Kamis, 12 Juni 2014

Kuota Solar Nelayan Kurang


Bertahan Hanya 3 Hari, Terpaksa Beli Eceran


TERPAKSA MENGANGGUR: Ketika solar di SPBN habis, nelayan ini harus menunggu hingga datangnya kuota solar dari PT Pertamina. Jika membeli solar ecera, masih dianggap mahal (Imran Ibnu)
 BONTANG – Kuota bahan bakar 60 kiloliter (KL) per bulan bagi nelayan Bontang ternyata tak bisa memenuhi kebutuhan nelayan Bontang berjumlah seribu lebih. Meski Pemkot melalui DPRD Bontang telah mengajukan kembali penambahan kuota sebesar 150 KL per bulan, namun belum terealisasi hingga saat ini.
Direktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar khusus Nelayan (SPBN) Tanjung Limau Bontang, Nazamuddin menuturkan, kuota bahan bakar bagi nelayan Bontang tidak seimbang dengan jumlah nelayan. Bahkan, kuota 60 KL per bulan, hanya bertahan di SPBN itu selama 3 hari. Sisanya, tempat penampungan bahan bakar itu akan kosong.
“Kalau sudah habis, biasanya kami tinggal tunggu kiriman lagi dari Pertamina,” jelasnya pada Bontang Post, Minggu (2/1) kemarin.
Dia menjelaskan, tiap kali stok bahan bakar habis, maka pihaknya akan mengajukan permintaan ke PT Pertamina. Hanya saja, berhubung jatah per bulan hanya 60 kl. Maka proses pengiriman dilakukan tiap 10 hari sekali. Praktis, dalam sebulan akan menerima pengiriman bahan bakar sebanyak 6 kali.
Dalam rentan kekosongan stok itu, menurutnya nelayan Bontang akan beralih menggunakan solar eceran yang harganya bisa capai dua kali lipat dari harga SPBN yang tarifnya telah diatur oleh Kementrian Energi  dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yakni Rp 5.500 per liter.
“Kalau sudah habis,  mereka pasti cari alternatif lain. Karena, enggak mungkin mereka berhenti melaut gara-gara tidak ada solar di SPBN,” ungkapnya.
Menanggulangi keterbatasan itu, lanjut Najamuddin, Pemkot melalui DPRD Bontang telah mengajukan penambahan kuota ke Pertamina menjadi sebesar 150 kl per bulan pada pertengahan 2012 silam. Bahkan hal itu telah dibicarakan langsung di Kementrian ESDM pusat oleh DPRD Bontang. Hanya saja, dia menyangkan sebab sampai saat ini tak kunjung terjawab.
“Belum ada kabar sampai sekarang. Padahal, nelayan Bontang itu sangat bergantung dengan bahan bakar di SPBN. Karena, harganya sudah disubsidi pemerintah,” akunya.
Ditanya mengenai jatah bahan bakar per nelayan, dia mengaku tidak tahu pasti. Lantaran data valid ada di kantornya. Hanya saja dia menegaskan, bahwa antara satu nelayan dengan lainnya punya jatah berbeda. Disesuaikan dengan kebutuhan. Hal itu telah tertuang dalam surat rekomendasi yang dibuat Dinas Perikanan Bontang. Sebab, mereka-lah yang mengerti tentang kebutuhan nelayan Bontang. Khususnya yang bernaung dalam sebuah kelompok nelayan.
Surat rekomendasi itu, lanjut dia, harus dimiliki tiap nelayan ketika hendak membeli bahan bakar ke SPBN yang dia pimpin. Namun, ketika masa berlakunya yang hanya sebulan itu habis, maka pihak SPBN dapat memaklumi. Dengan catatan, telah menjadi pelanggan tetap. Lantaran memiliki contoh surat rekomendasi yang masa berlakunya telah habis.
“Kan diterbitkan Dinas Perikanan tiap bulan. Jadi kalau terambat cetak, tidak mungkin mereka (nelayan, Red.) tidak turun melaut. Yang jelas, dari surat rekomendasi itu, ditetapkan jatah bahan bakar per nelayan. Dan itu disesuaikan dengan kebutuhan,” pungkasnya. (*/in)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar