Selasa, 01 April 2014

Tiada Perbuatan Yang Paling Indah Selain Memaafkan


Tiada perbuatan yang paling indah selain memaafkan. “dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur: 22)
Maaf, sebuah kata yang terkadang sulit untuk diucapkan dan dilakukan. Sesungguhnya kesalahan adalah suatu hal yang tidak mungkin lepas dari diri manusia. Memaafkan memang bukan suatu hal yang mutlak untuk dilakukan karena tidak setiap kesalahan harus dimaafkan terutama bila berkaitan dengan pelanggaran hak-hak Allah SWT atau syari’at Islam.
Namun di luar kesalahan tersebut, apa yang harus kita lakukan ketika orang yang menyakiti kita meminta maaf ? Akankah memaafkannya atau tetap dalam kemarahan kita? “Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. ” (QS. Asy-Syuura:43)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur’an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik: “Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.(QS. At Taghaabun: 14)
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka.
Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Memaafkan terkadang terasa berat, tetapi membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin.
Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Lalu siapa di antara kita yang tak pernah melakukan kesalahan?
Siapa pun kita pasti pernah melakukan kesalahan dan kekhilafan karena manusia itu tak luput dari lupa dan kesalahan. Adapun segala kesalahan itu ada cara dan penyelesaiannya untuk seseorang memperbaiki. Walaupun Allah telah banyak menjelaskan dalam firman-firman Nya, bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah memaafkan kesalahan orang lain, namun dalam prakteknya memaafkan adalah bukan perkara yang mudah.
Masih ingatkah kita akan kisah Abu Bakar As-Shiddiq yang pada suatu hari bersumpah untuk tidak lagi membantu Misthah bin Atsatsah, salah seorang kerabatnya?
Begitu berat kenyataan itu bagi beliau karena Misthah bin Atsatsah telah ikut menyebarkan berita bohong tentang putri beliau yaitu siti Aisyah. Tetapi Allah yang Maha Rahman melarang sikap Abu Bakar tersebut, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin agar Allah mengampunimu? Sesungguhnya, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. An-Nur: 22)
Ayat ini mengajarkan kepada kita agar melakukan sebuah hal mulia kepada orang yang pernah berbuat dosa kepada diri kita, yaitu memaafkan. Sebuah maaf masih belum sempurna ketika masih tersisa ganjalan, apalagi dendam yang membara didalam hati kita.
Lalu bagaimana menata hati agar mampu memaafkan orang lain?
Tenangkanlah diri dan cobalah untuk melihat permasalahan dengan obyektif. Alangkah seringnya kita terbakar emosi dan setelah kemarahan tersebut berlalu, ternyata masalahnya tidak seburuk yang kita pikirkan. Ingatlah bahwa Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang memiliki hati yang lapang. Ampunan bagi mereka yang memiliki kasih sayang dan bermurah hati untuk memaafkan kesalahan saudaranya.
Sesungguhnya balasan bagi orang yang memaafkan dengan ikhlas adalah pahala dari Allah SWT berfirman yang artinya: “Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. ” (QS. Asy-Syuuraa:40)
Berlapang dada adalah bagian dari kesabaran dan balasan bagi orang yang sabar adalah surga, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhoan Tuhannya, mendirikan sholat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang- orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) ” (QS. Ar-Ra’d: 22)
Allah mencintai orang yang pemaaf “Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. ” (QS. Al-Maa’idah: 13)
Renungkanlah kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada kita dan janganlah mengingat kesalahannya. Seandainya tidak ada satu pun kebaikan pada dirinya, ingatlah bahwa tidak ada manusia yang sempurna selain Rasulullah Saw.
Jauhkanlah pikiran kita dari masalah yang membuat kita sedih atau marah. Sibukanlah diri kita dengan hal bermanfaat sehingga tidak ada waktu untuk larut dalam kepedihan, kekecewaan maupun kemarahan. “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. ” (QS. Al A’raf.199)
Bermaaf-maafan adalah antara sifat terpuji yang perlu dilakukan sepanjang masa. Menurut Imam Al-Ghazali, pengertian maaf itu ialah apabila anda mempunyai hak untuk membalas, lalu anda gugurkan hak itu, dan bebaskan orang yang patut menerima balasan itu, dari hukum qisas atau hukum denda.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman. “Nabi Musa telah bertanya kepada Allah, wahai Tuhanku!, manakah hamba-Mu yang lebih mulia menurut pandanganMu? ”
Allah Azza wa Jalla berfirman: “ Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai musuhnya) dapat segera memaafkan. ”
Pada Hadits tersebut, Allah menjelaskan bahawa hamba yang mulia di sisi Allah adalah mereka yang berhati mulia, bersikap lembut, mempunyai toleransi tinggi dan bertolak ansur terhadap musuh. Dia tidak bertindak membalas dendam atau sakit hati terhadap orang yang memusuhinya, walaupun telah ditawannya, melainkan memaafkannya karena Allah semata-mata.
Orang yang seperti inilah yang dikenali berhati emas, terpuji kedudukannya di sisi Allah. Memaafkan lawan di mana kita berada dalam kemenangan, kita berkuasa, tetapi tidak dapat bertindak sekehendak hati. Inilah sifat mulia dan terpuji.
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada (mengerjakan ama lyang baik untuk mendapat) keampunan daripada Tuhan kamu, dan mendapat surga yang bidangnya seluas segala langit dan bumi, yang disediakan bagi orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 133-134)
Ayat tersebut membuktikan bahwa orang yang menahan kemarahannya, termasuk dalam golongan Muttaqin yaitu orang yang bertakwa kepada Allah. Tambahan pula Allah akan memberikan pengampunan kepada mereka, lalu menyediakan mereka balasan surga. Alangkah besar dan hebatnya ganjaran bagi manusia pemaaf.
Memaafkan dalam Islam
Memaafkan kesalahan seseorang adalah tanda orang yang bertakwa. Wajib memberi maaf jika telah diminta dan lebih baik lagi memaafkan meskipun tidak diminta.
Sifat tak kenal maaf atau ‘tiada maaf bagimu’ adalah sifat syaitan. Ia akan membawa keretakan dan kerusakan dalam pergaulan bermasyarakat. Masyarakat aman damai akan terwujud jika anggota masyarakat itu memiliki sikap pemaaf dan mengerti bahwa manusia tidak terlepas dari pada salah dan alpa.
Imam Al-Ghazali memberi tiga panduan bagi memadamkan api kemarahan dan melahirkan sifat pemaaf. Apabila marah hendaklah mengucap “ A’uzubillahiminassyaitanirraj im” (aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk). Apabila marah itu muncul ketika berdiri, maka hendaklah segera duduk, jika duduk hendaklah segera berbaring. Orang yang sedang marah, sunnah baginya mengambil wudhu dengan air yang dingin. Hal ini karena kemarahan itu daripada api, manakala api itu tidak bisa dipadamkan melainkan dengan air”.
Mudah memaafkan, penyayang terhadap sesama Muslim dan lapang dada terhadap kesalahan orang merupakan amal shaleh yang keutamaannya besar dan sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah Saw secara khusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan di sisi Allah Azza wa Jalla dalam sabda beliau Saw: “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat)”
Maksud bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusia karena si fatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan di sisi Allah SWT.
Belajarlah untuk selalu bisa menulis kesalahan seseorang di atas pasir, agar angin maaf datang berhembus & menghapus tulisan itu. Karena Terkadang 10 kebaikan seseorang bisa terlupakan hanya karena 1 kesalahan. Padahal manusia itu tidak ada yang sempurna dan semua orang itu pasti pernah melakukan kesalahan.
Belajarlah untuk bisa saling memaafkan, karena Allah Maha Pemaaf atas kesalahan hambanya, kenapa kita tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain. Belajarlah untuk selalu mengingat kebaikan orang lain, walaupun kebaikan itu hanya sebutir beras. Belajarlah untuk memahami perbedaan & berani menerima perbedaan dalam hidupmu. Karena semua manusia pasti berbeda dan tidak ada manusia yang sempurna
Oleh: M. Akbar Kurtubi Amraj, S.Pd.I Jl. Pelita 1 Blok C57 Rt.005/03 Pondok Bahar, Karang Tengah Tangerang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar