JANJI
adalah utang, dan utang akan ditagih di hari akhir. Kata bijak itu tampak
serasi dengan polemik pemenuhan infrastruktur layak bagi warga SDN 002
Bontang Selatan.
Sebab,
sejak dibangun 1978 menantikan sentuhan pembangunan, awal 2014 ini baru
mendapat ‘angin segar’ pemerintah. Tapi, itu jika pemerintah kota (Pemkot)
Bontang menepati janji. Seperti yang diucapkan Ketua Komisi I DPRD Bontang,
Abdul Kadir Tappa, belum lama ini. Bahwa ‘pembangunan SDN 002 Bontang Selatan
mutlak dibangun 2014'.
Dan jika
benar, itu patut diapresiasi. Baik keluarga besar sekolah 'pelat merah' itu,
maupun warga Bontang khususnya pembaca setia Bontang Post yang selama ini
mengikuti kisah perjuangan sekolah dan pemerintah mengupayakan pengadaan
infrastruktur fisik layak bagi sekolah yang dihuni 709 siswa dan 27 guru itu
lewat media ini. Sebab, menurut pengakuan pihak sekolah, janji sejenis sudah
kerap dilontarkan dan menjadi secercah harapan bagi warga di sekolah itu.
Namun, lantas terhempas ketika janji itu sebatas 'isapan jempol' belaka.
Meski
begitu, saya sebagai salah satu wartawan yang pernah menulis tentang sekolah
itu, dan sedikit banyak mengerti kondisi dan penderitaan warga sekolah itu,
sangat berharap dan optimis bahwa janji kali ini pasti terwujud. Sebab, seperti
diketahui, sebelumnya, sekolah itu tidak bisa dibangun lantaran terkendala
akses jalan untuk kendaraan roda 4 bermuatan material saat pembangunan
dilakukan, namun kini telah mendapat perhatian khusus pemilik tanah di sekitar
sekolah negeri itu.
Melalui
kemurahan hati pemilik tanah melepaskan tanahnya selebar sekira 3 meter untuk
dilalui sebagai akses. Yang diperoleh setelah DPRD melakukan negosiasi dan
pendekatan intensif. Dan saya rasa, wajib hukumnya memberi apresiasi atas upaya
yang akhirnya berbuah amat manis itu.
Apa yang
membuat sekolah itu begitu menarik untuk disoroti? Tidak lain, karena statusnya
sebagai sekolah negeri. Sebab, di tengah era modern ini. Ketika sekolah milik
pemerintah di kota besar berlomba-lomba tampil 'cantik dan gagah'. Tapi di kota
penghasil gas dan pupuk urea diperkuat keberadaan industri dan pertambangan
yang diyakini berkontribusi cukup besar ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), malah
tampil ‘terpuruk’ dengan kondisi bangunan berbahan kayu. Mirisnya, dinding,
cat, plafon, meja dan kursi kayu serta atribut lain di sekolah itu, bahkan
lebih buruk dari bekas sekolah saya di pelosok kota Kutai Kartanegara tepatnya
Desa Santan Ilir yang terpaut jauh dari perkotaan. Lalu, masa iya?, sekolah
milik pemerintah di pusat Kota Taman ini, harus dicap lebih buruk dari sekolah
pelosok?
Saya yakin
tidak. Karena, saya pun percaya, pemerintah dengan program tuntas
berkualitas-nya, mengerti bahwa kualitas tempat belajar amat berpengaruh dengan
kualitas belajar-mengajar.
Lagi pula,
dari sejumlah pembangunan yang dilakukan pemerintah di sejumlah sekolah pelat
merah di Bontang, saya yakin akan berlaku adil terhadap semua sekolah termasuk
SDN 002 Bontang selatan. Contohnya saja, SDN Gunung Elai. Yang dulunya
merupakan pecahan SDN 010 dan 005 Lhoktuan, kini telah dibangun terpisah di
Kelurahan Gunung Elai. Sekalipun hingga saat ini, infrastruktur pokok berupa
pengadaan power dari PLN tak kunjung tiba lantaran kendala teknis atau hal
lain, namun kabarnya, sekolah itu akan jadi sekolah unggulan di Bontang.
Bahkan,
atas penuturan Disdik Bontang melalui bidang Pendidikan Dasar (Dikdas),
proyeksi sekolah itu ke depan, menjadi sekelas Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI) yang telah dihapuskan.
Kabar yang
teramat baik bagi saya, pun datang dari pemerintah. Melalui Disdik Bontang
belum lama ini. Melalui Kepala Dinas Pendidikan Bontang, Dasuki, bahwa lembaga
pendidikan negeri Bontang akan dibangun bertingkat. Meskipun, itu baru wacana.
Lantaran, semua semua dilakukan bertahap yang diperkuat pernyataan Ketua Komisi
I DPRD Bontang, Abdul Kadir Tappa, kemarin, tentang proyeksi masa depan sekolah
pelat merah Bontang.
Meskipun
baru wacana, namun fakta-fakta tersebut, hendaknya mendapat apresiasi warga
Bontang. Sebab, setelah beberapa kali mendalami perihal kondisi sekolah yang
dinilai kurang layak, beberapa kali pula tudingan miring kerap ditujukan ke
Pemkot Bontang. Yang mempertanyakan kesungguhan pihak terkait mengurusi sekolah
pelat merah khususnya.
Dengan
fakta-fakta itu pula, mau tidak mau saya terbawa alur cerita yang saya tulis
sendiri. Bahwa pemerintah itu hanya bias menebar janji, dan tidak serius
mengurusi pendidikan di Bontang, akhirnya berbalik. Setelah mengetahui
penjelasan di balik semua kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Tapi satu hal yang pasti. Hal yang bisa semakin merusak
citra pemerintah di mata masyarakat yakni ketika dengan tegas menjanjikan satu
hal, tapi dengan beribu alasan, lalu menerapkan kebijakan berbalik 180 derajat.
Saya sebagai orang awam, mewakili para pelajar yang haus akan pemenuhan
infrastruktur layak, menanti dan akan terus menagih apa yang sudah dijanjikan.
Sebab, saya yakin, setiap orang beragama
pasti tahu bahwa janji adalah utang. Dan utang, akan dituntut pertanggungjawaban
di hari akhir. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar