Tiada perbuatan yang paling indah selain
memaafkan. “dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa
Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur: 22)
Maaf,
sebuah kata yang terkadang sulit untuk diucapkan dan dilakukan. Sesungguhnya
kesalahan adalah suatu hal yang tidak mungkin lepas dari diri manusia. Memaafkan
memang bukan suatu hal yang mutlak untuk dilakukan karena tidak setiap
kesalahan harus dimaafkan terutama bila berkaitan dengan pelanggaran hak-hak
Allah SWT atau syari’at Islam.
Namun
di luar kesalahan tersebut, apa yang harus kita lakukan ketika orang yang
menyakiti kita meminta maaf ? Akankah memaafkannya atau tetap dalam kemarahan
kita? “Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, Sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. ” (QS.
Asy-Syuura:43)
Mereka
yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur’an akan merasa sulit memaafkan orang
lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat.
Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih
baik: “Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.“ (QS. At Taghaabun:
14)
Pemahaman
orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang
tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an. Meskipun banyak orang mungkin
berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu
waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka.
Sikap
mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang
beriman adalah tulus. Memaafkan terkadang terasa berat, tetapi membahagiakan,
satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari
kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara
lahir maupun batin.
Namun,
tujuan sebenarnya dari memaafkan untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa
sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara
ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari
banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Lalu
siapa di antara kita yang tak pernah melakukan kesalahan?
Siapa
pun kita pasti pernah melakukan kesalahan dan kekhilafan karena manusia itu tak
luput dari lupa dan kesalahan. Adapun segala kesalahan itu ada cara dan
penyelesaiannya untuk seseorang memperbaiki. Walaupun Allah telah banyak
menjelaskan dalam firman-firman Nya, bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa
adalah memaafkan kesalahan orang lain, namun dalam prakteknya memaafkan adalah
bukan perkara yang mudah.
Masih
ingatkah kita akan kisah Abu Bakar As-Shiddiq yang pada suatu hari bersumpah
untuk tidak lagi membantu Misthah bin Atsatsah, salah seorang kerabatnya?
Begitu
berat kenyataan itu bagi beliau karena Misthah bin Atsatsah telah ikut
menyebarkan berita bohong tentang putri beliau yaitu siti Aisyah. Tetapi Allah
yang Maha Rahman melarang sikap Abu Bakar tersebut, sebagaimana Allah SWT
berfirman: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan
di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi (bantuan) kepada kaum
kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan
Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin
agar Allah mengampunimu? Sesungguhnya, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. ” (QS. An-Nur: 22)
Ayat
ini mengajarkan kepada kita agar melakukan sebuah hal mulia kepada orang yang
pernah berbuat dosa kepada diri kita, yaitu memaafkan. Sebuah maaf masih belum
sempurna ketika masih tersisa ganjalan, apalagi dendam yang membara didalam
hati kita.
Lalu
bagaimana menata hati agar mampu memaafkan orang lain?
Tenangkanlah
diri dan cobalah untuk melihat permasalahan dengan obyektif. Alangkah seringnya
kita terbakar emosi dan setelah kemarahan tersebut berlalu, ternyata masalahnya
tidak seburuk yang kita pikirkan. Ingatlah bahwa Allah menjanjikan ampunan
bagi orang-orang yang memiliki hati yang lapang. Ampunan bagi mereka yang
memiliki kasih sayang dan bermurah hati untuk memaafkan kesalahan saudaranya.
Sesungguhnya
balasan bagi orang yang memaafkan dengan ikhlas adalah pahala dari Allah SWT
berfirman yang artinya: “Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. ” (QS. Asy-Syuuraa:40)
Berlapang
dada adalah bagian dari kesabaran dan balasan bagi orang yang sabar adalah
surga, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dan orang-orang yang
sabar karena mencari keridhoan Tuhannya, mendirikan sholat, dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau
terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang- orang itulah
yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) ” (QS. Ar-Ra’d: 22)
Allah
mencintai orang yang pemaaf “Maka maafkanlah mereka dan biarkan
mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. ” (QS.
Al-Maa’idah: 13)
Renungkanlah
kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada kita dan janganlah mengingat
kesalahannya. Seandainya tidak ada satu pun kebaikan pada dirinya, ingatlah
bahwa tidak ada manusia yang sempurna selain Rasulullah Saw.
Jauhkanlah
pikiran kita dari masalah yang membuat kita sedih atau marah. Sibukanlah diri
kita dengan hal bermanfaat sehingga tidak ada waktu untuk larut dalam kepedihan,
kekecewaan maupun kemarahan. “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. ” (QS.
Al A’raf.199)
Bermaaf-maafan
adalah antara sifat terpuji yang perlu dilakukan sepanjang masa. Menurut Imam
Al-Ghazali, pengertian maaf itu ialah apabila anda mempunyai hak untuk
membalas, lalu anda gugurkan hak itu, dan bebaskan orang yang patut menerima
balasan itu, dari hukum qisas atau hukum denda.
Dalam
sebuah hadits qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman. “Nabi Musa telah
bertanya kepada Allah, wahai Tuhanku!, manakah hamba-Mu yang lebih mulia
menurut pandanganMu? ”
Allah
Azza wa Jalla berfirman: “ Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai
musuhnya) dapat segera memaafkan. ”
Pada
Hadits tersebut, Allah menjelaskan bahawa hamba yang mulia di sisi Allah adalah
mereka yang berhati mulia, bersikap lembut, mempunyai toleransi tinggi dan
bertolak ansur terhadap musuh. Dia tidak bertindak membalas dendam atau
sakit hati terhadap orang yang memusuhinya, walaupun telah ditawannya,
melainkan memaafkannya karena Allah semata-mata.
Orang
yang seperti inilah yang dikenali berhati emas, terpuji kedudukannya di sisi
Allah. Memaafkan lawan di mana kita berada dalam kemenangan, kita berkuasa,
tetapi tidak dapat bertindak sekehendak hati. Inilah sifat mulia dan terpuji.
Allah
Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada
(mengerjakan ama lyang baik untuk mendapat) keampunan daripada Tuhan kamu, dan
mendapat surga yang bidangnya seluas segala langit dan bumi, yang disediakan
bagi orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 133-134)
Ayat
tersebut membuktikan bahwa orang yang menahan kemarahannya, termasuk dalam
golongan Muttaqin yaitu orang yang bertakwa kepada Allah. Tambahan pula Allah
akan memberikan pengampunan kepada mereka, lalu menyediakan mereka balasan
surga. Alangkah besar dan hebatnya ganjaran bagi manusia pemaaf.
Memaafkan dalam Islam
Memaafkan
kesalahan seseorang adalah tanda orang yang bertakwa. Wajib memberi maaf jika
telah diminta dan lebih baik lagi memaafkan meskipun tidak diminta.
Sifat
tak kenal maaf atau ‘tiada maaf bagimu’ adalah sifat syaitan. Ia akan membawa
keretakan dan kerusakan dalam pergaulan bermasyarakat. Masyarakat aman damai
akan terwujud jika anggota masyarakat itu memiliki sikap pemaaf dan mengerti
bahwa manusia tidak terlepas dari pada salah dan alpa.
Imam
Al-Ghazali memberi tiga panduan bagi memadamkan api kemarahan dan melahirkan
sifat pemaaf. Apabila marah hendaklah mengucap “
A’uzubillahiminassyaitanirraj im” (aku berlindung kepada Allah dari syaitan
yang terkutuk). Apabila marah itu muncul ketika berdiri, maka hendaklah segera
duduk, jika duduk hendaklah segera berbaring. Orang yang sedang marah, sunnah
baginya mengambil wudhu dengan air yang dingin. Hal ini karena kemarahan itu
daripada api, manakala api itu tidak bisa dipadamkan melainkan dengan air”.
Mudah memaafkan, penyayang terhadap sesama Muslim
dan lapang dada terhadap kesalahan orang merupakan amal shaleh yang
keutamaannya besar dan sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah Saw secara
khusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan di
sisi Allah Azza wa Jalla dalam sabda beliau Saw: “Tidaklah Allah menambah
bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali
kemuliaan (di dunia dan akhirat)”
Maksud bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf
di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusia karena si
fatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya
ganjaran pahala dan keutamaan di sisi Allah SWT.
Belajarlah untuk selalu bisa menulis kesalahan
seseorang di atas pasir, agar angin maaf datang berhembus & menghapus
tulisan itu. Karena Terkadang 10 kebaikan seseorang bisa terlupakan hanya
karena 1 kesalahan. Padahal manusia itu tidak ada yang sempurna dan semua orang
itu pasti pernah melakukan kesalahan.
Belajarlah untuk bisa saling memaafkan, karena
Allah Maha Pemaaf atas kesalahan hambanya, kenapa kita tidak bisa memaafkan
kesalahan orang lain. Belajarlah untuk selalu mengingat kebaikan orang
lain, walaupun kebaikan itu hanya sebutir beras. Belajarlah untuk memahami
perbedaan & berani menerima perbedaan dalam hidupmu. Karena semua manusia
pasti berbeda dan tidak ada manusia yang sempurna
Oleh: M.
Akbar Kurtubi Amraj, S.Pd.I Jl. Pelita 1 Blok C57 Rt.005/03 Pondok Bahar,
Karang Tengah Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar