Sabtu, 12 April 2014

Pedagang Teriak dan Menangis



CATATAN
Oleh: IMRAN IBNU
WARTAWAN BONTANG POST

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga. Inilah potret nasib para pedagang di Rawa Indah, Bontang Selatan. Sudah rugi ratusan juta rupiah, mereka masih harus terbelit masalah yang disebabkan kebijakan pemerintah namun menyulitkan pedagang. Pendapat tersebut bukan asal jeplak, sebab berdasarkan hasil repotase terkait nasib pedagang Rawa Indah usai kebakaran tahun lalu, ditemukan sejumlah permasalahan. Mulai pembangunan pasar darurat , yang sempat berpolemik. Saat itu, pembangunan lapak oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bontang tidak dirasakan merata oleh korban kebakaran. Sebab sebagian pedagang berjualan pakaian, emas dan lainnya mendapat petak secara cuma-cuma, namun ratusan  pedagang sayur dan lainnya harus merogoh kocek guna membangun lapak. Permasalahan tersebut jelas mendapat tentangan pihak pedagang yang merasakan unsure diskriminatif  atas kebijakan tersebut. Walaupun seperti diketahui, setiap kebijakan tersebut ada penjelasan dan sebagian sudah disampaikan ke pedagang dan public pada umumnya.
Setelah permasalahan petak di pasar darurat mampu diredam dengan pemberian dana santunan dengan nilai nominal tertentu, tiba-tiba muncul lagi permasalahan baru yang tak kalah menyibukan kedua pihak. Baik pihak pedagang maupun pihak pemerintah yang bersentuhan langsung dengan pasar tradisional tersebut. Yakni pembangunan pasar sementara Rawa Indah. Di pasar tersebut, ada sejumlah permasalahan yang sampai saat ini masih jelas terbayang di ingatan pedagang korban kebakaran tersebut. Pertama, saat pembangunan pasar sementara Rawa Indah rampung, muncul aksi protes terkait struktur bangunan dinilai terlampau pendek. Dengan perkiraan ketinggian 2 meter. Berbeda dengan pasar sementara Rawa Indah, dan bangunan pasar sebelum kebakaran dengan ketinggian jauh di atas angka tersebut. Hingga ukuran lebar lapak dan kios yang sukses mencetak aksi protes pedagang.  Tak heran berbagai aksi penolakan pun disampaikan. Baik langsung ke Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Pasar Bontang, Kantor Dinas Perindustrian, Pedagangan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Bontang, hingga kantor DPRD Bontang. 
Setelah melalui sejumlah proses, akhirnya para pedagang mampu ditenangkan pejabat teknis. Entah dengan cara apa, namun yang pasti kini tuntutan pedagang tidak lagi mempermasalahkan soal luas dan ketinggian tempat. Melainkan siapa yang memperoleh tempat dan tidak di pasar sementara. Permasalahan ini masih hangat di benak para pedagang dan pejabat teknis. Termasuk saya pribadi. Sebab statemen awal Disperindagkop dan UMKM Bontang yang akan memprioritaskan pedagang korban kebakaran dan berjualan saat kebakaran, ternyata tidak sejalan dan realisasi yang berlangsung saat ini. Sebab, nyatanya, banyak pedagang yang sebelumnya tidak berjualan melainkan sebatas menyewakan ke pedagang lain. Namun tiba-tiba menuntut hak jualan dengan menunjukan surat hak pakai dikeluarkan Disperindagkop Bontang. Lalu ke mana mereka selama ini ? Lalu bagaimana dengan Perwali Kota Bontang yang melarang keras adanya praktik jual-beli dan sewa-menyewa? Tapi perlahan, jawaban tersebut diperoleh. Melalui sebuah pernyataan tak terduga Kadisperindagkop Bontang.  Menyatakan bahwa, Dia sengaja menutup mata terkait praktik tersebut”.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai melupakan perihal tersebut. Karena permasalahan lain terkait pedagang korban kebakaran itu kembali mencuat. Kali ini, terkait proses relokasi pedagang dari pasar darurat ke pasar sementara Rawa Indah. Pada titik tersebut, tampak jelas, ketidak kompakan antara pihak Disperindagkop dengan pihak PU Bontang sebagai penyedia infrastruktur.
Sebab belum lama ini, Disperindagkop telah membuat kebijakan agar lokasi pasar sementara Rawa Indah segera dikosongkan. Sementara pedagang pemilik lahan di pasar sementara, sudah harus pindah terhitung sejak 3 April 2014 dan mulai menempati paling lama 10 April 2014 kemarin. Namun di lain sisi,  PU Bontang belum mengalirkan listrik ke pasar tersebut. Padahal seperti diketahui, aktivitas jual beli pedagang hanya bisa berjalan jika ada listrik. Namun belakangan jawaban kembali ditemui. Menurut PU Bontang, pengadaan aliran listrik tidak termasuk dalam tanggungan PU. Melainkan tanggung jawab Disperindagkop. Sementara di hadapan media, pihak Disperindagkop melalui UPTD Pasar Bontang, listrik mutlak tanggungan PU. Pertanyaannya, bagaimana bisa kebijakan yang berada di bawah satu pucuk kepemimpinan Adi-Isro ini malah menerapkan kebijakan bertolak belakang dan saling lempar tanggung jawab ? Tapi, saya tidak mau tahu lebih banyak. Ini masalah internal mereka.
Tapi dari sudut pandang pedagang, selisih kebijakan tersebut berdampak begitu besar terhadap pedagang Rawa Indah. Sebab setelah petak di pasar darurat dibongkar demi mematuhi instruksi dinas, mereka (pedagang yang punya tempat di pasar sementara, Red.) malah harus menunggu lagi. Sementara tagihan dari lembaga keuangan yang meminjamkan modal usaha tidak kompromi. “Apapun masalahnya, yang penting utang adalah utang” Begitu kata sejumlah pedagang pada media ini.
Menilik permasalahan di atas, fakta nyata tentang penderitaan pedagang korban kebakaran tahun lalu tak bisa ditampik lagi. Namun di sisi pemerintah, saya yakin upaya demi upaya penyelesaian terus dilakukan. Meskipun terlanjur dikaburkan oleh kebijakan awal yang salah. Tapi pesan moral hendak penulis sampaikan dalam catatan ini, “ jangan mencoba meraup keuntungan di atas jeritan ratusan pedagang yang sudah menderita (***)     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar