Jumat, 04 Oktober 2013

Catatan Sang Pemberontak


 "Congkak, Bahaya Untuk Kesehatan”

Sifat congkak kerap menghampiri mereka yang telah mampu melakukan sesuatu lebih dari yang lain. Namun, sifat itu jelas bukan hal terpuji lantaran dengan sengaja menonjolkan kelebihan yang dimliki lantas mengecilkan orang lain yang belum mencapai kapasitas seperti dimiliki si congkak. Oleh sebab itu, penulis pun selalu berupaya menghindar dari hal yang
disebut congkak. Karena, selain tidak disukai, juga tidak baik untuk kesehatan.

                                                ================================
Ada beberapa alasan kuat mengapa sikap congkak mesti dijauhi. Pertama, ketika anda merasa congkak, anda akan berpikir lebih tangguh dan mampu melakukan sesuatu lebih dari orang lain. Padahal, tidak menutup kemungkinan, orang lain yang dikecilkan mampu melakukan jauh lebih baik dari si congkak. Bahkan, lantaran sikap congkak itu, bisa saja timbul dendam dari salah satu pihak. Yang merasa dikecilkan dengan melakukan tindak anarkis pada diri si congkak.
Idealnya, manusia lebih berprinsip laiknya sifat dimiliki tanaman padi. Pasalnya, buah padi semakin tua akan semakin merunduk. Dia (padi) merunduk disebabkan beban dan ilmu pengetahuan dimiliki semakin padat. Sehingga, menyebabkan beban dalam tubuhnya semakin berat. Nah, kondisi itu pun bisa diimplementasikan kepada manusia berilmu. Semakin banyak ilmu dimilki. Hendaknya dia semakin rendah hati. Agar kelak tidak menjadi bumerang bagi dirinya.
Prinsip hidup buah padi itu pun telah coba diimplementasikan penulis ke dalam kehidupan sehari-harinya. Meskipun saat ini memang belum ada yang bisa dicongkakan dalam diri penulis. Lantaran dia belum punya hal istimewa yang tidak dimiliki orang lain. Namun, dia berpegang pada prinsip. Karakter tiap manusia itu dinamis. Antara manusia satu dengan lain pasti punya perbedaan. Jadi, jangan heran jika ada manusia dari bentuk fisik tampak penuh kekurangan. Tapi mampu meraih sukses lebih baik dari seseorang dengan bentuk fisik sempurna.
Seiring berjalannya waktu. Banyak godaan menghampiri penulis untuk bersifat congkak. Mulai dari pujian yang kerap diberikan para petinggi di tempat kerja, pujian kerap disampaikan kawan se-profesinya, hingga luasnya jaringan yang dimiliki penulis kemungkinan lebih luas dari segelintir teman yang memang pemula. Untungnya, penulis sadar, jika tidak semua pujian kerap dilontarkan adalah tulus. Melainkan sekadar upaya basa-basi demi menyambung hubungan komunikasi antar sesama.
Dan dia juga berharap, bahkan, berterima kasih jika ada orang lain mengingatkan ketika dia mulai bersikap ke arah congkak tadi. Karena, sang penulis adalah manusia biasa. Tentunya rentan lupa dan khilaf. Oleh sebab itu, dia pun berpegang teguh pada prinsip. Di atas langit masih ada langit. Dengan begitu, penulis selau berpikir, apa yang dimiliki saat ini, bagian terkecil dari milik orang lain. (in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar