DIPERSOALKAN: Pembangunan Kelurahan Tanjung Laut ini tidak bisa dilakukan lantaran lahan masih bermasalah |
BONTANG - Keinginan kelurahan Tanjung Laut, Bontang
Selatan mendapat kantor pelayanan layak terkendala sengketa lahan. Pasalnya,
meskipun lahan yang ditempati kantor itu telah menjadi aset pemeritah sejak
sekira 1995. Klaim atas kepemilikan tanah itu masih terus dilontarkan pihak yang
mengaku sebagai pemilik. Akibatnya, sampai saat ini, proses pembangunannya
belum dapat diterapkan.
Lurah Tanjung Laut Sarifuddin mengisahkan, polemik
atas lahan itu memang menjadi penyebab utama belum dibangunannya kantor lurah
Tanjung Laut. Padahal, dengan kondisi kantor yang sebagian besar ruangannya
masih saling berbaur, jelas menjadi kendala tersendiri. Khususnya dalam hal
kenyamanan dan keamanan arsip penting.
Contohnya saja, lanjutnya, saat ini, ruang PMKS
masih tergabung dengan Bendahara. Begitupula dengan ruangan Kasipem masih satu
pintu dengan ruang TU. Berbeda dengan ruang Lurah, Seklur, Ekobang dan
Trantib-lah yang mandiri.
Lanjut Sarifuddin, dari sekian ruang di atas, gudang
arsip dan ruang pertemuan-lah yang paling mendesak. Karena, kata dia, khusus
ruang arsip, selalu teracampur dengan beras atau jenis bantuan social lain.
Dengan begitu, yang bisa masuk ke ruangan itu pun bebas. Tentunya bisa mengancam keamanan dokumen.
“Begitu juga
dengan ruang pertemuan. Selama ini kalau ada pertemuan dan melibatkan orang
banyak, biasanya pakai ruang terbuka di sisi depan kantor. Bahkan, tidak jarang
kami lesehan di lantai,” bebernya dia.
Padahal, kata
dia permasalahan tanah itu semestinya
tidak sampai menjadi kendala atas pemenuhan kantor pelayanan yang baik.
Pasalnya, lahan itu oleh pemilik sebelumnya, ketika Tanjung Laut dipimpin
seorang Kepala Desa, telah mencapai kesepakatan dan titik temu di mana keduanya
tidak dalam keterpaksaan. Bahkan, kata dia, menurut informasi yang dia peroleh,
tanah itu telah digantirugi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai
Kartanegara (Kukar).
“Sekira tahun
1995, lahan itu sudah diganti rugi. Waktu itu masih dipimpin kepala Desa. Bahkan, kalau
tidak salah, pemilik lama juga sudah tandatangan pernyataan siap tidak menuntut
di kemudian hari. Karena sudah sama-sama sepakat atas serah-terima itu,”
kenangnya.
Namun, entah
kenapa, ketika system pemerintahan di Bontang yang mulanya dipimipin Desa
berubah menjadi Kelurahan, tiba-tiba datang warga yang mengaku sebagai pemilik
sah lahan yang ditempati pusat pelayanan itu. Berbekal sejumlah surat
kepemilikan tanah yang belum jelas keabsahannya.
“Orang ini, ngaku sebagai pemilik sah. Dia mengaku
sudah membeli lahan itu ke pemilik sebelumnya dan menunjukan surat bukti
transaksi,” kenangnya.
Akibatnya, kata
dia, meskipun beberapa kali kepala desa maupun lurah sebelum dia mengajukan
pembangunan gedung baru, hingga kini tak kunjung terkabulkan. Padahal,
pembahasan itu telah beberapa kali menjadi pokok pembahasan oleh para anggota
dewan di DPRD.
“Sudah sering
dibahas. Tapi kalau masih ada orang lain yang mengaku tanah ini milik mereka.
Maka pembangunan tidak bisa dilakukan,” katanya.
Meski begitu,
dia berharap, melalui pihak terkait, masalah ini bisa rampung. Sehingga,
fasilitas pelayanan di kantor itu bisa berjalan normal. Meskipun, kondisi saat
ini tidak mengurangi pelayanan ke masyarakat yang jadi tugas pokok fungsi
(Tupoksi) mereka.
“Kami berharap,
masalah ini segera rampung. Lalu gedung yang layak bisa segera
dibangun,”tadasnya. (*/in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar