuman Keras
(Miras), Coca Cola, hingga kacang-kacangan. Namun dia juga mengaku diuntungkan
dari aktivitas ‘jualan’ ladies-nya.
Hal itu terjadi ketika, ada tamu akan mem-boking
ladies-nya ke luar THM tersebut.
Dengan tujuan berhubungan seks hingga kepentingan lain. Tentu saja, para tamu
tersebut harus membayar nilai tertentu telah disepakati antara penyedia jasa (ladies) dengan sang tamu. Sementara,
pemilik THM hanya menerima komisi, Rp 50 ribu.
“Saya tidak
ikut-ikut menentukan harga untuk ‘make’
anak-anak saya. Tapi berapapun harganya, tetap ada komisi buat saya Rp 50 ribu.
Terserah mau main di dalam (THM) atau di luar,” bebernya.
Untuk
menjaga keamanan para ladies yang
kini hanya berjumlah 5 orang, dia menerapkan aturan baku. Yakni para pengunjung
hendak membawa ke luar THM, harus meninggalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ketika
kembali, baru bisa dikembalikan.
“Itu untuk
menjaga, ketika anak saya tidak kembali, jadi kami tahu siapa yang bisa
dicari,” ujarnya.
Dengan
penutupan tersebut, semua usahanya harus terhenti. Sebagai ganti, para ladies-nya akan pulang kampung.
“Sekarang
sudah banyak pulang. Tapi ada juga yang tetap tinggal. Tapi anak-anak saya
punya rumah sendiri di luar. Jadi enggak tinggal di sini (THM),” tandasnya.
Seperti
diketahui, menginjak Ramadan,
pengusaha hiburan Bontang terancam kehilangan banyak laba. Sebab Wali Kota
Bontang melalui surat edaran bernomor: 331.1/306.Pol.PP, telah menurunkan
aturan tentang para pengusaha tersebut. Tepatnya dalam surat keputusan Wali
Kota Bontang nomor 367 tahun 2014 tanggal 19 Mei 2014. Tentang penutupan
sementara penyelenggaraan kegiatan usaha hiburan malam hingga pengawasan hotel. Bila melanggar, maka tanpa
surat teguran, maka langsung ditutup petugas melalui instansi teknis. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar