Rabu, 26 Maret 2014

Tak Punya KTP, Tetap ‘Disetrum’


Jaringan Listrik Kampung Gotong Royong Dibangun Pemkot==sub

BONTANG – Warga Kampung Gotong Royong, Kelurahan Belimbing, Bontang Barat ternyata mendapat perlakuan istimewa dari Pemkot Bontang terkait penyediaan aliran listrik dari PLN area Bontang. Sebab, warga di daerah tersebut bisa menikmati penerangan, tanpa harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai domisili. Padahal, semestinya sesuai standar, KTP menjadi syarat yang harus dipenuhi calon pelanggan PLN.
Manajer PLN Area Bontang Mujiono mengatakan, ada prosedur khusus yang mutlak dipenuhi calon pelanggan PLN. Di antaranya bukti administratif berupa KTP hingga Kartu Keluarga (KK) sesuai dengan tempat domisili tempat listrik tersebut akan dialirkan.
Jika setiap prosedur termasuk biaya administrasi telah disertakan calon pelanggan PLN secara langsung maupun online, PLN akan langsung mengecek ke lokasi pemohon. Jika sesuai, akan langsung diproses. Namun sebaliknya jika tidak sesuai, misalnya tidak sesuai antara KTP dengan domisili, maka pihaknya akan mengembalikan berkas berikut biaya yang telah dikeluarkan. Dengan kata lain, tidak bisa dipenuhi.
“Yang penting mereka punya identitas sebagai warga negara Indonesia sesuai domisili. Itu penting, karena data dari daerah itu nantinya akan disampaikan ke pusat. Kalau dari survei ada yang kurang, maka tidak bisa dikabulkan,” tegasnya, Sabtu (22/3) kemarin.
Meski begitu, Mujiono mengaku persyaratan tersebut tidak berlaku bagi warga di Kampung Gotong Royong. Seperti diketahui, wilayah tersebut masuk dalam wilayah hutan lindung yang tidak bisa memilki RT sendiri. Senada, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga tidak bisa dikeluarkan.
Karena itu, jelas Mujiono, jaringan listrik di wilayah tersebut dibangun Pemkot melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi (Disperindagkop) dan UMKM Bontang menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sementara, pihak PLN hanya menindaklanjuti melalui Serah Terima Operasi (STO) yang diajukan Disperindagkop.
“Kami hanya menindaklanjuti proses STO dari Disperindagkop hingga proses setifikasinya. Artinya, ketika Pemkot sudah memberi izin, maka pasti ada pertimbangan khusus,” bebernya.
Kendati demikian, Mujiono tidak serta merta mengabulkan proses pengaliran listrik tersebut. Melainkan lebih dulu membuat perjanjian dengan warga di daerah tersebut. Perjanjian itu berbunyi ‘Jika ke depan wilayah tersebut memang tidak bisa dihuni dengan statusnya sebagai hutan lindung, maka warga harus siap jaringan listriknya dicabut’.
“Dan itu ada surat perjanjian yang ditandatangani pelanggan di sana (kampung gotong royong, Red.). Namun satu hal yang pasti, kami tidak akan memperluas jaringan ke daerah tersebut karena pertimbangan status wilayah itu,” tegasnya.
Sementara itu, James Abdullah, warga Kampung Gotong Royong belum lama ini mengakui, sejak menghuni wilayah tersebut sejak 2007 hingga 2014 memang belum memiliki IMB. Jangankan IMB, wilayah tersebut tidak memiliki ketua RT. Sebab menurut pemerintah, lahan tersebut masuk dalam wilayah hutan lindung yang tidak bisa dimiliki perorangan.
“Kami tinggal di sini karena tuntutan hidup. Di daerah lain, harga tanah sudah mahal. Nah, di kampung inilah kami bisa menemukan nilai jual terjangkau. Makanya, saat ini kami harapkan kebijakan pemerintah untuk menyikapi nasib kami. Salah satu harapanya, kami punya identitas dan dapat tinggal di daerah ini secara legal,” harapnya. (*/in)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar