KATA orang, hidup itu penuh misteri. Enggak ada yang tahu apa yang terjadi hari ini, dan hari esok. Bahkan, momen pasca pergantian menit dan detik pun tak bisa ditebak. Jangan heran, banyak orang yang sebelumnya tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba raut wajahnya berubah 180 derajat menjadi sedih bahkan menangis tersedu-sedu. Sekali lagi, itulah misteri yang hanya diketahui oleh sang pemilik hidup.
Berkaca
pada fakta tersebut, saya semakin sadar, segala sesuatu yang ‘berlebihan’
tidaklah baik. Karena, itulah hukum alam yang tidak bisa dibantah dan
dielakkan. Bahkan, kita tahu bersama. Dalam fenomena yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, banyak manusia yang tidak bisa menerima kenyataan pahit di
luar rencana dan keinginannya. Padahal, menurut hemat saya, dia tidak perlu
dirundung sedih yang ‘berlebihan’ jika dia memahami secara benar, makna dari
kata ‘berlebihan’. Bahkan, karena kata itu pula, kerap kita dengar ada manusia
yang memutuskan mengakhiri ‘jatah’ hidupnya akibat sikap ‘berlebihan’ itu.
Misalnya
saja, mereka yang ‘berlebihan’ mengharapkan hidup lebih baik, namun menempuh
jalan yang salah. Contohnya, menempuh cara mistis dengan pesugihan. Di mana,
kita ketahui, pada umumnya pesugihan mengharapkan tumbal. Jika tidak, maka sang
pelakulah yang menjadi tumbal pesugihan yang dia buat. Permisalan itu sudah bisa
mewakili apa yang disebut dengan kata ‘berlebihan’. Padahal, tanpa menempuh
cara itu, apa yang anda inginkan tetap bisa diperoleh. Dengan catatan, ada
upaya dan kerja keras. Dan terpenting, disempurnakan dengan menyerahkan semua
keputusan dan hasil dari kerja keras kita pada sang ‘maha kaya’ dan ‘pemurah’.
Contoh
lain yang lebih mudah dipahami tentang perilaku ‘berlebihan’, bisa ditemukan
pada kasus dua sejoli yang saling mencinta. Bahkan, dalam kesehariannya, mereka
telah bersumpah akan sehidup-semati. Praktis, secara tidak langsung, pernyataan
itu seakan menjadi doktrin bagi keduanya. Ketika apa yang mereka inginkan tak
terpenuhi karena satu sebab, mengakhiri hidup adalah jalan terbaik bagi mereka.
Padahal,
hal itu sudah jelas bertentangan dengan ketetapan sang pencipta. Bahkan, mereka
telah termasuk golongan orang kafir yang mendahului ketetapan allah. Bukti tersebut hendaknya menjadi
cerminan setiap manusia betapa hal ‘berlebihan’ dapat mengantarkan pelakunya
pada kesusahan dan kesengsaraan. Sehingga, akan lebih baik jika dihindari.
Selain
sifat ‘berlebihan’, masih ada sikap lain yang tidak tepat diterapkan di dalam
kehidupan seorang manusia. Yakni sifat Kufur Nikmat. Di mana, seperti
diketahui, sifat tersebut merupakan wujud ketidaksyukuran seorang manusia atas
rezeki yang diberikan sang pencipta. Wujud rezeki itu pun beragam. Bisa berupa
harta, kebahagiaan, iman hingga rezeki berwujud kesehatan.
Tak
dipungkiri, wujud rezeki di atas, kerap luput dari kesyukuran manusia (termasuk
penulis) saat semua dimiliki. Bahkan, tidak jarang manusia yang sesumbar jika
nikmat kesehatan itu diperoleh berkat upaya manusia itu dalam menjaganya.
Sehingga, menampik fakta yang menyatakan jika nikmat itulah anugrah dan rezeki
tak terhingga yang selaiknya disyukuri. Namun, ketika jatuh sakit atau nikmat
itu hilang lantaran dicabut sang pemilik, manusia itu enggan dipersalahkan. Bahkan,
mengutuk dan memaki sang pencipta atas penderitaan yang dia alami. Padahal,
semestinya, jika dia menganggap jika nikmat yang dia peroleh selama ini berkat
usahanya, semestinya dia mempersalahkan diri sendiri ketika semua itu telah
dicabut.
Yah,
fenomena di atas, sekilas memang sepeleh. Namun, jika direnungi secara mendalam
dibarengi instrospeksi diri, maka akan banyak pelajaran yang bisa diperoleh.
Bahkan, bagi penulis sekalipun, masih
butuh begitu banyak pembenahan. Mengingat, apa yang dimiliki saat ini, masih
kerap melenceng dari kebenaran yang dia tuliskan di atas. Dengan begitu, apa
yang penulis guratkan dalam artikel kali ini, semata mengingatkan diri sendiri
untuk menempuh kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya untuk kepentingan
duniawi, melainkan demi kehidupan akhirat yang bersifat kekal. Amin ya robbal alamiiin !!!! (Imran Ibnu/Bontang Post).