Nasib SDN 002
Bontang Selatan Seolah Tak Tersentuh Kebijakan--sub
TERABAIKAN: Gedung non-permanen milik SDN 002 Bontang Selatan ini telah rusak parah namun tak kunjung tersentuh kebijakan pembangunan oleh Pemkot Bontang sejak 1978 |
TRAGIS: Plafon sekolah ini telah terkelupas dan menjulur ke bawah sebagai bukti tak terawat |
PENANTIAN panjang Sekolah Negeri (SDN) 002 Bontang Selatan tak kunjung capai muara.
Sebab, harapan dibangunnya gedung baru demi memenuhi kebutuhan ruang kelas di
sekolah itu, tak kunjung tercapai. Meskipun berbagai upaya, telah dilakukan para
pemimpin sekolah itu sejak dibangun 1978 silam. Namun, hanya janji manis yang
diperoleh. Kini, sekolah ‘Pelat Merah’ tampak tak terurus dan butuh tindak
nyata, bukan janji buta.
IMRAN
IBNU, Bontang
MENYOROTI
peran Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang terhadap penyediaan infrastruktur pada
lembaga pendidikan ‘berpelat merah’, tampaknya tak kunjung habis. Sebab,
kembali lagi, media ini menemukan sebuah sekolah yang tampak miris lantaran
status-nya sebagai lembaga pendidikan milik Negara, tampak tak terurus. Untuk
bisa masuk ke halaman sekolah itu saja, media ini harus melalui gang sempit
selebar tak lebih 2 meter. Kondisi itu, jelas jauh berbeda dengan sejumlah
sekolah negeri Bontang yang pernah media ini masuki. Dengan pelataran parkir
hingga halaman sekolah yang luas.
Belum
cukup sampai di situ pengamatan media ini. Sebab lebih jauh masuk ke halaman sekolah. Tampak pemandangan mengejutkan.
Sebab, Kota Taman yang digawangi dua perusahaan besar penghasil pupuk urea dan
gas LPG, yang tentu berkontribusi cukup besar terhadap kas daerah, namun masih
ada sekolah berbahan kayu yang mulai lapuk termakan rayap dan usia.
Bukan
hanya pada dinding yang menyelimuti bangunan yang disekat jadi 4 kelas itu.
Tapi, plafon berbahan triplek yang melekat pada rangka balok itu, tampak menjulur
ke bumi membentuk vertical. Kekumuhan bangunan itu pun, tampak serasi dengan keberadaan
cat melekat pada permukaan bangunan tua itu. Namun, tidak secerah semangat
siswa yang tak layu meskipun harus belajar di tengah keterbatasan. Bukan hanya
pada dinding gedung, atap, hingga plafon gedung itu pun tampak lusuh. Pantas,
jika keluhan demi keluhan dilontarkan tenaga pengajar yang telah mengecap
pahit-manis kehidupan dari sekolah berlebel ‘Negeri’ itu.
Sultan,
Kepala SDN 002 Bontang Selatan mengakui, keterbatasan infrastruktur kelas
memang jadi kendala utama yang telah lama dinantikan warga sekolah itu. Sebab,
kondisi bangunan berbahan kayu. Dan tampak lapuk termakan usia itu, jelas tidak
sesuai dengan statusnya sebagai sekolah ‘pelat merah’. Apalagi, dia mengetahui,
jika pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur sejumlah sekolah negeri
di Bontang terus dilakukan. Tapi, SDN 002 yang lebih dahulu berdiri, malah
tampak tak tersentuh kebijakan hingga menginjak awal tahun 2014.
Dia
membeber, jumlah siswa dibawah lembaga itu sekira 709 siswa, 20 rombongan
belajar (Rombel), dan 10 ruang kelas meliputi 6 ruang permenen berbahan beton
dan 4 ruang kelas non-permenen berbahan kayu. Sementara jumlah guru termasuk
kepala sekolah sebanyak 27 orang dan 99 persen S1. Imbas dari keterbatasan
kelas itu, kata dia, sekolah pun menerapkan dua jam belajar. Yakni masuk pagi
sejak pukul 07 hingga 13.00 Wita diikui kelas 4 (a,b,c,d), 5 (a,b,c) dan 6
(a,b,c). Masuk siang sejak pukul 13.00 hingga 16.45 Wita, diikuti kelas 1
(a,b,c), 2 (a,b,c) dan 3 (a,b,c,d).
“Dari 20 rombel
yang kami miliki. Isi
per kelasnya beragam. Terendah sebanyak 32 dan paling banyak 41. Dan kami tahu,
untuk ukuran sekolah negeri itu sudah tidak benar. Karena, idealnya, per kelas,
rata-rata hanya 32 kelas saja. Tapi, kalau sudah sampai 40-an itu berarti sudah
salah,” akunya.
Tak
hanya itu, penerapan dua jam belajar itu pun kata dia bukan hal bijaksana.
Sebab, bisa mengurangi kualitas belajar siswa. Khususnya yang masuk siang.
Tapi, karena tidak ada pilihan lain. Sementara, proses belajar harus tetap
jalan, makanya jalan itu mesti ditempuh.
“Yang
masuk siang itu, sudah pasti beda dengan yang masuk pagi. Mereka lebih segar dan mudah menerima pelajaran. Tapi
kalau siang, karena jam istirahat, ditambah ruangannya pengap. Jelas jadi
masalah serius terhadap penerimaan materi siswa,” kata dia lebih jauh.
Kondisi itu,
kata dia, jelas mengundang kecemburuan. Bukan tanpa usaha dilakukan pihak
sekolah. Sebab, sejak kepemimpinan beberapa kepala sekolah sebelum dia, telah
dilakukan berbagai upaya. Mulai dari bersurat ke Pemkot lewat Dinas Pendidik
(Disdik) Bontang, hingga langsung ke DPRD dan Walikota. Tapi, hingga dia
memimpin sekira 2010 silam, belum ada upaya nyata berujung pembangunan gedung baru
untuk kelas 4 ruang kelas berbahan kayu itu.
“Bahkan,
terakhir, 2013 kemarin. Saya datang langsung ke dewan. Mengadukan kondisi
sekolah ini. Mereka memang sempat turun ke sekolah dan mengecek kondisi
lapangan. Tapi, kembali lagi, kami harus sabar. Karena, mereka bilang ‘ DPRD
kan cuma bisa mengusulkan. Sementara untuk dikabulkan, harus ada persetujuan
pihak-pihak lain” kenang pria sepuh ini, Sabtu (19/1) kemarin.
Sementara,
ujarnya, yang jadi alasan Pemkot tak kunjung melakukan pembangunan terhadap gedung
sekolah itu, lantaran terkendala akses masuk ketika memabawa material ke lokasi
pengerjaan. Sebab, jalan masuk ke sekolah itu, berupa gang sempit yang tidak
lebih dari 2 meter. Sehingga, tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Di sisi
lain, upaya pemerintah membeli tanah milik seorang warga yang rencananya
memudahkan kases masuk membawa material ke objek pengerjaan, justru tak dapat
terlaksana. Lantaran, sang empunya tanah enggan menjual tanahnya ke pemerintah,
karena satu sebab. Sehingga, pembangunan tidak bisa dilakukan.
Namun,
tegas Sultan, jika hal itu yang jadi alasan utama tidak terlaksananya
pembangunan gedung sekolah SDN 002 Bontang Selatan, terkesan dibuat-buat.
Sebab, ujarnya, selain jalan gang itu, masih ada jalan lain yang bisa ditempuh.
Yakni, dengan membobol salah satu ruko milik warga yangt terletak di sisi kanan
arah sekolah itu.
“Selama
ini, kami merenovasi sekolah, juga lewat ruko itu. Dan tidak ada masalah.
Karena sudah ada izin dari yang punya. Katanya, bisa dijebol saja kalau mau dilewati
material. Jadi, kalau memang ada niatan bangun sekolah ini, pasti ada jalan,”
katanya.
Meski
begitu, dia mengaku sudah bosan dengan janji-janji pemerintah. Sebab, sejak
1978 silam diupayakan, namun hingga 2014 ini, belum ada tindak nyata.
“Jadi
biarlah. Kembali ke pemerintah. Toh ini, punya mereka. Takutnya, kalau kami
terlalu berkeras, nanti dibilang punya kepentingan khusus. Padahal, enggak ada
yang lain. Kecuali menjalankan tanggungjawab sebagai pemimpin di sekolah ini,”
tegasnya.
Sebelumnya,
Kepala Dinas Pendidikan Bontang, Dasuki mengklaim keterbatasan ruang kelas di
sekolah negeri Bontang dalam perhatian. Bahkan, dengan tegas berjanji
menyelesaikan masalah itu dengan pembangunan gedung baru, ketika masalah lahan
yang jadi kendala utama terselesaikan.
“Masalah
sekolah yang ruangannya terbatas itu sudah ada solusi. Rencananya, mau dibangunkan gedung baru. Tapi itu baru bisa terlaksana
kalau ada lahan,” jelas Kepala Dinasdik
Bontang, Dasuki belum lama ini.
Dia menuturkan,
sejumlah sekolah yang jadi fokus utama, adalah yang berada dalam satu halaman
namun dua gedung sekolah ‘pelat merah’. Karena menurutnya, kondisi tesebut
tidak ideal untuk ukuran sekolah negeri yang mestinya memiliki gedung sendiri.
Di sisi lain,
juga harus masuk dalam kategori prioritas. Salah satunya, jika kondisi fisik
bangunan yang masih berupa kayu, atau ruang belajar terbatas sehingga dituntut
membagi jam belajarnya atas dua shift.
“Nanti tetap
dipilah, dilihat dari sisi urgen-sinya.
Karena, jika mau sekaligus, selain terbatas anggaran penyediaan sarana dan
prasarana belajar, juga anggaran pembebasan lahan, ” tandasnya. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar