Minggu, 15 Juni 2014

Biaya PKL SMKN 2 Ditanggung Siswa


Gara-gara DPA Lambat Turun, Kepsek Janji Diganti bila Dana Cair
 
DIPROTES: Kebijakan managemen SMKN 2 Bontang dikeluhkan lantaran biaya PKL dinilai terlalu mahal
BEBERAPA hari terakhir ini, kolom ‘suara warga’ Bontang Post berisi keluhan atas tingginya biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bontang. Seperti disampaikan salah seorang wali murid sekolah kejuruan itu. Dalam pesannya dia mengatakan ‘SY WALI MURID SMKN 2 BTG. SY KEBERATAN ATAS BIAYA PKL YG SGT TINGGI. TLG BANTUANNYA. Dikirim melalui nomor 628997945564.
Dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 2 Bontang, Drs Kasman Purba membenarkannya. Ia memang mewajibkan siswa membayar biaya PKL yang akan digelar 17 Maret mendatang. Tujuannya, demi mengaplikasikan materi yang telah dipelajari sejak duduk di bangku kelas satu SMK. Sehingga begitu menginjak kelas 2, sekira 196 siswa pun wajib menjalani PKL itu.
Nah, bagi siswa dengan jurusan otomotif atau komputer tidak perlu ke luar kota. Karena bisa dimagangkan di Bontang. Namun tidak demikian dengan jurusan kelautan. Mereka mesti dimagangkan di luar kota. Seperti Samarinda, Jakarta, hingga daerah lain di pulau Jawa. Mengingat hanya di sanalah, siswa dapat berlayar dengan bergabung di salah satu perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan SMK Negeri 2 Bontang demi mengaplikasikan materi yang selama ini dipelajari.
“Khusus jurusan kelautan dan beberapa bidang lain, kami arahkan siswa ke luar kota. Karena di Bontang tidak ada perusahaan yang membidangi bidang kelautan itu. Paling juga nelayan. Itu pun berlayar pagi sampai sore. Sementra yang mereka butuhkan, mereka berlayar berminggu-minggu hingga berbulan-bulan di laut. Supaya mereka paham apa yang mereka pelajari dengan mengerjakannya,” jelasnya saat ditemui Bontang Post di ruangannya, Senin (3/3) kemarin.
Lantas kenapa siswa harus membayar dengan statusnya sebagai sekolah negeri? Kasman mengaku punya alasan logis. Kata dia, keputusan itu diambil karena Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang di dalamnya tercantum biaya PKL anak didiknya belum turun. Sementara itu, 17 Maret nanti anak didiknya sudah harus berangkat. Otomatis, jika dia tidak bergegas mengambil keputusan dengan membebankan biaya tersebut ke pihak siswa, maka besar kemungkinan proses PKL siswa akan batal.
“Kami ambil keputusan itu, karena memang mendesak. Anak-anak sudah harus berangkat bulan ini. Sementara DPA-nya baru kami terima Kamis (27/2) kemarin. Proses pencairannya pun masih butuh proses. Belum tentu bisa cair sebelum hari berangkat tiba,” ujarnya.
Diuraikan Kasman, besaran nilai yang harus dibayar siswa sebagai biaya PKL terbagi atas beberapa jenis. Dikelompokan berdasarkan bidang dan lokasi magang yang dipilih. Bagi siswa bidang otomotif misalnya. Jika mereka magang di Bontang, biaya harus dibayar tergolong kecil yakni sekira Rp 350 ribu. Di Balikpapan, biaya harus ditebus sekira Rp 1,7 juta. Berbeda jika siswa ditempatkan di Pulau Jawa, mereka harus siap merogoh kocek lebih dalam yakni sekira Rp 4 juta lebih selama 2 bulan hingga Mei mendatang.
“Seperti biaya magang di Jawa. Total yang harus dibayar siswa, sekira Rp 4 juta. Itu sudah masuk biaya tiket pesawat pulang- pergi. Biaya asuransi hingga indekos selama 2 bulan ke depan. Biaya itu, juga sudah masuk operasional guru pendamping. Biasanya 1 guru satu wilayah. Bahkan bisa juga 2 wilayah 1 pendamping,” ujarnya.
Meski begitu dia menjamin, biaya yang ditarik dari siswa tersebut, tetap akan dikembalikan ke siswa. Asalkan anggaran dari pemerintah melalui Disdik Bontang turun. Bahkan dia mengklaim, biaya dikeluarkan pemerintah akan lebih besar dari pengeluaran siswa. Sebab katanya, biaya yang ditarik saat ini, belum termasuk uang makan. Sementara itu, ketika anggaran dari pemerintah sudah cair, peserta PKL akan menerima dana berupa uang makan.
“Uang yang dikeluarkan nanti akan kami kembalikan lagi ke siswa. Ketika dana dari pemerintah sudah turun. Bahkan tambah uang makan yang sebelumnya tidak masuk daftar harus dibayar siswa saat ini,” bebernya. (in)

 Kepsek Kecewa, Wali Murid Lapor Ke Publik

 KEPALA Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bontang, Kasman Purba kecewa atas tindakan oknum wali murid yang mengadukan masalah penerapan biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL) sekolah tersebut ke publik. Karena tanpa sekalipun konsultasi ke sekolah. Sebab baginya itu bisa memunculkan banyak persepsi negative di kalangan masyarakat Bontang. Salah satunya, sekolah dianggap melakukan pungutan liar (Pungli) di lembaga milik pemerintah itu.
Menurut Kasman, tindakan seperti itu bukan cerminan orang bertanggungjawab. Karena hanya melempar masalah ke publik tapi tidak  mau mencari solusi. Padahal masalah tersebut dapat dibicarakan di lingkup internal sekolah. Apalagi dia mengaku tidak mengambil kebijakan sepihak dalam hal tersebut. Sebab, sebelum kebijakan itu ditetapkan, dia telah mengadakan rembuk dengan wali murid di pada Jumat (10/1) bulan lalu di gedung SMK Negeri 3 Bontang. Bahkan dia mengaku saat pertemuan tersebut, sekira 80 persen wali murid hadir.
“Kebijakan ini bukan keputusan sepihak. Sebelumnya sudah dibicarakan dan disepakati bersama. Dan saat itu, tidak ada yang keberatan. Bahkan sampai akhir pertemuan, tidak ada pertanyaan lebih lanjut diajukan ke kami. Lalu kenapa tiba-tiba ada yang protes? ,” keluhnya.
Dalam pertemuan tersebut, dia juga sempat menawarkan solusi terhadap para wali murid untuk mengelola biaya keberangkatan peserta PKL yang totalnya sekira 196 itu. Tujuannya, menghindari kecurigaan bahwa pihak sekolah melakukan penyimpangan dana. Hal itu sangat disambut olehnya. Sebab, dapat meringankan beban moril dan pikiran pihak sekolah.
Hanya saja saat itu, tak seorang pun yang bersedia. Dengan kata lain menyerahkan semua prosesnya di tangan sekolah. Karenanya, dia merasa sedikit kecewa dengan tindakan dilakukan oknum wali murid itu.
Apalagi jelas Kasman, sejak sekolah tersebut berdiri sekira 2007 silam, biaya PKL memang selalu ditanggung siswa. Lalu, 2 tahun terakhir yakni 2002 hingga 2003 lalu, baru ada bantuan dari pemerintah khusus biaya PKL. Tapi sejauh itu, dia mengaku baru pelaksanaan PKL 2014 ini ada oknum wali murid yang menyuarakan aksi protes. Parahnya, bukannya mengeluh ke sekolah, tapi langsung ke media.
“Bantuan dari pemerintah itu baru dua tahun terakhir ini. Sebelumnya selalu ditanggung siswa. Dan selama itu pula, tidak ada wali murid yang mengeluhkan masalah biaya PKL. Karena mereka sadar, ketika masuk di SMKN 2, harus menjalani PKL. Tentunya harus menebus biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.
Lagi pula dia menegaskan, masalah biaya PKL ini tak perlu diributkan lebih jauh. Karena hal seperti itu baginya bukan tindakan pungli yang dia ketahui tidak boleh dilakukan di lingkup sekolah ‘pelat merah’.
Melainkan, PKL di sekolah kejuruan itu, merupakan sebuah kewajiban yang harusnya mereka pahami sejak memutuskan bergabung menjadi siswa.
“Sekolah kejuruan seperti di sini, pasti ada PKL. Dan untuk kelautan, itu pasti harus ke luar kota. Karena di Bontang tidak ada perusahaan besar di bidang pelayaran. Makanya kami selalu tegaskan mengenai biaya yang kelak harus dibayar. Nah, kalau mereka tetap mau masuk, artinya protes seperti ini tidak perlu ada,” tegasnya.
Meski begitu, dia juga enggan lebih jauh berkomentar. Karena masalah keluhan atau aksi protes sejenisnya, adalah bagian dari dinamika masyarakat Bontang. Tidak bisa ditebak karakter dan kepribadiannya. Yang pasti, dia tetap menyarankan, ketika ada masalah yang dinilai ganjil diputuskan pihak sekolah, hendaknya dikonsultasikan ke sekolah lebih dahulu. Namun bila tetap tidak mencapai jalan tengah, baru bisa bertidak hal lain.
“Saya kira ini bagian dari dinamika masyarakat Bontang. Yang pasti bagi kami, tidak ada yang salah dalam kebijakan kami. Itu sudah sesuai kebutuhan dan tidak menyimpang dari aturan,” tandasnya (*/in)



Bukan Jalan Umum, Ditutup saat Jam Belajar

 Pengirim Pesan Protes SDN 003 Dituding Pengecut 
 
BUKAN UNTUK UMUM: Pemagaran jalan oleh SDN 003 Bontang Utara agar siswa lebih tenang belajar
SEKOLAH Dasar Negeri (SDN) 003 Bontang Utara angkat bicara terkait keluhan warga melalui kolom ‘suara warga’ Bontang Post edisi Jumat (28/2) kemarin. SMS itu dikirim oleh nomor +6285391301045 berbunyi:
‘Pak Wali Kota. Tolong dong ditegasin guru Bontang Baru Parikesit sekolah SDN 003. Jalan umum kok ditutup? Padahal kan itu jalan umum bukan jalan sekolahan? Jangan seenaknya pagarin jalan umum. Kalau Bapak Wali Kota tidak bisa bertindak, kami warga-warga yang akan bertindak!
Nama baiknya tercemar, sekolah lantas penghubungi balik nomor itu untuk meluruskan masalah yang dinilai sebatas salahpaham. Hanya saja dia menyayangkan, ketika dikonfirmasi balik oleh sekolah, sang empunya nomor memilih diam. Melainkan langsung memutus saluran teleponnya.  
Hal tersebut diungkapkan Suparyoko, guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) SDN 003. Dia menilai, pengirim pesan di kolom ‘suara warga’ media ini tak lain adalah seorang pengecut yang hanya berani melempar ‘bola panas’ namun tak berani bertanggungjawab.
“Saat sayaa baca Bontang Post tadi pagi (kemarin, Red.), saya  kaget lihat ada pesan seperti itu. Karena itu saya ngobrol sama guru lain dan langsung diminta menghubungi nomor itu. Sempat tersambung beberapa detik. Bahkan dia sempat mengaku sebagai warga Berbas. Tapi setelah tahu dari sekolah, HP-nya langsung dimatikan. Itu kan namanya pengecut. Lagi pula, kalau memang bukan warga sini (Bontang Baru, Red.) kenapa ngurus sekolah ini?” tegasnya saat ditemui, Jumat (28/2) kemarin.
Padahal Suparyoko mengaku hendak meluruskan masalah yang dia anggap salahpaham itu. Karena kata dia, jika tidak diluruskan, nama sekolah menjadi buruk di mata warga Bontang.
Sebab hal sebenarnya terjadi lanjut dia, jalanan yang akhirnya ditutup tersebut adalah milik sekolah. Sehingga tak salah jika harus ditutup pagar.
Dia menjelaskan, penutupan pagar sekolah itu dilakukan saat jam belajar. Seperti hari Senin hingga Kamis, pagar sekolah akan ditutup pukul 11.30 Wita. Sedangkan Jumat dan Sabtu, pintu pagar ditutup pukul 11.00 Wita.
Namun tambah dia, sejak sekira tahun 2000-an lalu, akses jalan itu memang bukan untuk dilalui pengendara dari kalangan umum. Lagi pula, seharusnya pintu pagar hanya dibuka satu sisi. Sementara lainnya tetap tertutup. Karena akan digunakan sebagai akses keluar-masuk penghuni rumah yang bermukim di lingkungan sekolah itu.
“Jalan cor ini, memang dibuat sebagai akses warga di perumahan guru. Kebetulan letaknya di lingkungan sekolah. Jadi ini bukan jalan umum. Tapi selama seminggu terakhir ini, baru ditegaskan lagi. Karena memang itu sesuai instruksi Disdik Bontang,” tegasnya.
Dia juga menegaskan, sampai saat ini tidak pernah ada keluhan atau protes dari warga setempat. Karena dia yakin, warga setempat paham status jalan tersebut.
Senada Zul Fahmi, penjaga sekolah tersebut menambahkan, pertimbangan sekolah menutup akses bagi pengguna umum saat jam belajar, yakni demi keamanan dan kenyamanan ketika proses belajar mengajar (PBM) berlangsung. Apalagi, jika yang melintas itu menggunakan knalpot dengan suara memekakan telinga. Sontak saja, akan menarik perhatian siswa di sekolah yang jumlah siswanya capai 800 orang dengan 19 rombongan belajar (rombel) itu.
Apalagi dia menuturkan, lingkungan sekolah itu ternyata dikelilingi akses jalan. Bahkan, di ujung jalan yang dipermasalahkan itu, terhubung jalanan yang kerap dilalui kendaraan roda empat hingga truk pengangkut material. 
“Anak kami totalnya 800-an siswa. Luas lahan sekolah hanya sekira 300x80 meter per segi. Makanya mereka sering main sampai jalanan karena tidak cukup kalau main di lapangan saja. Karena itulah sekolah meminta supaya ditutup jalannya. Kalau tidak, bisa saja mereka main sampai ke jalan dan ditabrak kendaraan,” bebernya.
“Tidak ada masalah sebenarnya. Karena ini lahan sekolah. Justru yang bermasalah itu, pengirim sms yang tidak mau dikonfirmasi. Itu namanya cuma melempar masalah tapi bukan cari solusi,” tandasnya. (in)


Kepsek Kecewa, Wali Murid Lapor Ke Publik

KEPALA Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Bontang, Kasman Purba kecewa atas tindakan oknum wali murid yang mengadukan masalah penerapan biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL) sekolah tersebut ke publik. Karena tanpa sekalipun konsultasi ke sekolah. Sebab baginya itu bisa memunculkan banyak persepsi negative di kalangan masyarakat Bontang. Salah satunya, sekolah dianggap melakukan pungutan liar (Pungli) di lembaga milik pemerintah itu.
Menurut Kasman, tindakan seperti itu bukan cerminan orang bertanggungjawab. Karena hanya melempar masalah ke publik tapi tidak  mau mencari solusi. Padahal masalah tersebut dapat dibicarakan di lingkup internal sekolah. Apalagi dia mengaku tidak mengambil kebijakan sepihak dalam hal tersebut. Sebab, sebelum kebijakan itu ditetapkan, dia telah mengadakan rembuk dengan wali murid di pada Jumat (10/1) bulan lalu di gedung SMK Negeri 3 Bontang. Bahkan dia mengaku saat pertemuan tersebut, sekira 80 persen wali murid hadir.
“Kebijakan ini bukan keputusan sepihak. Sebelumnya sudah dibicarakan dan disepakati bersama. Dan saat itu, tidak ada yang keberatan. Bahkan sampai akhir pertemuan, tidak ada pertanyaan lebih lanjut diajukan ke kami. Lalu kenapa tiba-tiba ada yang protes? ,” keluhnya.
Dalam pertemuan tersebut, dia juga sempat menawarkan solusi terhadap para wali murid untuk mengelola biaya keberangkatan peserta PKL yang totalnya sekira 196 itu. Tujuannya, menghindari kecurigaan bahwa pihak sekolah melakukan penyimpangan dana. Hal itu sangat disambut olehnya. Sebab, dapat meringankan beban moril dan pikiran pihak sekolah.
Hanya saja saat itu, tak seorang pun yang bersedia. Dengan kata lain menyerahkan semua prosesnya di tangan sekolah. Karenanya, dia merasa sedikit kecewa dengan tindakan dilakukan oknum wali murid itu.
Apalagi jelas Kasman, sejak sekolah tersebut berdiri sekira 2007 silam, biaya PKL memang selalu ditanggung siswa. Lalu, 2 tahun terakhir yakni 2002 hingga 2003 lalu, baru ada bantuan dari pemerintah khusus biaya PKL. Tapi sejauh itu, dia mengaku baru pelaksanaan PKL 2014 ini ada oknum wali murid yang menyuarakan aksi protes. Parahnya, bukannya mengeluh ke sekolah, tapi langsung ke media.
“Bantuan dari pemerintah itu baru dua tahun terakhir ini. Sebelumnya selalu ditanggung siswa. Dan selama itu pula, tidak ada wali murid yang mengeluhkan masalah biaya PKL. Karena mereka sadar, ketika masuk di SMKN 2, harus menjalani PKL. Tentunya harus menebus biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.
Lagi pula dia menegaskan, masalah biaya PKL ini tak perlu diributkan lebih jauh. Karena hal seperti itu baginya bukan tindakan pungli yang dia ketahui tidak boleh dilakukan di lingkup sekolah ‘pelat merah’.
Melainkan, PKL di sekolah kejuruan itu, merupakan sebuah kewajiban yang harusnya mereka pahami sejak memutuskan bergabung menjadi siswa.
“Sekolah kejuruan seperti di sini, pasti ada PKL. Dan untuk kelautan, itu pasti harus ke luar kota. Karena di Bontang tidak ada perusahaan besar di bidang pelayaran. Makanya kami selalu tegaskan mengenai biaya yang kelak harus dibayar. Nah, kalau mereka tetap mau masuk, artinya protes seperti ini tidak perlu ada,” tegasnya.
Meski begitu, dia juga enggan lebih jauh berkomentar. Karena masalah keluhan atau aksi protes sejenisnya, adalah bagian dari dinamika masyarakat Bontang. Tidak bisa ditebak karakter dan kepribadiannya. Yang pasti, dia tetap menyarankan, ketika ada masalah yang dinilai ganjil diputuskan pihak sekolah, hendaknya dikonsultasikan ke sekolah lebih dahulu. Namun bila tetap tidak mencapai jalan tengah, baru bisa bertidak hal lain.
“Saya kira ini bagian dari dinamika masyarakat Bontang. Yang pasti bagi kami, tidak ada yang salah dalam kebijakan kami. Itu sudah sesuai kebutuhan dan tidak menyimpang dari aturan,” tandasnya (in)