Belajar Ala
Indopos, Kritik Pedas Jadi Sarapan--judul
Bagaimana
rasanya menjadi orang terbodoh di atara para ahli?, bagaimana rasanya menjadi
orang terculun di tengah para profesional ?, dan bagaimana menjadi orang
termiskin di atara para miliarder?. Sekilas, itulah gambaran yang bisa
kupaparkan dalam tulisanku kali ini.
------------------------------------------------
Proses belajar yang harus
kutempuh di Jakarta sebagai jurnalis termuda dengan usia 21 tahun dengan masa
kerja 8 bulan. Namun dikelilingi para jurnalis senior dengan usia termuda 25
tahun dan usia karir minimal 4 tahun di bidang jurnalistik. Tak ayal, rasa
minder, malu serta canggung pun nyaris selalu menyelimuti diri ketika berada di
antara mereka. Bahkan, ketika proses evaluasi tulisan di kantor Indopos, saat
itulah proses pembantaian yang tidak akan pernah terlupa dalam hidup saya. Saat
di mana tiap peserta diminta menyerahkan hasil liputan kemudian diprint pada
sebuah kertas A4. Lalu dibagikan pada tiap peserta yang berjumlah 6 orang dari
media koran berbeda. Saat itu pula, pembantaian dimulai. Kritik pedas pun mulai
dilontarkan para pakar jurnalistik. Sontak saja, rasa geram, malu serta ragam
perasaan lain menyelimuti. Tapi di sisi lain, saya merasa menemukan cara
belajar sangat efektifk. Karena, moment itu tidak akan pernah bisa terlupa.
Sehingga, kritik dan masukan yang diarahkan pada tulisannku, akan tersimpan
rapat di memori otakku. Sehingga, setiap saat akan mudah mengingat kembali
pelajaran mengenai apa yang telah dikaji di Indopos. Lantaran dipermudah oleh visualiasi
momen ketika saya dihujani kritik pedas oleh para jurnalis senior. Tapi,
kemungkinan cara itulah yang paling cocok untukku. Karena, selama di Bontang,
beragam cara telah dilakukan para senior, tapi pelajaran yang diberikan ternyata
tidak juga melekat di otak saya. Entah itu cara mereka yang menyampaikan yang
salah atau kapasitas otak saya yang memang kecil. Sehingga, tidak bisa menangka
pelajaran dan ilmu dengan baik. Tapi itulah, memang tidak mudah menjadi
jurnalis. Tapi bagi saya, lebih sulit lagi menjalani profesi yang tidak saya
suka. (in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar