Sabtu, 28 September 2013

Black Hole




Jakarta VS Bontang--

Cerminan Kota Padat Penduduk----

Kepadatan penduduk tak hanya berdampak negatif.  Tapi juga berdampak positif. Contohnya saja, dialami juru angkutan kota (Angkot) di Jakarta. Mereka mampu hidup lantaran kepadatan penduduk. Berbeda dengan Kota Bontang. Sopir angkot sibuk mengeluhkan minimnya penumpang akibat tergerus kendaraan pribadi karena penduduknya masih sedikit.

IMRAN IBNU, Jakarta

Di Jakarta, jelas berbeda dengan Kota Bontang tempat media Bontang Post tinggal. Di kota tersebut, para supir tetap mampu mengepulkan asap dapur dari penghasilan narik penumpang di kesehariannya. Meskipun tarif per penumpang di Jakarta dengan Bontang berbeda dua kali lipat. Yakni Rp 3 ribu per penumpang, sementara di Bontang Rp 6 ribu per penumpang. Namun, kuantitas penumpang di Jakarta lebih besar dari Bontang.
Cara mereka (angkot Jakarta) menjajakan jasa pun terbilang unik. Besarnya jumlah penduduk di kota itu, menyebabkan profesi sebagai tukang angkot diminati. Tak ayal, untuk memperoleh penumpang, butuh kreatifitas tinggi dan keahlian khusus yang tidak ditemukan di Bontang.
Kreatifitas dimaksud di antaranya, cara mereka memperoleh penumpang. Pantauan media ini, dalam bekerja, mereka tidak bergerak sendiri.  Melainkan memanfaatkan juru parkir ketika mereka bertandang di salah satu pusat keramaian, seperti mall. Cara kerjanya, setelah kesepakatan pembagian laba dari bayaran penumpang  diperoleh. Jukirlah yang menjajakan jasa angkot.
Sambil memarikir dan membantu kendaraan lain keluar dari pelataran, sang jukir dengan cermat mengamati pengunjung pusat keramaian yang melalui pelataran parkir. Lantas menawarkan menggunakan jasa angkot tersebut. Nah, ketika sang jukir mampu membuat angkot sang supir penuh. Bayaran pun diberikan sesuai jumlah penumpang telah direkomendasikan jukir.
Masih mengulik perbedaan Jakarta dengan Bontang. Hal menyolok tampak oleh media ini. Yakni keberadaan pengatur lalu lintas oleh warga sipil. Area kerjanya pun tidak terbatas. Baik di jalan utama, maupun di gang-gang kecil. Area kerja di jalan utama, terletak di lokasi perputaran oleh kendaraan. Untuk petugas di gang kecil. Tepat di jalan masuk gang, atau tikungan gang sempit yang berpotensi menyebabkan tabrakan jika tidak diberia petunjuk waktu tepat melintas.
Sementara, saat ditanyakan apa imbalan sang pengatur lalu lintas dadakan tersebut dari pengendara. Mereka menyebut  alakadarnya alias seikhlasnya. Artinya, kembali pada pribadi pengendara masing-masing. Jika mereka berhati mulia memberikan pundi rupiah ke pengatur lalu lintas, akan lebih baik. Namun, ketika  dapat pengendara acuh dan berhati batu. Hanya peluh dan keringat yang mereka dapatkan.
Padahal, jika ditilik perjuangan dan resiko mereka ambil lewat profesi itu, jelas tidak sesuai. Pasalnya, selain nyawa terancam suatu saat tertabrak pengendara, caci dan maki pun kerap mereka peroleh saat bertugas. Meski demikian, cara tersebut tetap mereka tempuh agar bisa hidup di tengah kerasnya hidup di Jakarta.
Tak sampai disitu pantauan media ini. Gembel dan pengemis (gepeng) di kota tersebut tak terbendung. Keberadaan mereka tersebar di seluruh sudut kota. Mulai dari jalan raya, kolong jembatan, hingga pusat keramaian. Cara mereka mencari rupiah pun beragam. Ada yang gamen bersenjatakan alat musik seperti gitar, krecekan, dan genderang dan alat musik alakadar lain.
Ada pula pengamen bergerak sendiri, dan bernyanyi penghampiri kendaraan terhenti di lampu merah atau di pusat keramaian lain. Sementara, bagi pengemis, cara mereka mencari rupiah dengan menonjolkan kekurangan mereka masing-masing. Pantauan media ini, kekurangan yang diobral seperti kecacatan di salah satu organ tubuh mereka. Meskipun tragis, bagi mereka tak ada pilihan lain bisa dilakukan agar tetap hidup.
Kondisi-kondisi di atas adalah sebagian kecil gambaran kerasnya hidup di Jakarta. Yang belum sampai di Bontang tempat media ini tinggal. Namun, dia yakin, beberapa tahun kemudian, pasti akan terjadi, lantaran faktor penarik pendatang di Bontang cukup besar. Mulai dari fasilitas pendidikan, kesehatan yang rata-rata gratis, hingga lapangan kerja masih terbuka luas. (***)   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar