Selasa, 25 Maret 2014

Indominco Anjing

Ketika sedang tertatih untuk bangkit dari keterpurukan, tiba-tiba sebuah cobaan berupa kritik yang menusuk menghujam. Parahnya lagi, kali  ini datangnya bukan dari redaktur saya. Tapi datang dari narasumber. Dia mengertik tulisan saya. Katanya, ada data yang kurang. Lalu saya malah dikatakan wartawan baru dan tidak standar. Atau dengan kata lain, tidak berkualitas. Dari kata-kata itu, saya diminta mengecek kembali Redaktur saya. Apakah tulisan saya memang banyak yang kurang seperti yang dikatakan si sumber itu. Nah, ketika dicek, ternyata benar ada yang kurang. Lalu saya pun membenahinya. Tapi, tidak semua yang dia katakan itu benar. Sebab sebagian data yang dikatakannya tidak ada, malah jelas tertulis di tulisan saya. Artinya, ada yang salah dengan orang tersebut. Maka kesimpulan saya, narasumber itu memang tidak suka jika saya yang meliput kegiatannya.
Jujur, memang itulah yang ingin saya capai. Karena saya memang tidak pernah suka menulis kegiatan milik Indominco. Karena saya tahu, perusahaan itu telah banyak menyebabkan kerusahakan dan kematian terhadap warga di daerah kelahiran saya di Desa Santan Ilir maupun sekitarnya. Namun, entah kenapa, seolah keberadaan mereka begitu istimewa. Bak seorang raja yang memberikan hidup. Padahal, kalau mau dipikir, merekalah yang memicu kerusakan.
Tapi itulah hidup. Jangankan warga di sekitarnya, tempat saya bekerja sendiri, seolah tunduk dan bertekuk lutut di hadapan perusahaan itu. Lantaran jalinan kerjasama yang ada. Akibatnya, para karyawannyalah yang jadi 'tumbal'. Lokasi meliputnya saja tidak pernah dekat. Tentu harus menghabiskan berliter-liter bensin. Dengan jarak tempuh yang bisa membahayakan jiwa wartawanya. Tapi ujungnya, malah dipersalahkan oleh mereka. Parahnya, redaktur saya ikut menyalahkan.
Lihat saja, kalau perusahaan itu lepas kerjasama, saya orang pertama yang akan mengungkap kebusukannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar