Cinta Dalam Pacaran = Bualan ?
Mencari kebahagiaan dari ikatan tali kasih yang akrab disebut pacaran,
memang mudah. Tatkala pelaku hubungan itu bisa saling memberi dan
memenuhi kebutuhan masing-masing. Meski demikian, ketika kata cinta
diungkapkan dalam hubungan tersebut. Menurut saya, itu sekadar bualan.
Karena, kata cinta itu hanya mampu diberikan kepada orang tua, saudara,
dan istri/suami yang telah dipersatukan dalam pernikahan.
MBONE BONE, Bontang
Entah sejak kapan istilah pacaran hadir dalam kehidupan manusia.
Bahkan, kata cinta yang sejatinya hanya mampu diberikan pasangan pasca
menikah, orang tua hingga kerabat saja. Kini, malah menjadi senjata para
petualang cinta dan pemburu nafsu. Tak heran, banyak manusia telah
kehilangan kehormatan di usia muda.
Meski demikian, kata pacaran
telah melekat di kehidupan modern masa kini. Bahkan, bukan lagi hal tabu
dalam sebuah keluarga. Saya pernah mendengar ada pendapat seperti ini.
“Bagaimana mau dapat suami (wanita) kalau tidak pacaran. Apa iya, harus
menunggu pria datang ke rumah dan langsung melamar. Itu kalau ada,
bagaimana kalau tidak ada yang datang. Mau jadi perawan tua?,” jelas
Ibnu.
Ketika anggapan seperti itu telah tertanam dalam benak
seseorang. Otomatis, yang muncul dalam benaknya, tidak dapat hidup tanpa
pacar. Padahal, kalau mau difikir matang-matang. Potensi terbesar
timbulnya kerusakan moral. Adalah saat telah dipersatukan dalam belenggu
cinta di bawah ikatan tali kasih pacaran itu. Saat itu pula, seorang
pria dengan gencar meluncurkan rayuan. Lalu perlahan menggerogoti sang
wanita.
“Kalau si wanita sudah cinta mati, apapun yang diinginkan
pasti diberikan. Bahkan, mahkota (keperawanan) sebagai bukti kehormatan
pun dengan mudah dipersembahkan kepada sang kekasih, terangnya.
Lalu
bagaimana dengan kata cinta dalam hubungan pacaran itu?. Menurut saja,
kata cinta sekadar kedok mencapai keluasan akses. Khususnya pada diri
sang kekasih. Pasalnya, jika tidak ada kata cinta dan belum terikat
dalam hubungan kekasih, bisa dipastikan tidak memiliki akses menyentuh
sang wanita meskipun sekadar belaian. Berbeda, ketika sudah dalam ikatan
tali kasih tersebut. Tidak ada jarak lagi. Karena, emosi antara satu
dengan lain sudah bersatu. Bahkan, kadang muncul anggapan, hubungan
tanpa kebebasan mengakses satu sama lain, adalah prinsip orang tua di
zaman purba. “Zaman dulu kan, tidak ada istilah pacaran apalagi mau
pegang-pegangan. Yang ada dijodohkan, dipetemukan lalu dinikahkan,”
ungkapnya.
Meski demikian, tak bisa dipungkiri dalam hubungan
pacaran itu, bisa menghasilkan kebahagiaan pada kedua pelakunya. Karena,
sebuah ruang kosong di antara ratusan bilik di dalam hati setiap
manusia, khusus diciptakan untuk merasakan kebahagiaan dan kesedihan.
Dan terbukti, itu bisa didapatkan ketika pelaku pacaran bisa saling
memahami dan mampu saling membari hal dibutuhkan.
“Ketika pasangan
kekasih bisa saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Bisa dipastikan
kebahagiaan tercipta. Begitupula sebaliknya. Ketika kebutuhan satu sama
lain tidak terpenuhi. Maka, mulai timbul kesadaran. Bahwa apa yang
tengah berjalan adalah kesia-siaan,” urainya.
Ketika rasa
kesia-siaan itu telah muncul. Baru diperoleh kesadaran. Betapa banyaknya
kebodohan telah dilakukan selama berpacaran itu. Karena, begitu banyak
tindakan dan pengorbanan yang mestinya bisa dicurahkan untuk keluarga.
Justru diberikan pada orang yang sejatinya bukan siapa-siapa. Saat itu
pula, kerap muncul anggapan miring.
“Sebenarnya, apa yang aku cari
dalam hubungan ini. Begitu banyak pengorbanan yang telah kuberikan untuk
hal-hal yang tidak jelas. Bahkan, karenanya, proses pembelajaran yang
mestinya kugencarkan demi menyongsong masa depan. Malah kusia-siakan
untuk seseorang tak kukenal sebelumnya,” kata ibnu.
Kesimpulannya,
tidak ada cinta dalam hubungan pacaran. Apalagi ditambah kata sejati.
Itu sekadar bualan. Yang benar, adalah rasa sayang semata. Karena, rasa
sayang adalah hal lumrah terjadi. Objeknya pun tidak mengenal jenis
kelamin. Baik pria ataupun wanita. Baik manusia ataupun hewan. “Jadi
kalau dalam hubungan pacaran ada yang mengatakan cinta. Itu bohong. Yang
benar, sekadar rasa sayang. Tapi, kalau kata itu terlampau sering
diucapkan, kemungkinan besar adalah modus mencapai tujuan tertentu,”
tutup Ibnu. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar