Selasa, 24 September 2013

Black Hole


Sepenggal kisah tentang Idealisme Jurnalis
 

Usiaku yang kini 21 tahun, membuatku semakin keras berpikir. Apakah aku siap menjalani hidup sebagai seorang jurnalis. Bahkan sempat terpikir melanjutkan petualanganku ke dunia baru dan menjajaki profesi baru. Namun, perjuangan dan cerita di balik pencapaian yang kugapai hingga saat ini, membuatku mampu menghapuskan pikirian itu.
Bahkan, meskipun perjalananku masih panjang. Karena hingga saat ini kemampuan menulisku tak kunjung membaik serta komunikasi dengan narasumber pun belum memuaskan. Namun aku yakin, kelak atas bantuan waktu dan didikan keras para pendahulu, mampu membuatku berubah. Hingga seperti yang mereka harapkan.
Banyak godaan yang menerpa para jurnalis yang memilih jalur idealis. Mulai dari ancaman maut, hingga menjual idealisme itu dengan seonggok rupiah. Namun apalah arti dari uang dibading ketika anggapan “wartawan bisa dibeli” pada diri kita. Dan saat itulah, jati diri saya sebagai wartawan idealis sirna. Praktis, pinta dan harapan yang dititipkan kaum tertidas pun tak sampai. Hanya karena, seonggok rupiah yang sejatinya masih bisa diperoleh dari sumber lain yang lebih terhormat.
“Resiko jadi wartawan idealis, yah keree. Tapi itu saya saat ini. enggak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari,” kata saya.
Meski menjadi wartawan baru kujalani sekira 7 bulan yakni sejak Desember 2012 lalu, namun segudang kisah menarik sudah bisa kutuliskan. Mungkin bagi kalian tidaklah menarik, tapi bagi saya yang menjalani kisah itu penuh dengan warna. Bahkan, kelak mampu membuat ku terpingkal bahkan meneteskan buliran air mata, he he lebaay. Nantikan kisahnya dala episode selanjutnya wk wk wk. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar