Gara-gara DPA Lambat Turun,
Kepsek Janji Diganti bila Dana Cair
DIPROTES: Kebijakan managemen SMKN 2 Bontang dikeluhkan lantaran biaya PKL dinilai terlalu mahal |
BEBERAPA hari terakhir
ini, kolom ‘suara warga’ Bontang Post berisi keluhan atas tingginya biaya
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2
Bontang. Seperti disampaikan salah seorang wali murid sekolah kejuruan itu. Dalam
pesannya dia mengatakan ‘SY WALI MURID
SMKN 2 BTG. SY KEBERATAN ATAS BIAYA PKL YG SGT TINGGI. TLG BANTUANNYA. Dikirim
melalui nomor 628997945564.
Dikonfirmasi, Kepala SMK Negeri 2
Bontang, Drs Kasman Purba membenarkannya. Ia memang mewajibkan siswa membayar
biaya PKL yang akan digelar 17 Maret mendatang. Tujuannya, demi mengaplikasikan
materi yang telah dipelajari sejak duduk di bangku kelas satu SMK. Sehingga
begitu menginjak kelas 2, sekira 196 siswa pun wajib menjalani PKL itu.
Nah, bagi siswa dengan jurusan otomotif
atau komputer tidak perlu ke luar kota. Karena bisa dimagangkan di Bontang. Namun tidak demikian dengan jurusan
kelautan. Mereka mesti dimagangkan di luar kota. Seperti Samarinda, Jakarta, hingga
daerah lain di pulau Jawa. Mengingat hanya di sanalah, siswa dapat berlayar
dengan bergabung di salah satu perusahaan yang telah menjalin kerjasama dengan
SMK Negeri 2 Bontang demi mengaplikasikan materi yang selama ini dipelajari.
“Khusus jurusan kelautan dan beberapa bidang
lain, kami arahkan siswa ke luar kota. Karena di Bontang tidak ada perusahaan
yang membidangi bidang kelautan itu. Paling juga nelayan. Itu pun berlayar pagi
sampai sore. Sementra yang mereka butuhkan, mereka berlayar berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan di laut. Supaya mereka paham apa yang mereka pelajari dengan
mengerjakannya,” jelasnya saat ditemui Bontang
Post di ruangannya, Senin (3/3) kemarin.
Lantas kenapa siswa harus membayar dengan statusnya
sebagai sekolah negeri? Kasman mengaku punya alasan logis. Kata dia, keputusan
itu diambil karena Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang di dalamnya
tercantum biaya PKL anak didiknya belum turun. Sementara itu, 17 Maret nanti
anak didiknya sudah harus berangkat. Otomatis, jika dia tidak bergegas
mengambil keputusan dengan membebankan biaya tersebut ke pihak siswa, maka
besar kemungkinan proses PKL siswa akan batal.
“Kami ambil keputusan itu, karena memang
mendesak. Anak-anak sudah harus berangkat bulan ini. Sementara DPA-nya baru
kami terima Kamis (27/2) kemarin. Proses pencairannya pun masih butuh proses.
Belum tentu bisa cair sebelum hari berangkat tiba,” ujarnya.
Diuraikan Kasman, besaran nilai yang harus
dibayar siswa sebagai biaya PKL terbagi atas beberapa jenis. Dikelompokan
berdasarkan bidang dan lokasi magang yang dipilih. Bagi siswa bidang otomotif
misalnya. Jika mereka magang di Bontang, biaya harus dibayar tergolong kecil
yakni sekira Rp 350 ribu. Di Balikpapan, biaya harus ditebus sekira Rp 1,7
juta. Berbeda jika siswa ditempatkan di Pulau Jawa, mereka harus siap merogoh
kocek lebih dalam yakni sekira Rp 4 juta lebih selama 2 bulan hingga Mei
mendatang.
“Seperti biaya magang di Jawa. Total yang harus
dibayar siswa, sekira Rp 4 juta. Itu sudah masuk biaya tiket pesawat pulang-
pergi. Biaya asuransi hingga indekos selama 2 bulan ke depan. Biaya itu, juga
sudah masuk operasional guru pendamping. Biasanya 1 guru satu wilayah. Bahkan
bisa juga 2 wilayah 1 pendamping,” ujarnya.
Meski begitu dia menjamin, biaya yang ditarik
dari siswa tersebut, tetap akan dikembalikan ke siswa. Asalkan anggaran dari
pemerintah melalui Disdik Bontang turun. Bahkan dia mengklaim, biaya
dikeluarkan pemerintah akan lebih besar dari pengeluaran siswa. Sebab katanya,
biaya yang ditarik saat ini, belum termasuk uang makan. Sementara itu, ketika
anggaran dari pemerintah sudah cair, peserta PKL akan menerima dana berupa uang
makan.
“Uang yang dikeluarkan nanti akan kami
kembalikan lagi ke siswa. Ketika dana dari pemerintah sudah turun. Bahkan
tambah uang makan yang sebelumnya tidak masuk daftar harus dibayar siswa saat
ini,” bebernya. (in)
Kepsek Kecewa, Wali Murid Lapor
Ke Publik
KEPALA Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Negeri 2 Bontang, Kasman Purba kecewa atas tindakan oknum wali murid yang
mengadukan masalah penerapan biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL) sekolah
tersebut ke publik. Karena tanpa sekalipun konsultasi ke sekolah. Sebab baginya
itu bisa memunculkan banyak persepsi negative di kalangan masyarakat Bontang.
Salah satunya, sekolah dianggap melakukan pungutan liar (Pungli) di lembaga
milik pemerintah itu.
Menurut Kasman, tindakan seperti
itu bukan cerminan orang bertanggungjawab. Karena hanya melempar masalah ke publik
tapi tidak mau mencari solusi. Padahal
masalah tersebut dapat dibicarakan di lingkup internal sekolah. Apalagi dia
mengaku tidak mengambil kebijakan sepihak dalam hal tersebut. Sebab, sebelum kebijakan
itu ditetapkan, dia telah mengadakan rembuk dengan wali murid di pada Jumat
(10/1) bulan lalu di gedung SMK Negeri 3 Bontang. Bahkan dia mengaku saat pertemuan
tersebut, sekira 80 persen wali murid hadir.
“Kebijakan ini bukan keputusan
sepihak. Sebelumnya sudah dibicarakan dan disepakati bersama. Dan saat itu,
tidak ada yang keberatan. Bahkan sampai akhir pertemuan, tidak ada pertanyaan
lebih lanjut diajukan ke kami. Lalu kenapa tiba-tiba ada yang protes? ,”
keluhnya.
Dalam pertemuan tersebut, dia juga
sempat menawarkan solusi terhadap para wali murid untuk mengelola biaya
keberangkatan peserta PKL yang totalnya sekira 196 itu. Tujuannya, menghindari
kecurigaan bahwa pihak sekolah melakukan penyimpangan dana. Hal itu sangat
disambut olehnya. Sebab, dapat meringankan beban moril dan pikiran pihak
sekolah.
Hanya saja saat itu, tak seorang
pun yang bersedia. Dengan kata lain menyerahkan semua prosesnya di tangan
sekolah. Karenanya, dia merasa sedikit kecewa dengan tindakan dilakukan oknum
wali murid itu.
Apalagi jelas Kasman, sejak
sekolah tersebut berdiri sekira 2007 silam, biaya PKL memang selalu ditanggung
siswa. Lalu, 2 tahun terakhir yakni 2002 hingga 2003 lalu, baru ada bantuan
dari pemerintah khusus biaya PKL. Tapi sejauh itu, dia mengaku baru pelaksanaan
PKL 2014 ini ada oknum wali murid yang menyuarakan aksi protes. Parahnya,
bukannya mengeluh ke sekolah, tapi langsung ke media.
“Bantuan dari pemerintah itu baru dua tahun
terakhir ini. Sebelumnya selalu ditanggung siswa. Dan selama itu pula, tidak
ada wali murid yang mengeluhkan masalah biaya PKL. Karena mereka sadar, ketika
masuk di SMKN 2, harus menjalani PKL. Tentunya harus menebus biaya yang
tidak sedikit,” ujarnya.
Lagi pula dia menegaskan, masalah
biaya PKL ini tak perlu diributkan lebih jauh. Karena hal seperti itu baginya
bukan tindakan pungli yang dia ketahui tidak boleh dilakukan di lingkup sekolah
‘pelat merah’.
Melainkan, PKL di sekolah
kejuruan itu, merupakan sebuah kewajiban yang harusnya mereka pahami sejak
memutuskan bergabung menjadi siswa.
“Sekolah kejuruan seperti di sini, pasti ada
PKL. Dan untuk
kelautan, itu pasti harus ke luar kota. Karena di Bontang tidak ada perusahaan
besar di bidang pelayaran. Makanya kami selalu tegaskan mengenai biaya yang
kelak harus dibayar. Nah, kalau mereka tetap mau masuk, artinya protes seperti
ini tidak perlu ada,” tegasnya.
Meski begitu, dia juga enggan lebih jauh
berkomentar. Karena masalah keluhan atau aksi protes sejenisnya, adalah bagian
dari dinamika masyarakat Bontang. Tidak bisa ditebak karakter dan
kepribadiannya. Yang pasti, dia tetap menyarankan, ketika ada masalah yang
dinilai ganjil diputuskan pihak sekolah, hendaknya dikonsultasikan ke sekolah
lebih dahulu. Namun
bila tetap tidak mencapai jalan tengah, baru bisa bertidak hal lain.
“Saya kira ini bagian dari dinamika masyarakat
Bontang. Yang pasti bagi kami, tidak ada yang salah dalam kebijakan kami. Itu
sudah sesuai kebutuhan dan tidak menyimpang dari aturan,” tandasnya (*/in)