Jumat, 04 Oktober 2013

Catatan Sang Pemberontak

Blusukan Ke Pusat Keramaian, Cari Refrensi Liputan

Menginjak hari ke-8, para peserta magang di Indopos Jakarta Pusat. Kembali disibukan pengenalan medan liputan. Meski demikian, kali ini sedikit berbeda. Pasalnya, para peserta sepakat menelusuri beberapa lokasi sebagai refrensi liputan beberapa hari ke depan. Pelaksanaannya, peserta akan mengunjungi sejumlah pasar tradisional, terminal, hingga pusat perbelanjaan. Tujuannya, menguji mental peserta ketika berhadapan dengan penduduk Jakarta. Tak terhindar lagi, beragam pengalaman menarik pun dirasakan peserta.

IMRAN IBNU, Jakarta

Sembari menunggu instruksi dari redaksi Indopos mengenai beban liputan tiap peserta . Kamis (3/10) malam lalu, 6 media koran masing-masing dari Radar Sampit, Kalteng Post, Kaltara Post, Berau Post, Kaltim Post, serta Bontang Post terdaftar sebagai peserta, sepakat terus melakukan mengenalan medan liputan. Bedanya, kali ini peserta punya target kunjungan lengkap dengan alasan pemilihan lahan masing-masing. Meski demikian, secara garis besar, tujuan ingin dicapai peserta, selain mengenal medan liputan, juga mengenali katarakter penduduk kota metropolis itu.
Dalam obrolan ringan diadakan tadi malam sekira pukul 20.30 WIB di ruang tamu kediaman peserta magang selama 3 bulan ke depan.  Mereka (peserta) sepakat menjajaki sejumlah pusat keramaian di Jakarta. Di mana, di dalamnya bisa ditemui beragam jenis manusia. Tidak hanya warga asli Indonesia, tapi warga asing pun bisa tidak sulit ditemui. Maka semakin banyak pula objek wawancara ditemui peserta.
Dari obrolan tersebut, akhirnya ditemukan sejumlah tempat pusat keramaian yang jadi objek penelusuran peserta. Di antaranya, pasar tradisional, mall, serta terminal bus. Sementara, media ini sendiri memilih objek liputan di pasar tradisional. Tepatnya di Pasar Slipi Jalan Anggrek Garuda, Kelurahan Kemanggisan, Palmerah Jakarta Barat.
Jumat (4/10) pagi sekira pukul 09.25 WIB, media ini pun beranjak dari kediaman menelusuri sudut-sudut kota Jakarta menuju Pasar Slipi yang menjadi target liputan. Tiba di lokasi, pemandangan menarik berupa aktivitas khas pasar pun tampak. Mulai dari transaksi jual beli antara pedagang dengan pembeli, aktivitas bongkar muat barang dari mobil pick up ke kios pedagang hingga aktivitas menarik lain ditemui.
Ketika media ini memulai komunikasi dengan sejumlah pedagang. Salah satu yang ditanyakan perihal harga sembako di Pasar hingga setuasi pasar dan perrhatian pemerintah terhadap keberadaan pasar itu, ternyata disambut baik. Bahkan, bisa dikatakan, pedagang di Jakarta lebih terbuka dengan keberadaan media dibanding kota asal. Kemungkinan mereka (pedagang) telah terbiasa dengan kunjungan sejumlah media di kota metropolis tersebut.
Setelah menjalani komunikasi dengan sejumlah penghuni, baik pedagang ataupun tukang angkot yang memarkir kendaraannya di sekitar pasar. Umumnya mendapat respon positif. Meskipun dengan bahasa lebih lugas bahkan kerap terdengar kasar. Namun, itulah kodisi dan gaya bahasa penghuni pasar di Jakarta.
Penuturan serupa disampaikan peserta magang lain asal Radar Sampit yang akrab disapa Edi, sepulang dari liputan di Terminal Grogol di Jalan Kyai Tapa, Kelurahan Grogol, kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Dari penelusuran itu, dia pun mengaku tidak banyak mendapat kendala saat berusaha mengorek informasi dari para abang angkot ataupun Bus di terminal itu. Pasalnya, dari pengakuan mereka. Keberadaan jurnalis di Jakarta bukan hal baru. Bahkan, mereka (para supir), menilai, Jakarta bisa besar pun atas peran para jurnalis melalui pemberitaan dibuat para jurnalis.
“Waktu saya ke terminal. Sempat saya tanyakan. Bagaimana pendapat mereka tentang peran wartawan atas kemajuan Kota Jakarta?. Nah, kata mereka, wartawan, sedikit banyak punya peran atas kemajuan kota itu. Karena, melalui media, suara masyarakat bisa disalurkan. Makanya, mereka sangat open kalau ada wartawan datang buat wawancara,” kata Edi.
Meski demikian, dia mengakui, dalam penelusuran itu, tidak semua respek dengan keberadaan wartawan. Pasalnya, ada saja supir angkot atau calon penumpang ditemui namun menolak diajak berbicara setelah mengetahui tujuannya adalah wawancara.
Berdasarkan hasil penelusuran itu. Setidaknya para peserta telah memilki gambaran, seperti apa medan liputan yang akan dijajaki selama 3 bulan ke depan. Meskipun nantinya mereka (peserta) diprediksi banyak bergelut dengan instansi pemerintahan. Tapi, bagi peserta, suara rakyat adalah gambaran kondisi kota saat itu dan memudahkan proses liputan di kemudian hari. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar