Senin, 30 September 2013

Black Hole



Kuli Tinta : Orang Bodoh Jadi Pinter   

HIDUP sebagai wartawan, bukan profesi impian bagi kebanyakan orang. Karena dalam menjalaninya, pelaku dituntut hidup dengan masalah. Meski demikian, ada saja memilih jalan itu sebagai profesi dan menghidupi keluarga dari jerih payah sebagai wartawan.
Contohnya saja, Imran Ibnu.  Pria kelahiran Marangkayu 04 Juli 1992 Kutai Kartanegara ini, memilih mengabdikan hidupnya sebagai kuli tinta di media lokal konten Bontang Post binaan Kaltim Post group  di Kota Bontang Kalimantan Timur (Kaltim). Tepatnya, sejak Januari hingga September 2013 ini. Artinya, belum baru menginjak bulan ke-8 dia menjalani profesi tersebut.
Menggeluti profesi itu sendiri, tak pernah terbersit di benak putra pasangan Ibnu Hajar dan Nurhayati ini. Bahkan, jika bukan karena ajakan sang kakak ipar Fahrul Razi juga sebagai wartawan senior Bontang Post cabang Radar Sangatta suami dari Sukmawati juga mantan wartawan Bontang Post. Dia tidak akan berada posisi saat ini sebagai salah satu re
porter Bontang Post mengelola halaman Bessai Berinta.
Pasalnya, keduanyalah begitu menggebu-gebu menantang dirinya mencoba profesi itu. Sejak dia menyelesaikan sekolah di bangku SMA 2012 lalu, tidak kurang dari 6 perusahaan dia tempati bekerja dengan rata-rata waktu bekerja 3 bulan. Penyebabnya berhentinya pun sepeleh. Dalam profesi sebelumnya, dia dituntut berbuat sesuatu bertentangan dengan nalar dan prinsip hidupnya. Diantaranya, dia mesti menyanjung dan membual demi mendapat simpati orang lain. Sehingga memudahkan karir selama bekerja di perusahaan tersebut.
Berbeda dengan profesi sebagai wartawan. Meskipun materi diperoleh per bulannya belum bisa menandingi nominal di tempat dia bekerja sebelumnya. Tapi dia bisa menyalurkan jiwa pemberontak yang telah ada dalam dirinya sejak dia dilahirkan. Pasalnya, dia bebas mengeritik, mencaci, bahkan menjatuhkan harga diri pejabat serta pihak berkuasa lain yang  meraup keuntungan dengan cara yang salah. Meskipun bahaya kerap membayangi hidupnya, dia tidak goyah menentang apapun yang dianggap tidak sesuai, dan butuh pembenaran.
Hal lain yang disukainya dari profesi tersebut. Kesehariannya, tantangan dan pembelajaran adalah hal wajib menjadi sarapannya. Betapa tidak, dia ditutut mengusut masalah baru tiap hari. Tiap hari pula dia mesti belajar mengenai masalah akan dibahas. Jika tidak, akan berdampak buruk saat melakukan wawancara. Dengan kata lain. Betapapun bodohnya seseorang, jika telah memilih menjadi wartawan. Dia akan dipaksa jadi pintar agar tidak dibodohi orang-orang pintar akan dihadapi. (in)    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar