Bertahan Hanya 3 Hari, Terpaksa Beli Eceran
TERPAKSA MENGANGGUR: Ketika solar di SPBN habis, nelayan ini harus menunggu hingga datangnya kuota solar dari PT Pertamina. Jika membeli solar ecera, masih dianggap mahal (Imran Ibnu) |
BONTANG – Kuota bahan bakar 60
kiloliter (KL) per bulan bagi nelayan Bontang ternyata tak bisa memenuhi
kebutuhan nelayan Bontang berjumlah seribu lebih. Meski Pemkot melalui DPRD
Bontang telah mengajukan kembali penambahan kuota sebesar 150 KL per bulan,
namun belum terealisasi hingga saat ini.
Direktur Stasiun Pengisian Bahan
Bakar khusus Nelayan (SPBN) Tanjung Limau Bontang, Nazamuddin menuturkan, kuota
bahan bakar bagi nelayan Bontang tidak seimbang dengan jumlah nelayan. Bahkan,
kuota 60 KL per bulan, hanya bertahan di SPBN itu selama 3 hari. Sisanya,
tempat penampungan bahan bakar itu akan kosong.
“Kalau sudah habis, biasanya kami
tinggal tunggu kiriman lagi dari Pertamina,” jelasnya pada Bontang Post, Minggu (2/1) kemarin.
Dia menjelaskan, tiap kali stok
bahan bakar habis, maka pihaknya akan mengajukan permintaan ke PT Pertamina.
Hanya saja, berhubung jatah per bulan hanya 60 kl. Maka proses pengiriman
dilakukan tiap 10 hari sekali. Praktis, dalam sebulan akan menerima pengiriman bahan bakar sebanyak 6
kali.
Dalam rentan kekosongan stok itu, menurutnya nelayan Bontang akan
beralih menggunakan solar eceran yang harganya bisa capai dua kali lipat dari
harga SPBN yang tarifnya telah diatur oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yakni Rp 5.500
per liter.
“Kalau sudah habis, mereka pasti
cari alternatif lain. Karena, enggak mungkin mereka berhenti melaut gara-gara
tidak ada solar di SPBN,” ungkapnya.
Menanggulangi keterbatasan itu, lanjut Najamuddin, Pemkot melalui DPRD Bontang
telah mengajukan penambahan kuota ke Pertamina menjadi sebesar 150 kl per bulan
pada pertengahan 2012 silam. Bahkan hal itu telah dibicarakan langsung di Kementrian ESDM pusat oleh
DPRD Bontang. Hanya saja, dia menyangkan sebab sampai saat ini tak kunjung
terjawab.
“Belum ada kabar sampai sekarang. Padahal, nelayan Bontang itu sangat
bergantung dengan bahan bakar di SPBN. Karena, harganya sudah disubsidi
pemerintah,” akunya.
Ditanya mengenai jatah bahan bakar per nelayan, dia mengaku tidak tahu
pasti. Lantaran data valid ada di kantornya. Hanya saja dia menegaskan, bahwa
antara satu nelayan dengan lainnya punya jatah berbeda. Disesuaikan dengan
kebutuhan. Hal itu telah tertuang dalam surat rekomendasi yang dibuat Dinas
Perikanan Bontang. Sebab, mereka-lah yang mengerti tentang kebutuhan nelayan
Bontang. Khususnya yang bernaung dalam sebuah kelompok nelayan.
Surat rekomendasi itu, lanjut dia, harus dimiliki tiap nelayan ketika
hendak membeli bahan bakar ke SPBN yang dia pimpin. Namun, ketika masa berlakunya
yang hanya sebulan itu habis, maka pihak SPBN dapat memaklumi. Dengan catatan,
telah menjadi pelanggan tetap. Lantaran memiliki contoh surat rekomendasi yang
masa berlakunya telah habis.
“Kan diterbitkan Dinas Perikanan tiap bulan. Jadi kalau terambat cetak,
tidak mungkin mereka (nelayan, Red.)
tidak turun melaut. Yang jelas, dari surat rekomendasi itu, ditetapkan jatah
bahan bakar per nelayan. Dan itu disesuaikan dengan
kebutuhan,” pungkasnya. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar