Sabtu, 28 September 2013

Black Hole




  
Berjuang Melawan Muntah

Bagi sebagian orang, perjalanan jauh dengan mengendarai mobil menyenangkan. Namun tidak demikian dengan Imran  Ibnu Bontang Post. Baginya, perjalanan jauh dengan mobil adalah neraka, sebisa mungkin tidak dilalui. Meski demikian, demi meningkatkan kapasitas diri (belajar di JPNN, Red.), dia harus menempuh perjalanan dan menikmati penderitaannya berkendara. Lalu seperti apa penderitaannya dalam perjalanan itu ?, ikuti kisahnya.

IMRAN IBNU, Jakarta

Untuk informasi, Imran Ibnu adalah salah satu reporter di media lokal konten Bontang Post (binaan jawa post group (JPNN). Atas pertimbangan tertentu disepakati 3 orang redaktur dan disetujui General Manager (GM) Bontang Post Agus Susanto. Dia dipilih berangkat ikut program pemagangan garapan Kaltim Post Group (KPNN) tiap tahunnya di JPNN Jakarta.
Keputusan tersebut, bagi dia adalah kesalahan. Pasalnya, kesiapan mental dan skill dibutuhkan dalam persaingan itu belum dia miliki. Namun, apa daya, ketika tantangan itu diarahkan padanya, dia tak bisa menolak demi meningkatkan kapasitas diri. Lagi pula dia tidak punya celah menolak tantangan itu.
Informasi yang sudah dia terima sejak berapa minggu lalu itu, akhirnya mencapai tahap eksekusi. Melalui pesan singkat dikirimkan Thomas Ketua Panitia pemagangan KPNN, dia diminta tinggal landas tepatnya pukul 12.50 Wita menggunakan pesawat Batik Air di Bandara Sepinggan Balikpapan, Jumat (27/9) lalu.
Menanggapi informasi itu, di hari yang telah ditetapkan, tepatnya pukul 07.00 Wita dia berangkat dari kediamannya di Jalan Poros Bontang-Samarinda KM 5,5 Kutai Timur menggunakan mobil merek Inova berwarna hitam menuju Kota Balikpapan.
Di dalam mobil itu, terdapat 6 manusia dengan tujuan keberangkatan sama ke Balikpapan. Terdiri dari dua wanita (ibu dan anak), dan 4 pria dewasa (termasuk Imran dan supir).
Sekira 30 menit perjalanan, dia masih sanggup bertahan. Namun, menit-menit selanjutnya, pertahanan itu mulai goyah ketika salah seorang ibu rumah tangga penumpang mobil itu memuntahkan isi perutnya ke dalam pelastik berwarna putih yang ternyata sengaja dibawah dari rumah.
Tak ayal, udara di dalam ruangan ber-AC itu pun tercemar. Sejak saat itu pula, kondisi aneh menyelimut tubuh  saya. Mulai dari kepala dilanda pusing terus menjalar tubuh Imran yang seolah ingin memuntahkan lahar panas. Bahkan, kedua lubang hidung dan dua bola mata Imran juga ikut mengalirkan cairan bening. Menandakan kondisi fisik mulai goyah.
Menyadari kondisi tersebut, dia mulai melakukan berbagai hal agar lahar panas dalam rongga perutnya tidak tumpah ke luar. Cara pertama, dia berusaha tidak memejamkan mata dan memandang lurus ke depan arah mobil dikendarainya melaju. Tujuannya, supaya kepalanya tidak pusing ketika dia memandang selain arah tersebut. Cara itu dilakukan sesuai saran beberapa kawan pernah ditemuinya beberapa waktu lalu saat dia menempuh perjalanan ke Sulawesi Selatan. Namun, cara itu ternyata tidak banyak membantu. Terbukti, tidak terjadi perubahan dalam perutnya yang tetap ingin menumpahkan lahar panas.
Cara selanjutnya, dia berusaha melupakan kondisi perutnya yang bergejolak, lalu berpikir positif tidak akan muntah dalam perjalanan itu (saran dari kawan juga). Tapi, lagi-lagi cara itu tidak membuahkan hasil. Bahkan, kondisi perutnya makin menjadi-jadi. Namun, goyahnya pertahanan akhir terjadi ketika penumpang yang sama, kembali muntah untuk kali ke 2.
Berselang beberapa menit, lahar panas di dalam perutnya pun terlontar ke dalam pelastik berwarna hitam putih milik sang supir disediakan khusus bagi penumpang dengan kemampuan fisik lemah seperti dia. Diberikan penumpang pria di depannya.
Sejak saat itu, dia terus memuntahkan lahar panas di dalam perutnya hingga 5 kali sampai dia tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan (bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar