GRAFIS
Biaya
Pencatatan Nikah yang diusulkan dalam revisi PP itu:
1.
Pernikahan di Kantor Urusan Agama bagi orang miskin tidak dipungut biaya.
Dengan persyaratan menunjukkan surat miskin.
2.
Pernikahan di KUA selain orang miskin dipungut biaya sebesar Rp 50 ribu.
3.
Pernikahan di luar KUA dan jam kerja dipungut biaya sebesar Rp 400 ribu.
4.
Pernikahan di gedung dipungut biaya sebesar Rp 1 juta, khususnya di kota-kota
besar.
(sumber:
internet)
BONTANG – Batas akhir revisi Peraturan Pemerintah
tentang tarif pencatatan nikah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 47
Tahun 2014 telah ditetapkan Kementerian Agama akhir Januari 2014 (lihat grafis. Red). Namun, Kementerian Agama
(Kemenag) Bontang belum bisa menerapkan lantaran belum mendapat instruksi
langsung dari pusat.
Kepala Kemenag Bontang Abdul Hamid mengakui tengah ada
pembahasan mengenai peningkatan tarif pencatatan nikah berikut penerapan uang
perjalanan dinas bagi petugas di Kantor Urusan Agama (KUA). Hal itu
diketahuinya dari media elektronik dan rekan seprofesi. Meski begitu, dia belum
menerima surat maupun instruksi langsung dari Menteri Agama sebagai pimpinan
tertinggi Kemenang Bontang.
“Kami belum terima surat maupun kabar apapun dari
pusat. Ini juga saya dapat dari TV. Jadi kami belum bisa menjelaskan secara
rinci tentang nilai ataupun mekanisme terbaru,” jelasnya pada media ini, Jumat
(3/1) kemarin.
Lanjut dia, informasi yang dia peroleh, ada dua
kebijakan baru yang kemungkinan akan diterapkan di Bontang serta seluruh
wilayah di Indonesia. Yakni penambahan tarif pencatatan nikah, serta penerapan
uang perjalanan dinas bagi petugas KUA.
Nah, dari dua kebijakan itu, penerapan uang perjalanan
dinas-lah yang telah dinantikan sejak lama oleh para pegawai KUA. Terdiri Kepala KUA, penghulu, hingga
pendamping penghulu.
Sebab, selama ini mereka (petugas KUA, Red.) kerap melakukan perjalan ke luar
kantor bahkan daerah untuk menikahkan warga. Tentunya, mereka harus
mengeluarkan biaya pribadi dalam perjalan itu. Mengingat tidak ada anggaran
khusus disediakan oleh kantor.
“Nah, kalau memang ada dibahas tentang penerapan uang
perjalan dinas, kami pasti senang. Karena memang itu yang ditunggu sejak lama,”
kata dia.
Dia menjelaskan, selama ini, biaya pencatatan nikah yang
harus dibayar calon pengantin sebesar Rp 30 ribu. Di luar itu tidak dibenarkan
ada retribusi atau yang akrab disebut gratifikasi mengatasnamakan Kemenag.
Meskipun kata dia, tidak ada aturan yang dibuat Menteri Agama tentang larangan
retsibusi itu.
“Tidak ada aturan baku melarang retribusi. Baik berupa
PP atau dasar hukum lain. Istilah gratifikasi pun, dimunculkan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi). Tidak ada diatur dalam SOP kami,” bebernya.
Selain itu, dia mengklaim ada petugas KUA yang
melakukan retribusi terhadap calon pengantin dengan mangatasnamakan prosedur
Kemenag. Yang tepat, hadiah sebagai ucapan terima kasih pihak pengantin karena
telah membantu proses pernikahan itu.
Apalagi, menikah adalah momen sakral yang dihajatkan sekali seumur hidup. “ Jadi, menurut saya,
apa yang selama ini dianggap gratifikasi, adalah pemberian sebagai hadiah,”
kata dia.
Bahkan, dia tidak
menampik besarnya kemungkinan petugas KUA yang berwenang menikahkan
masyarakat menerima pedapatan tambahan di laur gaji pokok sebagai pegawai
pemerintah.
“Misalnya, orang yang dinikahkan itu kalangan itu
orang kaya, pasti merasa malu jika memberi uang terima kasih Rp 50 ribu. Pasti
di atasnya. Begitupula sebaliknya. Ada juga pihak yang dinikahkan dan tidak
memberi uang sepeserpun. Itu tidak ada masalah. Asal, tidak mengataskanamakan
Prosedur,” tegasnya.
Oleh sebab itu, kata dia, jika sistem baru di atas
memang diterapkan ke tiap daerah termasuk Bontang. Maka itu adalah kabar
gembira bagi petugas pada 3 KUA di Bontang. Meliputi KUA Bontang Barat, Selatan
dan KUA Bontang Utara. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar