"Foto ini diambil penulis saat penyerahan bingkisan oleh Walikota Bontang Ir Adi Darma pada perwakilan Universitas Indonesia (UI) dalam sebuah dialog di Gedung Fakultas Ilmu Politik universitas itu Oktober lalu. Dalam moment ini, Walikota juga memparkan tentang program Prolita serta dua poin pembangunan fisik yang sampai saat ini belum terlaksana seperti yang dipaparkan dalam tulisan kali ini"
Imran Ibnu, Jakarta
Pandangan
masyarakat terhadap pejabat publik, baik tingkat kota ataupun kabupaten nyaris
sama. Yakni korup dan gemar memakan uang rakyat. Meski begitu, anggapan seperti
itu tidak bisa menjadi patokan dalam pola pikir seorang manusia yang berpikir
kritis namun cerdas. Karena, segala kemajuan dalam hal pemerataan kesejahteraan
hidup hingga pembangunan infrastruktur yang diwujudkan lewat pembangunan fisik,
tak akan terwujud tanpa kebijakan pemerintah selaku pemegang tampuk
kepemimpinan.
Tulisan saya
kali ini, sedikit banyak membahas tentang geliat politik serta upaya pejabat
dalam memperlancar cita-citanya. Baik mengatasnamakan pribadi atau lewat ‘motor’
partai politik yang telah mengantarkan begitu banyak manusia baik hati, menjadi
dikecam masyarakat.
Krisis
kepercayaan yang melanda rakyat Indonesia terhadap para pemimpin di Indonesia
telah terjadi sejak lama. Bahkan, sejak pemerintahan dalam kuasa Presiden
Soeharto yang sempat menobatkan diri sebagai presiden seumur hidup yang hendak
mengikuti jejak Presiden Soekarno. Dari sejumlah tulisan yang baca, maupun obrolan
dengan para senior (orang lebih tua), mengakui jika jaman itu, masyarakat
memang telah menganggap setiap pejabat itu adalah koruptor. Bagi siapapun yang
ingin menjadi pejabat, pasti di dalam benaknya ingin meraup keuntungan
financial agar bisa memperkaya diri sendiri.
Maklum, untuk
mencapai jabatan itu, para pejabat itu tentu mengeluarkan bajet yang tidak
sedikit. Baik yang berasal dari kantong pribadi, kas partai politik yang
mengusungnya, ataupun pihak swasta yang juga punya kepentingan khusus tatkala sang
pejabat berhasil memperoleh ‘kursi’ yang diperebutkan.
Begitupula
dengan krisis kepercayaan yang melanda warga Bontang saat ini. Menurut pengakuan
sejumlah warga yang saya temui, baik saat saya menjalankan tugas sebagai
wartawan dengan menghimpun berita, ataupun kesempatan lain di luar jam tugas.
Kebanyakan dari mereka sepakat dengan kata ‘pejabat itu koruptor’. Karena
pernyataan itu ditegaskan oleh mantan
Walikota Bontang Sofyan Hasdam, yang kini tengah terjerat kasus korupsi.
Padahal,
menurut pengakuan sejumlah warga Bontang yang pernah saya temui, Sofyan Hasdam
adalah sosok pemimpin hebat yang telah mengantarkan Kota Taman hingga masa
sekarang. Berbeda dengan pemerintahan Wali Kota saat ini yakni Adi Darma. Yang
menurut penilaian saya pribadi, lebih banyak teori dan pencitraan. Untuk
mengimbangi minimnya gebrakan kebijakan yang dia terapkan. Maklum, menurut
saya, Walikota sebelumnya jauh lebih cerdas ketimbang saat ini.
Meski
begitu, Adi Darma diuntungkan oleh gebrakan prgram unggulannya yakni Program Rp
50 Juta Per RT (Prolita) yang kini jadi senjata utama wali kota sekaligus ketua
harian Partai Golongan Karya (Golkar) itu. Karena, lewat program itulah,
pembangunan di lingkup RT bisa terlaksana merata. Yang sebelumnya belum
berihasil dilakukan Sofyan Hasdam lewat program Blockgraunt-nya.
Program
unggulan lain yang menjadi senjata unggulan walikota Adi Darma dan belum
terealisasi ada dua poin. Yakni rencana pembangunan Jalan Lingkar yang sampai
saat ini belum terlaksana. Alasan terakhir, belum mendapat persetujuan anggaran
dari Kementria Dalam Negeri (Kemendagri). Untuk bisa dikerjakan dalam Anggaran
Perubahan Tahun 2013. Sehingga, harus menunggu realisasi anggaran di Anggaran
Perencanaan Belanja Daerah (APBD) murni 2014 mendatang.
Begitupula
dengan pengoprasian Pelabuhan Lhoktuan yang juga diiming-imingkan walikota
kepada warga Bontang sejak lama. Tapi realisasinya terus-menerus tertunda.
Kabar
terakhir tentang pelabuhan Lhoktuan, saat ini Kementrian Perhubungan (Kemenhub)
Bidang Perhubungan Laut tengah menunggu Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dari
Bontang. Sementara, pihak Pemkot sendiri mengaku jika saat ini tengah dalam
proses. Jadi, kesimpulannya, keterlambatan ini semata kesalahan Pemkot Bontang.
Saya sih
berharap, tertundanya program-program itu bukan menjadi bagian dari strategi
politik agar dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) yang sebentar lagi digelar.
Karena, menurut saya, potensi terpilihnya Adi Darma sebagai Walikota sangat
minim. Bahkan, jika Sofyan Hasdam kembali mencalonkan diri sebagai Walikota
Bontang justru lebih besar. Sekalipun dia tengah terjerat kasus korupsi yang
saat ini tengah mengajukan banding di Mahkaman Agung Agung). (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar