Kamis, 12 Juni 2014

Gedung Rusak, 26 Tahun ‘Makan’ Janji


Nasib SDN 002 Bontang Selatan Seolah Tak Tersentuh Kebijakan--sub
 


TERABAIKAN: Gedung non-permanen milik SDN 002 Bontang Selatan ini telah rusak parah namun tak kunjung tersentuh kebijakan pembangunan oleh Pemkot Bontang sejak 1978





TRAGIS: Plafon sekolah ini telah terkelupas dan menjulur ke bawah sebagai bukti tak terawat
PENANTIAN panjang Sekolah Negeri (SDN) 002 Bontang Selatan tak kunjung capai muara. Sebab, harapan dibangunnya gedung baru demi memenuhi kebutuhan ruang kelas di sekolah itu, tak kunjung tercapai. Meskipun berbagai upaya, telah dilakukan para pemimpin sekolah itu sejak dibangun 1978 silam. Namun, hanya janji manis yang diperoleh. Kini, sekolah ‘Pelat Merah’ tampak tak terurus dan butuh tindak nyata, bukan janji buta.

IMRAN IBNU, Bontang

MENYOROTI peran Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang terhadap penyediaan infrastruktur pada lembaga pendidikan ‘berpelat merah’, tampaknya tak kunjung habis. Sebab, kembali lagi, media ini menemukan sebuah sekolah yang tampak miris lantaran status-nya sebagai lembaga pendidikan milik Negara, tampak tak terurus. Untuk bisa masuk ke halaman sekolah itu saja, media ini harus melalui gang sempit selebar tak lebih 2 meter. Kondisi itu, jelas jauh berbeda dengan sejumlah sekolah negeri Bontang yang pernah media ini masuki. Dengan pelataran parkir hingga halaman sekolah yang luas.
Belum cukup sampai di situ pengamatan media ini. Sebab lebih jauh masuk ke halaman sekolah. Tampak pemandangan mengejutkan. Sebab, Kota Taman yang digawangi dua perusahaan besar penghasil pupuk urea dan gas LPG, yang tentu berkontribusi cukup besar terhadap kas daerah, namun masih ada sekolah berbahan kayu yang mulai lapuk termakan rayap dan usia.
Bukan hanya pada dinding yang menyelimuti bangunan yang disekat jadi 4 kelas itu. Tapi, plafon berbahan triplek yang melekat pada rangka balok itu, tampak menjulur ke bumi membentuk vertical. Kekumuhan bangunan itu pun, tampak serasi dengan keberadaan cat melekat pada permukaan bangunan tua itu. Namun, tidak secerah semangat siswa yang tak layu meskipun harus belajar di tengah keterbatasan. Bukan hanya pada dinding gedung, atap, hingga plafon gedung itu pun tampak lusuh. Pantas, jika keluhan demi keluhan dilontarkan tenaga pengajar yang telah mengecap pahit-manis kehidupan dari sekolah berlebel ‘Negeri’ itu.
Sultan, Kepala SDN 002 Bontang Selatan mengakui, keterbatasan infrastruktur kelas memang jadi kendala utama yang telah lama dinantikan warga sekolah itu. Sebab, kondisi bangunan berbahan kayu. Dan tampak lapuk termakan usia itu, jelas tidak sesuai dengan statusnya sebagai sekolah ‘pelat merah’. Apalagi, dia mengetahui, jika pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur sejumlah sekolah negeri di Bontang terus dilakukan. Tapi, SDN 002 yang lebih dahulu berdiri, malah tampak tak tersentuh kebijakan hingga menginjak awal tahun 2014.
Dia membeber, jumlah siswa dibawah lembaga itu sekira 709 siswa, 20 rombongan belajar (Rombel), dan 10 ruang kelas meliputi 6 ruang permenen berbahan beton dan 4 ruang kelas non-permenen berbahan kayu. Sementara jumlah guru termasuk kepala sekolah sebanyak 27 orang dan 99 persen S1. Imbas dari keterbatasan kelas itu, kata dia, sekolah pun menerapkan dua jam belajar. Yakni masuk pagi sejak pukul 07 hingga 13.00 Wita diikui kelas 4 (a,b,c,d), 5 (a,b,c) dan 6 (a,b,c). Masuk siang sejak pukul 13.00 hingga 16.45 Wita, diikuti kelas 1 (a,b,c), 2 (a,b,c) dan 3 (a,b,c,d).
“Dari 20 rombel yang kami miliki. Isi per kelasnya beragam. Terendah sebanyak 32 dan paling banyak 41. Dan kami tahu, untuk ukuran sekolah negeri itu sudah tidak benar. Karena, idealnya, per kelas, rata-rata hanya 32 kelas saja. Tapi, kalau sudah sampai 40-an itu berarti sudah salah,” akunya.
Tak hanya itu, penerapan dua jam belajar itu pun kata dia bukan hal bijaksana. Sebab, bisa mengurangi kualitas belajar siswa. Khususnya yang masuk siang. Tapi, karena tidak ada pilihan lain. Sementara, proses belajar harus tetap jalan, makanya jalan itu mesti ditempuh.
“Yang masuk siang itu, sudah pasti beda dengan yang masuk pagi. Mereka lebih segar dan mudah menerima pelajaran. Tapi kalau siang, karena jam istirahat, ditambah ruangannya pengap. Jelas jadi masalah serius terhadap penerimaan materi siswa,” kata dia lebih jauh.
Kondisi itu, kata dia, jelas mengundang kecemburuan. Bukan tanpa usaha dilakukan pihak sekolah. Sebab, sejak kepemimpinan beberapa kepala sekolah sebelum dia, telah dilakukan berbagai upaya. Mulai dari bersurat ke Pemkot lewat Dinas Pendidik (Disdik) Bontang, hingga langsung ke DPRD dan Walikota. Tapi, hingga dia memimpin sekira 2010 silam, belum ada upaya nyata berujung pembangunan gedung baru untuk kelas 4 ruang kelas berbahan kayu itu.
“Bahkan, terakhir, 2013 kemarin. Saya datang langsung ke dewan. Mengadukan kondisi sekolah ini. Mereka memang sempat turun ke sekolah dan mengecek kondisi lapangan. Tapi, kembali lagi, kami harus sabar. Karena, mereka bilang ‘ DPRD kan cuma bisa mengusulkan. Sementara untuk dikabulkan, harus ada persetujuan pihak-pihak lain” kenang pria sepuh ini, Sabtu (19/1) kemarin.
Sementara, ujarnya, yang jadi alasan Pemkot tak kunjung melakukan pembangunan terhadap gedung sekolah itu, lantaran terkendala akses masuk ketika memabawa material ke lokasi pengerjaan. Sebab, jalan masuk ke sekolah itu, berupa gang sempit yang tidak lebih dari 2 meter. Sehingga, tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Di sisi lain, upaya pemerintah membeli tanah milik seorang warga yang rencananya memudahkan kases masuk membawa material ke objek pengerjaan, justru tak dapat terlaksana. Lantaran, sang empunya tanah enggan menjual tanahnya ke pemerintah, karena satu sebab. Sehingga, pembangunan tidak bisa dilakukan.
Namun, tegas Sultan, jika hal itu yang jadi alasan utama tidak terlaksananya pembangunan gedung sekolah SDN 002 Bontang Selatan, terkesan dibuat-buat. Sebab, ujarnya, selain jalan gang itu, masih ada jalan lain yang bisa ditempuh. Yakni, dengan membobol salah satu ruko milik warga yangt terletak di sisi kanan arah sekolah itu.
“Selama ini, kami merenovasi sekolah, juga lewat ruko itu. Dan tidak ada masalah. Karena sudah ada izin dari yang punya. Katanya, bisa dijebol saja kalau mau dilewati material. Jadi, kalau memang ada niatan bangun sekolah ini, pasti ada jalan,” katanya.
Meski begitu, dia mengaku sudah bosan dengan janji-janji pemerintah. Sebab, sejak 1978 silam diupayakan, namun hingga 2014 ini, belum ada tindak nyata.
“Jadi biarlah. Kembali ke pemerintah. Toh ini, punya mereka. Takutnya, kalau kami terlalu berkeras, nanti dibilang punya kepentingan khusus. Padahal, enggak ada yang lain. Kecuali menjalankan tanggungjawab sebagai pemimpin di sekolah ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Bontang, Dasuki mengklaim keterbatasan ruang kelas di sekolah negeri Bontang dalam perhatian. Bahkan, dengan tegas berjanji menyelesaikan masalah itu dengan pembangunan gedung baru, ketika masalah lahan yang jadi kendala utama terselesaikan.
“Masalah sekolah yang ruangannya terbatas itu sudah ada solusi. Rencananya, mau dibangunkan gedung baru. Tapi itu baru bisa terlaksana kalau ada lahan,” jelas  Kepala Dinasdik Bontang, Dasuki belum lama ini.
Dia menuturkan, sejumlah sekolah yang jadi fokus utama, adalah yang berada dalam satu halaman namun dua gedung sekolah ‘pelat merah’. Karena menurutnya, kondisi tesebut tidak ideal untuk ukuran sekolah negeri yang mestinya memiliki gedung sendiri.
Di sisi lain, juga harus masuk dalam kategori prioritas. Salah satunya, jika kondisi fisik bangunan yang masih berupa kayu, atau ruang belajar terbatas sehingga dituntut membagi jam belajarnya atas dua shift.
“Nanti tetap dipilah, dilihat dari sisi urgen-sinya. Karena, jika mau sekaligus, selain terbatas anggaran penyediaan sarana dan prasarana belajar, juga anggaran pembebasan lahan, ” tandasnya. (***)

 



      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar