APAKAH kebenaran itu indah? Bagi banyak orang, kebenaran dan keindahan mungkin
dua hal yang berbeda. Namun Steven Weinberg, peraih Hadiah Nobel Fisika
1979, meyakini bahwa “kebenaran itu indah.” Bagi para fisikawan,
persamaan mashur Albert Einstein, E=mc2, tidak ubahnya puisi. Bagi
Einstein sendiri, keindahan merupakan syarat utama bagi setiap teori
(fisika) bila mau dianggap serius—adalah teori fisika yang main-main?
Keyakinan bahwa teori mengenai alam semesta mesti indah bahkan
menjadi pemandu yang amat berharga bagi para fisikawan; ia sejenis
bintang kutub. Weinberg percaya, meningkatnya keindahan teori-teori
fundamental mengenai materi menandakan bahwa para fisikawan telah berada
di ambang penemuan teori pamungkas yang sanggup menjelaskan setiap hal
(Weinberg, Dreams of a Final Theory, 1993).
Selama puluhan tahun Weinberg memburu teori pamungkas yang juga
diangankan dan diburu oleh Einstein di sepanjang 25 tahun terakhir
kehidupannya, namun tak kunjung ia jumpai. Bahwa keindahan adalah
bintang kutub yang memandu perburuan itu, Weinberg berbagi keyakinan
dengan Einstein. Hans, anak tertua Einstein, suatu kali mengatakan,
karakter ayahnya lebih menyerupai seniman ketimbang ilmuwan. "[Bagi
Einstein], pujian tertinggi untuk teori yang baik bukanlah bahwa teori
itu benar dan bukan lantaran teori itu eksak, melainkan karena teori itu
indah," ujar Hans.
Fisikawan Paul Dirac juga berpandangan serupa. Dalam sebuah seminar
di Moskow (1955), ketika diminta untuk meringkaskan filsafat fisikanya,
Dirac menulis di papan dalam huruf-huruf besar: "Hukum fisika mesti
menghadirkan keindahan matematis."
Soalnya kemudian, keindahan macam apa? Secara tak langsung jawabannya
diberikan oleh Stephen Hawking yang menyebutkan bahwa satu-satunya
persamaan yang tak bisa ia tiadakan dari naskah The Brief History of Time
ialah E=mc2. Narasi yang ia kisahkan dalam buku laris itu akan
berkurang bobotnya bila persamaan Einstein itu dihapus. Dan Hawking
tetap mencantumkannya karena alasan kesederhanaan persamaan itu, yang
hanya terdiri atas lima simbol: E, =, m, c, dan 2. Sederhana, tanpa
hiasan berlebihan.
Keindahan itu juga bermakna praktis. Laiknya keindahan kuda pacu,
yang sebagiannya terletak pada kemampuannya memenangi pacuan di
lintasan, keindahan suatu teori bergantung pula pada kedigdayaannya
memberi penjelasan tentang bagaimana alam bekerja. Persamaan ini indah
lantaran mampu membangkitkan keriangan seperti yang dijumpai dalam
puisi, lukisan, musik, atau tari.
Seperti karya-besar seni, persamaan yang indah memiliki atribut lebih
dari sekadar daya tarik--universalitasnya, kesederhanaannya,
ketakterhindarannya, dan kekuatannya. Bayangkanlah lukisan Apples and Pears-nya
Paul Cézanne, interpretasi Lady Macbeth oleh Judi Dench, atau Manhattan
dalam lantunan Ella Fitzgerald. Keindahannya bukan dari jenis hiasan,
melainkan esensial.
Persamaan yang indah mestilah menjulang lantaran kesesuaiannya dengan
setiap eksperimen yang relevan dan, lebih baik lagi, mampu memprediksi
tentang sesuatu. Bagi Weinberg, teori gravitasi Einstein indah. Inilah
teori yang dibangun di atas prinsip sederhana, yang tak bisa diubah
sedikit pun tanpa meruntuhkannya, yang belum pernah ditemukan melalui
eksperimen, namun telah membuka keseluruhan jalan baru bagi riset-riset
lain. Jauh sebelum ada dukungan serius dari eksperimen, sebelum ia
mempublikasikan teorinya, Einstein berkelakar: persamaan itu "terlalu
indah untuk salah".
Tapi, keindahan teori dalam sains tidak selalu disepakati oleh setiap
ilmuwan. Teori penyatuan gaya Weinberg, yang mendatangkan Nobel
baginya, sempat dikritik oleh fisikawan Richard Feynman saat masih
hangat dibicarakan pada 1975. "Teori itu terlalu buruk untuk benar,"
ujar humoris ini.
Bagi Weinberg, komentar itu menjengkelkan, kendati ia juga tidak puas
pada bagian yang dikritik oleh Feynman. Cita rasa Weinberg, belakangan,
terbukti lebih baik ketimbang Feynman. Teorinya lolos dari serangkaian
uji eksperimental dan menjadi bagian kunci dari teori pamungkas yang
tengah diburu. Namun Weinberg belum sepenuhnya pasti bahwa segalanya
akan berjalan konsisten dan bakal sampai kepada teori pamungkas itu.
"Kalaupun tidak konsisten, lantas mau apa?" kata Weinberg. "Bahkan,
seandainya teori-teori kita secara matematis konsisten, kita juga tidak
pernah memperoleh kepastian absolut bahwa teori-teori itu menggambarkan
dunia yang sesungguhnya.” Bagi Weinberg, fisikawan berurusan dengan
kemungkinan, bukan kepastian. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar