Kamis, 12 Juni 2014

Petak Pasar Dikomersilkan ?

Pedagang Rawa Indah Minta Pemkot ‘Melek’

TOLAK BAYAR: Pedagang Pasar Rawa Indah saat mendatangi Kantor Disperindagkop dan UMKM Bontang kemarin,yang menolak membayar sewa atau retribusi dalam bentuk apapun dibebankan di pasar sementara (Imran Ibnu)

BONTANG – Puluhan pedagang Pasar Rawa Indah Bontang, hari ini (kemarin, Red.) menyambangi Kantor Dinas Perindustrian Pedagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bontang. Mereka menuntut kejelasan, tentang penempatan pasar sementara Rawa Indah.
Bahkan, dalam pertemuan itu juga terlontar fakta bahwa masih banyak petak disewakan oleh pemilik dengan para pedagang. Selain itu, ada pula memiliki lebih dari satu petak. Padahal, aturan ini melanggar Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 20 tahun 2012 tentang larangan pengalihan pengelolaan petak pasar milik pemerintah apalagi menyewakannya tanpa izin Disperindagkop Bontang.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, hadir pula Ketua Asosiasi Pasar Bontang Fahruddin Ismail, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Rawa Indah Armin, serta Kepala Disperindagkop Bontang Riza Pahlevi.
Ada beberapa keluhan disampaikan pedagang dalam rapat tersebut. Misalnya saja, mereka mempertanyakan kejelasan kebijakan Disperindagkop yang dinilai tidak konsisten. Lantaran, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Rawa Indah dengan Disperindagkop ucapannya berbeda.
Salah seorang pedagang yang namanya tak mau dikorankan, berinisial HM mengatakan, awalnya UPT pasar menyebut, para korban kebakaran dan berjualan saat kebakaran yang diprioritaskan, sekalipun mereka berstatus menyewa.
Hanya saja, tegas wanita berbalut jilbab Hijau itu, baru saja mereka mendengar kabar, bahwa  Disperindagkop membuka peluang, kemungkinan besar pemilik petak di lokasi eks kebakaran tidak berjualan saat terbakar, punya hak berjualan sama di pasar sementara.
Padahal, setahu dia, dibangunnya pasar sementara untuk menampung para korban. Bukan menampung pedagang pemilik petak tidak berjualan. Mereka juga menolak, jika diminta membayar retribusi atau uang sewa ke pemilik petak seperti sebelum tragedi tersebut. Sebab, kata dia, hak pemilik petak, hanya terhadap pasar utama yang saat ini belum dibangun.
Kan Disperindagkop juga yang bilang, kalau pasar sementara itu haknya korban kebakaran. Bukan punya pemilik petak. Jadi tidak masuk akal kalau kami harus bayar lagi seperti sebelumnya,” ujar wanita paruh baya ini.
Lanjut dia, jika para pemilik petak diizinkan jualan di pasar sementara, maka mereka akan bertindak semena-mena. Bahkan, besar kemungkinan menaikan tarif sewa. Hal tersebut, jelas memperberat beban para pedagang bertatus menyewa. Sebab, mereka sudah rugi materi lantaran terbakar api. Belum lagi, ketika pindah di pasar sementara, mereka khawatir dagangan mereka tak bisa habis terjual. Lalu, jika mereka masih harus membayar sewa, mereka merasa kurang mampu.
“Sementara, selama ini kami sudah banyak utang di bank gara-gara barang habis dimakan api. Tapi, karena masalah perut, kami harus tetap jualan. Makanya, kami minta pemerintah bijaksana. Harus lebih cerdas mengambil keputusan,” ujar wanita yang juga berstatus pemilik petak itu.
Pedagang lain, AH ikut menambahkan, bahwa Pemkot hendaknya bisa bersikap tegas. Karena, jika hendak menilik kembali Peraturan Walikota (Perwali) mengatur tentang larangan pengalihan kepemilikan petak pasar tanpa rekomendasi Disperindagkop, khususnya menyewakan, pedagang yang mengaku pemilik petak itu, jelas salah. Dan itu sudah jadi pertanyaan besar. Kenapa bisa ada aturan dibuat pemerintah, namun juga dilanggar.
Kan ada aturannya. Tidak diperbolehkan menyewakan petak milik pemerintah. Jadi, kalau mau bersikap tegas, artinya sudah ada pelanggaran di sini,” kata pria berkemeja biru itu.
Dia juga mengaku heran dengan kebijakan pemerintah di Bontang. Sebab, ketika dia di Banjarmasin, dalam kasus serupa, para pedagang direlokasi tidak bermasalah seperti saat ini. Begitupula dengan hak korban kebakaran. Mereka tak sedikitpun ditarik retibusi dalam bentuk apapun termasuk tarif sewa oleh pemilik sebelumnya.
Karena, menurut dia, pasar sementara itu ibarat penampungan. Yang menempati itu, korban kebakaran yang menempati saat kejadian. Nah, kalau statusnya pemilik petak tapi tidak jualan ketika kebakaran, artinya mereka bukan korban. Atau tepatnya, tidak banyak materi yang hilang. Karena, petak mereka juga kembali saat pasar utama dibangun.
Di tempat sama, seorang pedagang berjilbab merah mudah berinisial HS pun ikut angkat bicara. Kata dia, selama ini, Disperindagkop tidak peka terhadap kondisi pedagang yang menjadi tanggung jawabnya. Terbukti, proses relokasi pedagang saja bisa serumit ini. Belum lagi, mengenai banyaknya pelanggaran dilakukan oknum pedagang. Yakni, memiliki petak lebih dari satu titik. Namun, tak satupun digunakan berjualan. Sementara, ketika pasar sementara sudah rampung dan siap ditempati, para oknum itu malah berdatangan menuntut petak mereka.
“Kalau sudah menilik pada aturan, jelas itu salah. Lalu, dengan kondisi itu, peran Disperindagkop seperti apa? Bagaimana dengan aturan juga bersumber dari sana (pemerintah, Red.). Jadi, saya harap, pemerintah belajar dari kejadian ini. Tolong dibuka matanya. Banyak masalah perlu dirampungkan. Dan butuh kebijaksanaan seorang pemimpin,” keluhnya. (*/in)


Disperindagkop Ngaku ‘Tutup Mata’


Riza Pahlevi
KEPALA Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bontang Riza Pahlevi mengakui adanya jual beli hingga menyewakan petak pasar di Pasar Rawa Indah yang dianggap melanggar Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 20 tahun 2012 tentang larangan pengalihan pengelolaan petak pasar milik pemerintah apalagi menyewakannya tanpa izin Disperindagkop Bontang.
Hal tersebut diungkapkan Riza dalam rapat dengar pendapat di kantornya Selasa (4/2) lalu. Saat menjawab tuntutan para pedagang atas kejelasan pedagang yang berhak menempati petak di pasar sementara Rawa Indah.
Dia menjelaskan, selama ini, Disperindagkop memang sengaja ‘tutup mata’ atas kondisi kondisi di Pasar Rawa Indah. Khususnya mengenai pedagang yang memiliki petak lebih dari satu, memperdagangkan petak pasar, hingga penyewaan petak ke pedagang lain. Dengan bermodal surat kuitansi ke penyewa.
“Kami memang sengaja ‘tutup mata’ soal itu. Lagipula ini masalah perut. Jadi, saya harap teman-teman pedagang yang statusnya penyewa, bisa baku atur dengan pemilik sah petak. Dan mencari solusi yang disepakati,” ujarnya menjawab aspirasi pedagang.
Sebab, kata dia, jika permasalahan tersebut mencuat ke permukaan, maka mau tidak mau dia harus mencabut izin pemakaian bagi pedagang bersangkutan. Begitupula dengan pedagang berstatus korban kebakaran. Sebab, dia merasa yakin, pun tidak memiliki surat sebagai pegangan menempati petak pasar itu.
“Kalau masalah ini mencuat, bisa-bisa saya cabut saja izin pemakaian petak yang melanggar. Makanya, saya minta, antara penyewa dengan pemilik yang punya surat rekomendasi dari kami, bisa koordinasi bagaimana baiknya,” tegasnya.
Namun, setelah mendengarkan berbagai usulan sekaligus fakta-fakta yang tidak bisa dielakan oleh Disperindagkop, salah satunya tentang hak para korban kebakaran yang mestinya menjadi kandidat utama menempati pasar sementara, dia pun mulai luluh. Apalagi setelah didesak pedagang. Bahwa, dibanding wilayah lain dengan kasus serupa, hanya Bontang yang proses relokasinya memberi peluang bagi pemilik sah petak yang tidak jualan saat kebakaran untuk menempati petak sementara.
Riza Pahlevi pun mulai melunak. Bahkan, dia bersedia mempertimbangkan pernyataan salah seorang pedagang. Bahwa, di pasar sementara nanti, pedagang korban kebakaran yang berjualan saat kebakaran menjadi prioritas menempati petak sementara itu. Praktis, tidak ada retribusi dalam bentuk apapun diterapkan ke pedagang nantinya.
Sebab, dia mengerti bahwa, pedagang  pemilik petak, tetap akan mendapat ganti petak di pasar utama.

“Kami akan pertimbangkan solusi itu (pasar sementara khusus korban kebakaran, Red.). Tapi itu belum diputuskan, baru pertimbangan. Kami minta 3 hari untuk memutuskan itu,” akunya.
Bahkan, dia juga membeber, nantinya akan dibuatkan Surat Kuasa (SK) berisi, pernyataan kesediaan pemilik petak menyerahkan pasar sementara ke pedagang. Di sana, juga akan ditandatangani mereka. Sebab, mereka juga akan memiliki tempat lain di pasar utama.
“Itu nanti ada SK-nya. Nanti akan dikirimkan ke pedagang berbentuk surat. Tapi, salinannya harus saya sampaikan ke wali kota. Supaya, beliau (wali kota) juga tahu, perkembangan soal masalah ini,” tegasnya.

TAK PUNYA LAHAN, KEKURANGAN PETAK

 Jumlah petak dibangun Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bontang, ternyata tidak mencukupi jumlah korban kebakaran sesuai perhitungan. Sebab, ditarget pembangunan awal capai 900-an petak. Namun, lantaran terkendala lahan, yang bisa dibangun PU hanya 850 petak. Padahal total keseluruhan pedagang Pasar Rawa Indah capai 1.000-an. Termasuk pemilik sah petak, dan para penyewa dan lainnya.
Praktis, Disperindagkop harus memutuskan, pihak mana berhak menempati pasar sementara. Tidak bisa keduanya karena tidak akan mencukupi.
“Jadi tidak bisa semuanya. Karena, lahan yang kita punya terbatas. Dulu mintanya 1, 2 hektare. Tapi yang diperoleh cuma 900–an meter saja. Makanya, yang bisa dibangun cuma 850 petak,” keluhnya.
Meski begitu, dia mengabarkan, bahwa di lokasi pasar utama nanti, akan dibangun petak lebih. Praktis, dia menilai, kemungkinan besar, akan mampu menampung pedagang di pasar sementara. Sekalipun, dia tak menjamin berapa banyak.
“Kapasitasnya lebih besar di pasar utama. Otomatis banyak kosong. Tapi kami tidak bisa janjikan berapa jumlahnya,” akunya. (*/in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar