HIDUP sebagai wartawan, bukan profesi
impian bagi kebanyakan orang. Karena dalam menjalaninya, pelaku dituntut hidup dengan
masalah. Meski demikian, ada saja memilih jalan itu sebagai profesi dan
menghidupi keluarga dari jerih payah sebagai wartawan.
Contohnya saja, Imran Ibnu. Pria kelahiran Marangkayu 04 Juli 1992 Kutai
Kartanegara ini, memilih mengabdikan hidupnya sebagai kuli tinta di media lokal
konten Bontang Post binaan Kaltim Post group di Kota Bontang Kalimantan Timur (Kaltim).
Tepatnya, sejak Januari hingga September 2013 ini. Artinya, belum baru
menginjak bulan ke-8 dia menjalani profesi tersebut.
Menggeluti profesi itu sendiri, tak
pernah terbersit di benak putra pasangan Ibnu Hajar dan Nurhayati ini. Bahkan,
jika bukan karena ajakan sang kakak ipar Fahrul Razi juga sebagai wartawan
senior Bontang Post cabang Radar Sangatta suami dari Sukmawati juga mantan
wartawan Bontang Post. Dia tidak akan berada posisi saat ini sebagai salah satu
re
Pasalnya, keduanyalah begitu
menggebu-gebu menantang dirinya mencoba profesi itu. Sejak dia menyelesaikan
sekolah di bangku SMA 2012 lalu, tidak kurang dari 6 perusahaan dia tempati
bekerja dengan rata-rata waktu bekerja 3 bulan. Penyebabnya berhentinya pun
sepeleh. Dalam profesi sebelumnya, dia dituntut berbuat sesuatu bertentangan
dengan nalar dan prinsip hidupnya. Diantaranya, dia mesti menyanjung dan membual
demi mendapat simpati orang lain. Sehingga memudahkan karir selama bekerja di perusahaan
tersebut.
Berbeda dengan profesi sebagai wartawan.
Meskipun materi diperoleh per bulannya belum bisa menandingi nominal di tempat
dia bekerja sebelumnya. Tapi dia bisa menyalurkan jiwa pemberontak yang telah
ada dalam dirinya sejak dia dilahirkan. Pasalnya, dia bebas mengeritik,
mencaci, bahkan menjatuhkan harga diri pejabat serta pihak berkuasa lain
yang meraup keuntungan dengan cara yang
salah. Meskipun bahaya kerap membayangi hidupnya, dia tidak goyah menentang apapun
yang dianggap tidak sesuai, dan butuh pembenaran.
Hal lain yang disukainya dari profesi
tersebut. Kesehariannya, tantangan dan pembelajaran adalah hal wajib menjadi sarapannya.
Betapa tidak, dia ditutut mengusut masalah baru tiap hari. Tiap hari pula dia mesti
belajar mengenai masalah akan dibahas. Jika tidak, akan berdampak buruk saat
melakukan wawancara. Dengan kata lain. Betapapun bodohnya seseorang, jika telah
memilih menjadi wartawan. Dia akan dipaksa jadi pintar agar tidak dibodohi
orang-orang pintar akan dihadapi. (in)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar