Berjuang
Melawan Muntah
Bagi
sebagian orang, perjalanan jauh dengan mengendarai mobil menyenangkan. Namun
tidak demikian dengan Imran Ibnu Bontang Post. Baginya, perjalanan jauh
dengan mobil adalah neraka, sebisa mungkin tidak dilalui. Meski demikian, demi
meningkatkan kapasitas diri (belajar di JPNN, Red.), dia harus menempuh perjalanan dan menikmati penderitaannya
berkendara. Lalu seperti apa penderitaannya dalam perjalanan itu ?, ikuti kisahnya.
IMRAN
IBNU, Jakarta
Untuk
informasi, Imran Ibnu adalah salah satu reporter di media lokal konten Bontang
Post (binaan jawa post group (JPNN). Atas pertimbangan tertentu disepakati 3
orang redaktur dan disetujui General
Manager (GM) Bontang Post Agus Susanto. Dia dipilih berangkat ikut program
pemagangan garapan Kaltim Post Group (KPNN) tiap tahunnya di JPNN Jakarta.
Keputusan
tersebut, bagi dia adalah kesalahan. Pasalnya, kesiapan mental dan skill dibutuhkan dalam persaingan itu
belum dia miliki. Namun, apa daya, ketika tantangan itu diarahkan padanya, dia
tak bisa menolak demi meningkatkan kapasitas diri. Lagi pula dia tidak punya
celah menolak tantangan itu.
Informasi
yang sudah dia terima sejak berapa minggu lalu itu, akhirnya mencapai tahap eksekusi.
Melalui pesan singkat dikirimkan Thomas Ketua Panitia pemagangan KPNN, dia
diminta tinggal landas tepatnya pukul 12.50 Wita menggunakan pesawat Batik Air di
Bandara Sepinggan Balikpapan, Jumat (27/9) lalu.
Menanggapi
informasi itu, di hari yang telah ditetapkan, tepatnya pukul 07.00 Wita dia
berangkat dari kediamannya di Jalan Poros Bontang-Samarinda KM 5,5 Kutai Timur
menggunakan mobil merek Inova berwarna hitam menuju Kota Balikpapan.
Di
dalam mobil itu, terdapat 6 manusia dengan tujuan keberangkatan sama ke
Balikpapan. Terdiri dari dua wanita (ibu dan anak), dan 4 pria dewasa (termasuk
Imran dan supir).
Sekira
30 menit perjalanan, dia masih sanggup bertahan. Namun, menit-menit selanjutnya,
pertahanan itu mulai goyah ketika salah seorang ibu rumah tangga penumpang
mobil itu memuntahkan isi perutnya ke dalam pelastik berwarna putih yang
ternyata sengaja dibawah dari rumah.
Tak
ayal, udara di dalam ruangan ber-AC itu pun tercemar. Sejak saat itu pula,
kondisi aneh menyelimut tubuh saya. Mulai
dari kepala dilanda pusing terus menjalar tubuh Imran yang seolah ingin
memuntahkan lahar panas. Bahkan, kedua lubang hidung dan dua bola mata Imran juga
ikut mengalirkan cairan bening. Menandakan kondisi fisik mulai goyah.
Menyadari
kondisi tersebut, dia mulai melakukan berbagai hal agar lahar panas dalam
rongga perutnya tidak tumpah ke luar. Cara pertama, dia berusaha tidak
memejamkan mata dan memandang lurus ke depan arah mobil dikendarainya melaju. Tujuannya,
supaya kepalanya tidak pusing ketika dia memandang selain arah tersebut. Cara
itu dilakukan sesuai saran beberapa kawan pernah ditemuinya beberapa waktu lalu
saat dia menempuh perjalanan ke Sulawesi Selatan. Namun, cara itu ternyata
tidak banyak membantu. Terbukti, tidak terjadi perubahan dalam perutnya yang
tetap ingin menumpahkan lahar panas.
Cara
selanjutnya, dia berusaha melupakan kondisi perutnya yang bergejolak, lalu berpikir
positif tidak akan muntah dalam perjalanan itu (saran dari kawan juga). Tapi,
lagi-lagi cara itu tidak membuahkan hasil. Bahkan, kondisi perutnya makin
menjadi-jadi. Namun, goyahnya pertahanan akhir terjadi ketika penumpang yang
sama, kembali muntah untuk kali ke 2.
Berselang
beberapa menit, lahar panas di dalam perutnya pun terlontar ke dalam pelastik berwarna
hitam putih milik sang supir disediakan khusus bagi penumpang dengan kemampuan
fisik lemah seperti dia. Diberikan penumpang pria di depannya.
Sejak
saat itu, dia terus memuntahkan lahar panas di dalam perutnya hingga 5 kali sampai
dia tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar