BONTANG – Puluhan
pedagang Pasar Rawa Indah Bontang, hari ini (kemarin, Red.) menyambangi Kantor Dinas Perindustrian Pedagangan dan
Koperasi (Disperindagkop) Bontang. Mereka menuntut kejelasan, tentang penempatan
pasar sementara Rawa Indah.
Bahkan, dalam
pertemuan itu juga terlontar fakta bahwa masih banyak petak disewakan oleh
pemilik dengan para pedagang. Selain itu, ada pula memiliki lebih dari satu
petak. Padahal, aturan ini melanggar Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 20
tahun 2012 tentang larangan pengalihan pengelolaan petak pasar milik pemerintah
apalagi menyewakannya tanpa izin Disperindagkop Bontang.
Dalam rapat dengar
pendapat tersebut, hadir pula Ketua Asosiasi Pasar Bontang Fahruddin Ismail,
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Rawa Indah Armin, serta Kepala Disperindagkop
Bontang Riza Pahlevi.
Ada beberapa keluhan
disampaikan pedagang dalam rapat tersebut. Misalnya saja, mereka mempertanyakan
kejelasan kebijakan Disperindagkop yang dinilai tidak konsisten. Lantaran, Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Rawa Indah dengan Disperindagkop ucapannya berbeda.
Salah seorang
pedagang yang namanya tak mau dikorankan, berinisial HM mengatakan, awalnya UPT
pasar menyebut, para korban kebakaran dan berjualan saat kebakaran yang diprioritaskan,
sekalipun mereka berstatus menyewa.
Hanya saja, tegas
wanita berbalut jilbab Hijau itu, baru saja mereka mendengar kabar, bahwa Disperindagkop membuka peluang, kemungkinan
besar pemilik petak di lokasi eks kebakaran tidak berjualan saat terbakar,
punya hak berjualan sama di pasar sementara.
Padahal, setahu dia,
dibangunnya pasar sementara untuk menampung para korban. Bukan menampung
pedagang pemilik petak tidak berjualan. Mereka juga menolak, jika diminta
membayar retribusi atau uang sewa ke pemilik petak seperti sebelum tragedi
tersebut. Sebab, kata dia, hak pemilik petak, hanya terhadap pasar utama yang
saat ini belum dibangun.
“Kan
Disperindagkop juga yang bilang, kalau pasar sementara itu haknya korban
kebakaran. Bukan punya pemilik petak. Jadi tidak masuk akal kalau kami harus
bayar lagi seperti sebelumnya,” ujar wanita paruh baya ini.
Lanjut dia, jika para pemilik petak diizinkan jualan
di pasar sementara, maka mereka akan bertindak semena-mena. Bahkan, besar
kemungkinan menaikan tarif sewa. Hal tersebut, jelas memperberat beban para
pedagang bertatus menyewa. Sebab, mereka sudah rugi materi lantaran terbakar
api. Belum lagi, ketika pindah di pasar sementara, mereka khawatir dagangan
mereka tak bisa habis terjual. Lalu, jika mereka masih harus membayar sewa,
mereka merasa kurang mampu.
“Sementara, selama ini kami sudah banyak utang di bank
gara-gara barang habis dimakan api. Tapi, karena masalah perut, kami harus
tetap jualan. Makanya, kami minta pemerintah bijaksana. Harus lebih cerdas mengambil
keputusan,” ujar wanita yang juga berstatus pemilik petak itu.
Pedagang lain, AH ikut menambahkan, bahwa Pemkot hendaknya
bisa bersikap tegas. Karena, jika hendak menilik kembali Peraturan Walikota
(Perwali) mengatur tentang larangan pengalihan kepemilikan petak pasar tanpa
rekomendasi Disperindagkop, khususnya menyewakan, pedagang yang mengaku pemilik
petak itu, jelas salah. Dan itu sudah jadi pertanyaan besar. Kenapa bisa ada
aturan dibuat pemerintah, namun juga dilanggar.
“Kan ada
aturannya. Tidak diperbolehkan menyewakan petak milik pemerintah. Jadi, kalau
mau bersikap tegas, artinya sudah ada pelanggaran di sini,” kata pria berkemeja
biru itu.
Dia juga mengaku heran dengan kebijakan pemerintah di
Bontang. Sebab, ketika dia di Banjarmasin, dalam kasus serupa, para pedagang
direlokasi tidak bermasalah seperti saat ini. Begitupula dengan hak korban
kebakaran. Mereka tak sedikitpun ditarik retibusi dalam bentuk apapun termasuk
tarif sewa oleh pemilik sebelumnya.
Karena, menurut dia, pasar sementara itu ibarat
penampungan. Yang menempati itu, korban kebakaran yang menempati
saat kejadian. Nah, kalau statusnya
pemilik petak tapi tidak jualan ketika kebakaran, artinya mereka bukan korban.
Atau tepatnya, tidak banyak materi yang hilang. Karena, petak mereka juga
kembali saat pasar utama dibangun.
Di tempat sama, seorang pedagang berjilbab merah mudah
berinisial HS pun ikut angkat bicara. Kata dia, selama ini, Disperindagkop
tidak peka terhadap kondisi pedagang yang menjadi tanggung jawabnya. Terbukti,
proses relokasi pedagang saja bisa serumit ini. Belum lagi, mengenai banyaknya
pelanggaran dilakukan oknum pedagang. Yakni, memiliki petak lebih dari satu
titik. Namun, tak satupun digunakan berjualan. Sementara, ketika pasar
sementara sudah rampung dan siap ditempati, para oknum itu malah berdatangan
menuntut petak mereka.
“Kalau sudah menilik pada aturan, jelas itu salah.
Lalu, dengan kondisi itu, peran Disperindagkop seperti apa? Bagaimana dengan
aturan juga bersumber dari sana (pemerintah,
Red.). Jadi, saya harap, pemerintah belajar dari kejadian ini. Tolong
dibuka matanya. Banyak masalah perlu dirampungkan. Dan butuh kebijaksanaan
seorang pemimpin,” keluhnya. (*/in)
Disperindagkop Ngaku ‘Tutup Mata’
Riza Pahlevi |
KEPALA Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Bontang Riza Pahlevi mengakui adanya jual
beli hingga menyewakan petak pasar di Pasar Rawa Indah yang dianggap melanggar
Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 20 tahun 2012 tentang larangan pengalihan
pengelolaan petak pasar milik pemerintah apalagi menyewakannya tanpa izin
Disperindagkop Bontang.
Hal tersebut diungkapkan Riza
dalam rapat dengar pendapat di kantornya Selasa (4/2) lalu. Saat menjawab
tuntutan para pedagang atas kejelasan pedagang yang berhak menempati petak di
pasar sementara Rawa Indah.
Dia menjelaskan, selama ini,
Disperindagkop memang sengaja ‘tutup mata’ atas kondisi kondisi di Pasar Rawa
Indah. Khususnya mengenai pedagang yang memiliki petak lebih dari satu, memperdagangkan
petak pasar, hingga penyewaan petak ke pedagang lain. Dengan bermodal surat
kuitansi ke penyewa.
“Kami memang sengaja ‘tutup mata’
soal itu. Lagipula ini masalah perut. Jadi, saya harap teman-teman pedagang
yang statusnya penyewa, bisa baku atur dengan pemilik sah petak. Dan mencari solusi yang disepakati,” ujarnya menjawab
aspirasi pedagang.
Sebab, kata dia, jika
permasalahan tersebut mencuat ke permukaan, maka mau tidak mau dia harus
mencabut izin pemakaian bagi pedagang bersangkutan. Begitupula dengan pedagang
berstatus korban kebakaran. Sebab, dia merasa yakin, pun tidak memiliki surat
sebagai pegangan menempati petak pasar itu.
“Kalau masalah ini mencuat,
bisa-bisa saya cabut saja izin pemakaian petak yang melanggar. Makanya, saya
minta, antara penyewa dengan pemilik yang punya surat rekomendasi dari kami,
bisa koordinasi bagaimana baiknya,” tegasnya.
Namun, setelah mendengarkan
berbagai usulan sekaligus fakta-fakta yang tidak bisa dielakan oleh
Disperindagkop, salah satunya tentang hak para korban kebakaran yang mestinya
menjadi kandidat utama menempati pasar sementara, dia pun mulai luluh. Apalagi
setelah didesak pedagang. Bahwa, dibanding wilayah lain dengan kasus serupa,
hanya Bontang yang proses relokasinya memberi peluang bagi pemilik sah petak yang
tidak jualan saat kebakaran untuk menempati petak sementara.
Riza Pahlevi pun mulai melunak. Bahkan, dia bersedia
mempertimbangkan pernyataan salah seorang pedagang. Bahwa, di pasar sementara nanti,
pedagang korban kebakaran yang berjualan saat kebakaran menjadi prioritas
menempati petak sementara itu. Praktis, tidak ada retribusi dalam bentuk apapun
diterapkan ke pedagang nantinya.
Sebab, dia mengerti bahwa, pedagang pemilik petak, tetap akan mendapat ganti
petak di pasar utama.
“Kami akan pertimbangkan solusi itu (pasar
sementara khusus korban kebakaran, Red.).
Tapi itu belum diputuskan, baru pertimbangan. Kami minta 3 hari untuk
memutuskan itu,” akunya.
Bahkan, dia juga membeber, nantinya akan
dibuatkan Surat Kuasa (SK) berisi, pernyataan kesediaan pemilik petak menyerahkan
pasar sementara ke pedagang. Di sana, juga akan ditandatangani mereka. Sebab,
mereka juga akan memiliki tempat lain di pasar utama.
“Itu nanti ada SK-nya. Nanti akan dikirimkan ke pedagang berbentuk
surat. Tapi, salinannya harus saya sampaikan ke wali kota. Supaya, beliau (wali
kota) juga tahu, perkembangan soal masalah ini,” tegasnya.
TAK PUNYA LAHAN, KEKURANGAN PETAK
Jumlah petak dibangun Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Bontang, ternyata tidak mencukupi jumlah korban kebakaran sesuai perhitungan.
Sebab, ditarget pembangunan awal capai 900-an petak. Namun, lantaran terkendala
lahan, yang bisa dibangun PU hanya 850 petak. Padahal total keseluruhan
pedagang Pasar Rawa Indah capai 1.000-an. Termasuk pemilik sah petak, dan para
penyewa dan lainnya.
Praktis, Disperindagkop harus memutuskan, pihak
mana berhak menempati pasar sementara. Tidak bisa keduanya karena tidak akan
mencukupi.
“Jadi tidak bisa semuanya. Karena, lahan yang
kita punya terbatas. Dulu mintanya 1, 2 hektare. Tapi yang diperoleh cuma
900–an meter saja. Makanya, yang bisa dibangun cuma 850 petak,” keluhnya.
Meski begitu, dia mengabarkan, bahwa di lokasi
pasar utama nanti, akan dibangun petak lebih. Praktis, dia menilai, kemungkinan
besar, akan mampu menampung pedagang di pasar sementara. Sekalipun, dia tak
menjamin berapa banyak.
“Kapasitasnya lebih besar di pasar utama.
Otomatis banyak kosong. Tapi kami tidak bisa janjikan berapa jumlahnya,”
akunya. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar